tag:blogger.com,1999:blog-71263248569186848532024-03-14T12:04:42.627+07:00Fallen JourneyIjinkanlah aku buyar dalam hitam pekat tak bermasa yang kan selalu abadi...Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.comBlogger49125tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-68876736617737021992013-06-27T04:42:00.001+07:002013-06-27T04:42:49.938+07:00Perjalanan Terakhir<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiymaVjQLy0aljBHR-OIWBhqIc2AyqD9yT1VHDk3ON9bq-dYMwgcJc13Evypl_DEu8fc5r-u5fN3N84rLKJ-YRZqP_8t_IWCnKEyVDKXqrcO9N4m8v_C26eYJ5Ea_zOO7A2kZE6lrr6obHu/s1600/image.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="250" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiymaVjQLy0aljBHR-OIWBhqIc2AyqD9yT1VHDk3ON9bq-dYMwgcJc13Evypl_DEu8fc5r-u5fN3N84rLKJ-YRZqP_8t_IWCnKEyVDKXqrcO9N4m8v_C26eYJ5Ea_zOO7A2kZE6lrr6obHu/s400/image.png" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
Perlahan Farida mulai siuman, dia mulai membuka mata terlihat samar-samar Rin dan suaminya berdiri disamping dia. Mereka tidak begitu memperhatikan jika saat itu Farida telah siuman, terlihar raut wajah Rinjani begitu lelah dan penuh kesedihan.<br />
<a name='more'></a><br />
"Mungkin kalo dia tahu aku sudah siuman dia akan kembali ceria..." guman Farida, entah mengapa sejak pertemuan pertama Farida dengan Rinjani ada ikatan yang sangat dalam, karena mungkin dia dan Rin mempunyai beberapa kesamaan dalam sifat dan perasaan masing-masing. Lalu Farida coba menoleh kesebelah kiri, dan dia menemukanku sedang tersenyum. Senyum bahagia yang tidak pernah aku rasakan sejak beberapa tahun terakhir ini, bahagia dapat melihat Farida yang kembali membuka mata, membuka lembaran kehidupan yang baru atau bahagia melihat Farida telah lepas dari jeratana penyakit yang selama ini menderanya.<br />
<br />
"Hai..."<br />
"Hai papa..." <span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="e16f54cd-c04a-4554-a753-ebe6f6a052e0" ginger_sofatware_uiphraseguid="1dda9253-9b8e-40a2-a973-b3289b0d7764" grcontextid="jawabnya:0">jawabnya</span> <span class="GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="7932bef0-549f-4998-b3cc-0710c79f58c6" ginger_sofatware_uiphraseguid="1dda9253-9b8e-40a2-a973-b3289b0d7764" grcontextid="lemah:1">lemah</span>.<br />
"Apa khabar, syukurlah kau sudah siuman..." ujarku seraya mengusap lembut keningnya.<br />
"Papa <span class="GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="fec2bf0c-ae3c-4c5f-906e-4424f97b5646" ginger_sofatware_uiphraseguid="af69a1bd-e7ae-42be-a55a-a65d32c76ccb" grcontextid="disiapin:0">disiapin</span> <span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="3370bf12-6527-40a0-8b39-2f5a45d540f8" ginger_sofatware_uiphraseguid="af69a1bd-e7ae-42be-a55a-a65d32c76ccb" grcontextid="baju:1">baju</span> <span class="GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="a98f6c45-7967-4125-8d74-f881cab249e7" ginger_sofatware_uiphraseguid="af69a1bd-e7ae-42be-a55a-a65d32c76ccb" grcontextid="sama:2">sama</span> <span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="5de1bee9-c8d9-49c0-940f-c37db02e3ea2" ginger_sofatware_uiphraseguid="af69a1bd-e7ae-42be-a55a-a65d32c76ccb" grcontextid="siapa:3">siapa</span> ? norak begitu kenapa harus putih-putih... gak seperti biasanya" aku tidak pernah menyangka setelah sekian lama aku berpisah dengannya masih saja dia ingat dengan setiap detail dalam diriku, bahkan tempat aku menyimpan kuci motor yang selalu di saku kiri ataupun korek kuping bekas yang selalu aku selipkan dibalik kusen jendela, dan sekarang bajuku pun dia masih sempat-sempatnya mengomentari setelah siuman dari tidurnya yang panjang.<br />
<br />
Farida coba berusaha bangkit dan duduk di ranjang pasien, kesehatannya pulih begitu saja seolah tidak pernah menderita penyakit yang berat.<br />
"Jangan dipaksakan ma, nanti malah sakit lagi..." ujarku<br />
"Enggak koq, aku merasa sangat sehat pa, lihat aku bisa duduk tidak terasa sakit lagi"<br />
"<span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="4ec9336f-e951-47fb-9a11-f1ab6b1cc303" ginger_sofatware_uiphraseguid="4ad1db23-861f-42f4-b614-991ef32ddb2f" grcontextid="Oya:0">Oya</span>, <span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="09e016c2-17ed-409d-b638-4aa6d686b8b5" ginger_sofatware_uiphraseguid="4ad1db23-861f-42f4-b614-991ef32ddb2f" grcontextid="bagus:1">bagus</span> dong <span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="cb01424d-a4a5-4eea-a15a-cafc736ea981" ginger_sofatware_uiphraseguid="4ad1db23-861f-42f4-b614-991ef32ddb2f" grcontextid="kalo:2">kalo</span> <span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="3fde1ab1-6905-4f0b-a6ec-bf18d3e5b85b" ginger_sofatware_uiphraseguid="4ad1db23-861f-42f4-b614-991ef32ddb2f" grcontextid="begitu:3">begitu</span>..."<br />
"Coba ya, aku rasa aku bisa berdiri..." sambungnya seraya turun dari ranjang perlahan menjejakkan kakinya di lantai. Aku yang sangat kuatir hanya bisa coba menopangnya agar dia tidak terjatuh.<br />
"Mama, kamu bandel sih, pake langsung berdiri"<br />
"Lihat pa, betul kan aku bisa berdiri, tidak terasa sakit tidak terasa ngilu... aku sudah sembuh pa" aku hanya tersenyum, dan memeluknya dengan erat.<br />
"Aku ikut senang kau sudah sembuh sekarang ma"<br />
"Papa, aku ingin jalan-jalan keluar ruangan... sudah lama aku tidak merasakan hangatnya matahari"<br />
aku melepaskan pelukannya dan memandangnya dengan erat-erat...<br />
"Mama... kita akan melanjutkan perjalan kita ketempat yang lebih jauh, hanya aku dan kamu..."<br />
"Lalu, Lisa bagaimana pa ?" tanya Farida seraya menoleh kearah Rin dan Raihan yang saat itu sedang menggendong Lisa. Namun sepertinya mereka tidak memperdulikan dia, mereka hanya termenung memandangi sesosok jasad yang sedang terbaring di tempat Farida.<br />
"Papa... <span class="GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="4b90098c-7365-4117-91f7-5cd3c6d13508" ginger_sofatware_uiphraseguid="fb1ca85d-241d-4fe9-8c6e-f9a62a3202a7" grcontextid="itu:0">itu</span> siapa ?"<br />
"<span class="GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="e2b04ac6-2198-4375-9181-b89b25a97a26" ginger_sofatware_uiphraseguid="cfb5277f-23d5-4c1d-8424-eab50c399743" grcontextid="Mam:0">Mam</span>... <span class="GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="b33a7dd4-050c-4d0a-97f3-eb2afb15b45f" ginger_sofatware_uiphraseguid="256587d5-e258-4c8d-9eb2-87bd5e38167e" grcontextid="sudah:0">sudah</span> saatnya"<br />
Aku dan Farida saling berpandangan, tanpa mengeluarkan sepatah katapun namun sepertinya dia sudah mengerti apa yang sedang terjadi saat ini.<br />
"<span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="b967561a-39c8-49d7-9659-97b65451296b" ginger_sofatware_uiphraseguid="70ab85e8-52bd-4b04-a299-12e020f4aeb8" grcontextid="Setidaknya:0">Setidaknya</span>... izinkan aku memandangi wajah anak kita untuk terakhir kalinya pa..." ujar Farida, aku hanya mengangguk dan memeluk Farida dari belakang.<br />
"Lisa berada di tangan ayah dan ibu barunya yang paling tepat ma, mereka akan menyayangi Lisa seperti kita menyayangi dia..."<br />
"<span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="c5c00353-8378-44c0-af15-923001e031ba" ginger_sofatware_uiphraseguid="eb5b1f50-0b71-484e-ae8b-11e84115ba37" grcontextid="Iya:0">Iya</span>... <span class="GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="6642bda3-c4db-491c-afae-c91f342bc622" ginger_sofatware_uiphraseguid="c6cff4eb-f466-494d-b592-091749ee1f8c" grcontextid="aku:0">aku</span> <span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="01af3b81-2465-4903-8a27-c0f521fcc716" ginger_sofatware_uiphraseguid="c6cff4eb-f466-494d-b592-091749ee1f8c" grcontextid="percaya:1">percaya</span> pa..."<br />
perlahan cahaya menebar diantara tubuh kita berdua dan seiring pudarnya cahaya tersebut begitu pula jiwa kita yang melanjutkan perjalanan ketempat yang lebih jauh tanpa ada lagi para pengganggu ataupun intrik yang rumit... hanya pertanggung jawaban masing-masing yang harus dibayar.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
-=o0o=-</div>
Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-23667027982505065332013-06-27T04:09:00.002+07:002013-06-27T04:09:44.563+07:00Ciuman Terakhir<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiNL6nlr8cH_00pBtBI3q5fyryhzCMc9VVhjxP-z2v87jlRBdIHOV2HHqQJH-TSascClPE4yXyBHTTASLNWPDBu1UaPgI2N9H7WtcdhDRo6EGl1tigdnti9G3nGAWFVqrQu1fOSbgLnwDy/s1600/when-death-comes.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="298" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiNL6nlr8cH_00pBtBI3q5fyryhzCMc9VVhjxP-z2v87jlRBdIHOV2HHqQJH-TSascClPE4yXyBHTTASLNWPDBu1UaPgI2N9H7WtcdhDRo6EGl1tigdnti9G3nGAWFVqrQu1fOSbgLnwDy/s400/when-death-comes.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
Antara mimpi dan tidak sayup-sayup aku mendengar kegaduhan yang begitu ramai, beberapa orang berpakaian putih hilir mudik didepanku. Aku tersadar sepenuhnya setelah tubuhku diguncah keras oleh Rinjani, yang saat itu terlihat panik dan wajahnya pucat pasi.<br />
"Mas... <span class="GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="a7df7996-0d24-4fe8-bab2-963dfd2fa6dd" ginger_sofatware_uiphraseguid="f323d3f6-503b-4807-a8f7-614c5db3bee6" grcontextid="mbak:0">mbak</span> Farida... <span class="GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="d803cef6-d557-41ee-8c83-24d05940ba14" ginger_sofatware_uiphraseguid="11a9db64-b62a-44f7-8299-84f47f70a930" grcontextid="mbak:0">mbak</span> Farida <span class="GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="ecd386c1-936f-4dcc-8489-cc9b1c9b0fb8" ginger_sofatware_uiphraseguid="11a9db64-b62a-44f7-8299-84f47f70a930" grcontextid="mas:1">mas</span>..."<br />
<a name='more'></a><br />
"He, Farida <span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="39ee3f2a-545f-48f7-ba11-4107c40f8819" ginger_sofatware_uiphraseguid="407c547f-1f80-4e0d-bf6f-db710e0aa6d8" grcontextid="kenapa:0">kenapa</span> Rin ?" aku coba mengumpulkan kesadaranku yang masih setengah terbuai dialam mimpi, mungkin karena begitu lelah berhari-hari menunggu dirumah sakit perlahan fisikku pun ikut menurun drastis dan sebuah istirahat total sangat aku butuhkan pada saat-saat seperti ini.<br />
"Mbak Farida gawat mas..." ujarnya seraya mulai menangis, aku coba berusaha tenang dan melihat apa yagn terjadi dibalik kaca dan menyerahkan semua pada tangan para dokter yang aku sendiri tidak pernah bisa mempercayai mereka.<br />
<br />
Beberapa orang perawat sibut menyiapkan suntikan dan peralatan operasi, perasaanku bercampur aduk dan tidak menentu saat itu, walau coba tidak terlihat panik namun tidak dipungkiri semua persendianku lemas tidak berdaya.<br />
"<span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="3bfe2410-896b-4391-be6b-88849a23efe7" ginger_sofatware_uiphraseguid="a6e406c9-9af9-4626-81c7-be11fa90f85a" grcontextid="Kenapa:0">Kenapa</span> Rin ? koq tiba-tiba gawat seperti ini ?"<br />
"Entahlah mas, tiba-tiba saja kesadaran mbak Farida semakin menurun dan detak jantung semakin melemah"<br />
"Ya Tuhan, skenario apa lagi yang hendak kau suguhkan padaku saat ini..." jeritku dalam hati<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Tak ada satu orang dokter pun yang mau memberikan penjelasan, semua hanya bisa menyarankan agar aku tenang dan berdoa, sementara mereka berusaha sekuat tenaga untuk menstabilkan kondisi Farida dan Ray pada saat itu ? entahlah akupun tidak peduli pada manusia yang satu itu, dia hanya bisa mencintai tanpa melakukan apapun untuk orang yang dicintainya... <i>huft pemikiran subjektif dari seorang Gee yang sedang panik, coba menyalahkan orang lain.</i><br />
<i><br /></i>
"Keluarga dari ibu Farida ?" seorang perawat keluar dari ruangan dan melihat kita berdua yang sedang menunggu kabar dari penanganan para dokter.<br />
"Saya keluarganya sust..." ujarku.<br />
"<span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="2791788f-258a-4a28-b8eb-2058f139c429" ginger_sofatware_uiphraseguid="4ae4809e-2871-4417-a822-a423e2370688" grcontextid="Bapak:0">Bapak</span> <span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="42871122-b103-4935-a995-6a57c0460691" ginger_sofatware_uiphraseguid="4ae4809e-2871-4417-a822-a423e2370688" grcontextid="siapanya:1">siapanya</span> <span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="1e74a924-d447-4219-b59a-17ff0163b63f" ginger_sofatware_uiphraseguid="4ae4809e-2871-4417-a822-a423e2370688" grcontextid="ya:2">ya</span> ?" haruskah dia mempertanyakan hal tersebut pada saat seperti ini ? pertanyaan bodoh macam apa itu, jelas-jelas aku dan Rin sejak dua hari belakangan ini setia menunggu Farida bergantian, tidakkah itu cukup menjelaskan bahwa aku termasuk keluarga dekatnya ? apakah aku harus berkata aku mantan suaminya ? pernyataan bodoh apa pula itu.<br />
"Kami keluarga sust, saya adik iparnya" jelas Rin<br />
"Maaf mbak, kalo bisa saya ingin bicara dengan suaminya ?"<br />
"Saya suaminya sust..." ujarku<br />
"<span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="0e54b610-cd1a-4f50-a9af-c164af160974" ginger_sofatware_uiphraseguid="3e5fabe8-8688-4b95-afa6-e0eb6e83a4dd" grcontextid="Bapak:0">Bapak</span> <span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="3a296226-ef15-4ba9-80ca-e2903765ba5a" ginger_sofatware_uiphraseguid="3e5fabe8-8688-4b95-afa6-e0eb6e83a4dd" grcontextid="suaminya:1">suaminya</span> ?" tanya perawat itu mengulang kembali, seolah tidak percaya jika aku adalah suaminya... <span class="GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="e0939b55-cff5-449b-9591-4afa29ed06c8" ginger_sofatware_uiphraseguid="9bc17a79-1300-4e6d-ac34-5274c57e367d" grcontextid="mantan:0">mantan</span> <span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="2ceac33a-bac1-4f3e-96d6-a8c762dbb6f3" ginger_sofatware_uiphraseguid="9bc17a79-1300-4e6d-ac34-5274c57e367d" grcontextid="tepatnya:1">tepatnya</span>.<br />
"Iya, tolong jelaskan ada apa dengan istri saya ?"<br />
"Baiklah mari bapak ikut saya kedalam, ada beberapa penjelasan dari dokter"<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Kurang lebih sebatangan rokok lewat, aku keluar dari ruang intensif, dengan membawa beberapa berkas dan disambut oleh Rinjani yang langsung bertanya tentang kondisi Farida.<br />
"<span class="GINGER_SOFATWARE_noSuggestion GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="62d22370-cf1e-454d-8972-e812b81c80e6" ginger_sofatware_uiphraseguid="b8d647a2-1d03-4121-9253-b05b2c2d43f1" grcontextid="Bagaimana:0">Bagaimana</span> <span class="GINGER_SOFATWARE_correct" ginger_sofatware_markguid="97ef071a-c586-423e-9681-4c2f44d813d1" ginger_sofatware_uiphraseguid="b8d647a2-1d03-4121-9253-b05b2c2d43f1" grcontextid="mas:1">mas</span> ?"<br />
"Farida belum sepenuhnya stabil, aku harus mencari darah ke bank darah PMI diseberang jalan... kamu tunggu saja disini ya sayang..." ujarku sambil mencium bibir Rinjani yang saat itu hanya terpana dan tidak mengerti kenapa tiba-tiba aku berkata seperti itu. Dan aku sendiri tidak pernah mengerti kenapa aku berkata seperti itu, bahkan mencium bibirnya semua terjadi dengan begitu saja...<br />
Tanpa menunggu lebih lama, aku bergegas keluar ruang intensif dan menuju lobby untuk menyelesaikan administrasi serta mengambil darah yang sudah diminta oleh tim dokter.<br />
<br />
Tidak seperti biasanya, suasana lobby sangat ramai dengan orang-orang yang duduk di ruang tunggu. Hal tersebut menjadi aneh karena saat itu loket pembayaran belum dibuka, maklum saja dini hari pukul 03.00 pagi, lalu apa yang sebetulnya mereka tunggu, tapi aku tidaklah begitu terusik dengan hal tersebut aku punya urusanku sendiri yang harus diselesaikan.<br />
<br />
Setelah melakukan pembayaran aku berjalan keluar halaman rumah sakit, saat itu cuaca begitu cerah dan terang benderang. Rembulan tampak bulat penuh menyinari redup seolah menyapaku dengan lembut. Sesekali bintang terlihat berkelip coba mengalahkan sinar rembulan, namun cahayanya selalu kalah oleh dominasi sang dewi malam.<br />
<br />
Seorang kakek tua yang berdiri disudut koridor menatap lekat kearahku, wajahnya begitu menyeramkan walaupun coba menyapa dengan seringai yang ramah, tapi tetap saja membuat hatiku ciut dan luruh tanpa dapat membalas senyumannya.<br />
<br />
Selepas lapangan parkir yang cukup luas, akhirnya aku dapat melihat bank darah tepat diseberang jalan. Suasana jalan saat itu lengang dan sepi tanpa fikir panjang aku melangkahkan kakiku... tiba-tiba sebuah cahaya putih menyilaukan membuat pandanganku tersamar dan aku tidak pernah tahu cahaya apa itu.Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-74521784996987401552013-05-01T14:37:00.002+07:002013-05-10T10:36:41.572+07:00Friend of Foe ?"Ahemm... sorry ya kalo ganggu" Suara Maya memecah keheningan yang sejenak menyelimuti aku dan Rin setelah luapan emosi yang tidak tertahan akhirnya lepas tak terkendali. Rin nampak salah tingkah, canggung dan segera duduk menjauh menjaga jarak denganku entah karena takut atau segan dengan keberadaan Maya diantara kami.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Aku segera berdiri menghampiri ruang kaca dan kembali memandangi Farida yang masih tertidur lelap berjuang diantara hidup dan mati. Tanpa mempedulikan Maya yang pada saat itu berdiri dibelakangku, tak ada keinginan untuk memandang sedikitpun kearahnya karena aku tahu itu akan meluluhkan hatiku dan membuat jiwaku jatuh terkulai tanpa dapat melawan.<br />
<br />
"Apa khabar Gee...?" tanya Maya<br />
"Yaa beginilah keadaanku, bisa kau lihat sendiri"<br />
Tidak puas dengan jawabanku dia ikut berdiri disampingku memandangi Farida, lalu menoleh kearahku dengan tatapan yang tajam.<br />
"Aku datang baik-baik Gee, sebagai teman yang khawatir akan keadaanmu dan Farida"<br />
"Teman..." aku tersenyum sinis, coba mengatur ritme nafasku agar tidak nampak luapan emosi yang semakin meledak-ledak, agar tidak kembali bersimpuh dan memohon iba nya untuk membuka kembali hatinya untukku.<br />
"<i>Damn Gee... you treat me like an enemy, you don't even look at me</i>" ujar Maya lirih, namun masih dapat aku dengar sepelan apapun suaranya karena setiap kata yang keluar dari bibirnya yang tak dapat aku lupakan adalah untaian kata yang sangat aku nantikan. <i>So naive and stupid, but my heart was hurt too bad to admit all this feelings</i>.<br />
"<i>Enemy?</i>" aku mulai memberanikan diri menatap tajam diantara kedua belah matanya yang indah.<br />
"Sebegitu bencikah kamu pada diriku Gee ? tidak dapatkah kamu menerima kenyataan bahwa hubungan kita memang sudah berakhir dan kembali bersahabat seperti dulu ? aku tidak nyaman dengan kondisi seperti ini"<br />
Aku tersenyum dan mengalihkan pandanganku pada Farida, berharap mendapatkan kekuatan untuk mengucapkan kata yang akan aku sampaikan pada Maya. Sejenak menarik nafas dan...<br />
<br />
"<i>I don't have time to looking for an enemy it is wasting my time and my energy, but I don't need you to become my friend either. I want to move along continue on my journey, try to erase you out of my mind. So, be a good person that I knew before as we are not friend like when we first met. </i>"<i><br /></i><br />
"Lalu aku harus bagaimana Gee ? dilihat dari sisi manapun hubungan kita memang sudah salah, maafkan aku jika memang harus melepasmu. Justru aku coba menyelamatkan rumah tanggamu agar tidak hancur, kau sendiri yang memilih untuk mengakhiri pernikahanmu... bukan aku" intonasi suara Maya mulai sedikit demi sedikit meninggi.<br />
"<i>I don't care whether you try saving my ass or not, all I knew is that I have try to convince you that I do really care about you, I beg you to say the truth inside your heart, and all I heard is you didn't have anything left about me, yes you dump me like a garbage. So here I am, your garbage... Why now you feel uncomfortable with your own garbage ? Maya... I am not your enemy... I am your garbage remember ?</i>"<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9_da9RPgjaD72bPuc_4MtoUELpK9qL0ug1iG3F6__aNFAjS_4KaK5gIO6Cdk6Rk8dVQXqfECjhS1yLv625ZhYBQRb7lZDlBIsCRQX94jj7UcFX0ZyhWHYCg3n43T3bN-tacj9EX7mlQYV/s1600/tumblr_mei3fkonvD1rmcxu2o1_400.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="308" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9_da9RPgjaD72bPuc_4MtoUELpK9qL0ug1iG3F6__aNFAjS_4KaK5gIO6Cdk6Rk8dVQXqfECjhS1yLv625ZhYBQRb7lZDlBIsCRQX94jj7UcFX0ZyhWHYCg3n43T3bN-tacj9EX7mlQYV/s400/tumblr_mei3fkonvD1rmcxu2o1_400.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
"Gak usah sok kebule-bulean begitu, kamu memang brengsek Gee..." mungkin itu kata terakhir yang aku dengan darinya, karena setelah itu dia pergi meninggalkanku. Meninggalkan semua kehidupanku sepenuhnya tanpa berpaling lagi. Sebuah kata yang akan aku sesali seumur hidupku tapi aku harus mengucapkannya.<br />
<br />
"Tahukah kamu apa yang aku pinta pada Tuhan setiap malam ?" ujarku setengah berteriak.<br />
"<i>How do I know, and why do I care anyway...</i>" balas Maya seraya membalikan badan dan mulai gusar dengan semua ucapanku.<br />
"Aku memohon pada Tuhan agar hatiku dipalingkan darimu, kau tahu kenapa ? karena aku tidak pernah bisa dan tak kuasa untuk menghilangkan perasaanku padamu. Mungkin aku orang pintar yang bodoh, tapi setidaknya aku bukan seekor kambing yang harus masuk lubang untuk ketiga kalinya May..."<br />
"Jadi kamu fikir selama ini aku membodohimu ?"<br />
"Aku tidak pernah berkata demikian, seperti yang kau katakan sebelumnya. Semua kebodohan adalah ulahku sendiri, dan aku tidak pernah bisa berhenti bertingkah bodoh dihadapan orang yang aku cintai... itu sebabnya aku serahkan semua pada Tuhan karena aku sudah menyerah dengan segala kebodohanku May"<br />
"dulu aku mengagumimu karena kau begitu bijak dan dewasa tapi sekarang sudah tidak tersisa sama sekali... selamat tinggal Gee"<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
"<i>Oh... my... God... I can't believe you said that mas...</i>" kata Rin seraya memelukku dari belakang sesaat setelah Maya menutup pintu ruangan.<br />
"<i>Yeah, what did you expect anyway... </i>kembali menghiba memohon agar dia menerimaku kembali ?"<br />
"Tapi mas kan begitu mencintai dia ?"<br />
"Cinta... obsesi... hanya dibatasi oleh lapisan yang tak kasat mata, biarlah jika memang aku harus menderita disisa hidupku tanpa mendapatkan cintanya. Karena aku akan lebih menyesal jika harus kehilangan..."<br />
"Sttt.... jangan diteruskan mas, tak ada yang kehilangan apapun, karena jauh sebelumnya pun kita tidak memiliki apa-apa"<br />
<br />
Aku dan Rin saling berpelukan memandangi ruang observasi, berharap Farida bisa siuman dan tersenyum kembali...Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-77809221702667876642013-04-30T17:51:00.001+07:002013-04-30T17:57:12.902+07:00Distraction<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_n8eJkF2-g1Ci-PvI-dqWKzfIMvO3s-gS9ux5L0MtWIgsHvqwrY0DMfg14u8htqYLTxL_EqSkG4Vm2VvTc0zFT-sRfgyqYuEm2ec_OdoRoAE8HXolXDPeKtwHKXwW96KZ6L01ac99hORz/s1600/distraction-brown-750px.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="160" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_n8eJkF2-g1Ci-PvI-dqWKzfIMvO3s-gS9ux5L0MtWIgsHvqwrY0DMfg14u8htqYLTxL_EqSkG4Vm2VvTc0zFT-sRfgyqYuEm2ec_OdoRoAE8HXolXDPeKtwHKXwW96KZ6L01ac99hORz/s400/distraction-brown-750px.png" width="400" /></a></div>
Aku hanya dapat memandangi wajahnya dibalik kaca tebal yang membatasi antara aku dan Farida, namun itu tidak sebanding dengan tepi batas imaginer yang kasat mata terbentang lebar antara jiwaku dan jiwanya yang tengah berjuang menjalani takdir hidup. Aku kira dengan membawanya ke Jakarta akan membawa perubahan yang lebih baik dengan kondisinya, tapi semua perhitungan dan analisa para dokter itu salah walau aku tidak dapat menyalahkan mereka juga.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Aku tak dapat lagi menyentuhnya, bahkan untuk merasakan detak jantungnya sekalipun. Dia terbaring lemah diruang intensif, sementara jarum infus saling melintang menghujam disetiap pembuluh darahnya menyayat jiwaku yang hanya dapat terpaku berdiri tanpa dapat berbuat apa-apa.<br />
<br />
"Farida... maafkan aku" lirih kata-kata tersebut mengalir begitu saja dari bibirku. I feel some strange feelings deep down in my heart, some unforgivable regret that always stab me so many times.<br />
Sebuah sentuhan lembut terasa hangat membelai bahuku, aku menoleh pada sosok yang saat itu tengah menatapku dengan penuh kekhawatiran. "Yang sudah berlalu biarlah berlalu mas, saat ini ada hal yang lebih penting dari meratapi dan menyesali semua yang sudah terjadi..."<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
<br />
<i>Entahlah.....</i><br />
<i>Langit yang kupandang sama seperti dulu aku mencintamu....</i><br />
<i>Hingga tak bisa lekang sebuah cerita yang ingin aku bakar di api amarah...</i><br />
<i>Tapi langit pun melukisnya hingga tatap netra tak pernah bisa berhenti menatap sosok itu.</i><br />
<i><br /></i>
<i>Aku kehilangan hati....</i><br />
<i>Aku biarkan hidup tak mempunyai hati.....</i><br />
<i>Dan cita dan cinta yang hadir, semata hanyalah semanis gula yang larut dan kembali tawar..</i><br />
<i><br /></i>
<i>Tapi aku juga telah memperkokoh akan cerita itu akan kembali...</i><br />
<i>Memperkokoh kebengisan, amarah, kejahatan dan kelicikan di hatiku...</i><br />
<i>Yang akan aku persembahkan jika sosok terlukis dilangit kembali turun di hening malam dan mengajak menari di sinar rembulan....aku telah bersiap di sebuah jasad yang tanpa hati.</i><br />
<br />
Gumamku dalam hati, mengutip dari sebuah syair seorang perindu dalam diamnya (<a href="https://www.facebook.com/syair.merindu?hc_location=stream" target="_blank">Syair Merindu</a>), tapi yang ada kini semua terasa begitu salah dan rumit. Aku ingin memeluknya, mendampinginya saat dia sudah tidak lagi menjadi milikku.<br />
<br />
"Rin, apakah aku..."<br />
"<i>You asking me that question for many times honey...</i>" potong Rin seolah dia sudah membaca isi kepalaku yang akan mempertanyakan kembali rasa bersalah yang menghinggapi jiwa dan berharap ada pembenaran yang bisa menyinari gelapnya jalanku sekarang ini.<br />
"<i>Oya, almost forget someone want to see you Gee...</i>"<br />
"He, siapa ?"<br />
"<i>Maya, she's waiting behind that door</i>"<br />
"<i>I had enough with all this distractions Rin...</i>"<br />
"Sabar ya, dia datang sebagai seorang sahabat yang khawatir akan kondisimu saat ini..."<br />
"Sahabat... hehehehehe" aku hanya tersenyum sinis tanpa melepaskan pandanganku kearah Farida yang saat ini sedang terbaring.<br />
"Tidak semua mempunyai jalan fikiran yang sama dengan kamu Gee... bagi sebagian orang ketika sebuah hubungan telah tidak dapat dipertahankan mereka akan merasa nyaman jika menggeser hubungan tersebut menjadi sebatas sahabat"<br />
"Sahabat <i>ndasmu</i>..."<br />
"Koq jadi guwe sih..."<br />
"Kamu berfihak pada dia, kau fikir dengan semua yang telah terjadi lalu dengan mudahnya kembali menjadi sahabat ? bull shitt !!!"<br />
"Iya, aku mengerti tapi tidak sepenuhnya kesalahan ada pada dia Gee... kamu juga kan yang memutuskan untuk pergi dari dia"<br />
"<i>She dump me like a garbage you know...</i>"<br />
"<i>Yes I know, and I do understand your feeling right now. But can't you forgive her ?</i>"<br />
"<i>I do forgive her, but not forgotten after what she has done to me.</i>"<br />
"<i>Why can't you forget her ?</i>"<br />
"<i>Because I loved her... was.... I have answer your question okay</i>"<br />
"<i>Then show her that you are.... at least ever loved her</i>"<br />
"<i>Hell no, it's too painful to me</i>"<br />
"<i>Why, what happen between you and Maya ? why you can't forgive her ? why you feel like you are dumped ?</i>"<br />
"<i>I fucked her okay !!! I give her all my passion, I give her all my feeling, I give her all my life, I had left Farida for her and now she's dump me... just FUCK YOU Rin...</i>" aku mulai emosi dengan serentetan pertanyaan Rinjani yang semakin menyudutkanku. Aku menghempaskan tubuhku pada sofa diruang tunggu, tak peduli perawat memandangku dengan sorot mata tajam karena kegaduhan yang aku buat.<br />
<br />
Rinjani mendekatiku, mendekapku dengan erat, airmatanya perlahan menetes menelusuri pipinya yang lembut. Semakin lama semakin deras, dan mulai sesekali terdengar isak tangis yang dalam seolah ingin meraih jiwaku yang saat ini sedang terkucil dalam gelapnya sudut hati yang tersesat.<br />
<br />
"Maaf aku tidak tahu jika perasaan yang terlibat sedalam itu... maafkan aku Gee"<br />
"Ya sudahlah, aku tidak mau melihat dia Rin, aku minta tolong agar kau sampaikan saja pada dia bahwa aku baik-baik saja dan akan lebih baik jika dia tidak pernah masuk lagi dalam hidupku"<br />
"Iya... baik Gee, akan aku sampaikan" jawab Rin, tapi sepertinya dia tidak melepas dekapannya yang semakin erat pada tubuhku.Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-89430788160281629042013-02-22T03:34:00.001+07:002013-02-25T10:21:58.286+07:00Objectivity View<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWSkV5pB_ST_1N1vw6Ous2TyXwzo-y5MEVIzvpVrMf4eyOebiAPjhvXxVvbRnkpSovq8fVoy6GrF11g8mnEScQcXC-GO_27kw-hN7CBjyaTczR23qPNynmX0U1_i_hq-JVL-awn_zGidJW/s1600/NewsAmeritradeO2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWSkV5pB_ST_1N1vw6Ous2TyXwzo-y5MEVIzvpVrMf4eyOebiAPjhvXxVvbRnkpSovq8fVoy6GrF11g8mnEScQcXC-GO_27kw-hN7CBjyaTczR23qPNynmX0U1_i_hq-JVL-awn_zGidJW/s400/NewsAmeritradeO2.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
Lagi-lagi insomnia menghantuiku, tapi kini bukan bayangan Maya yang bermain dikepalaku melainkan kondisi Farida yang sedang berjuang melawan maut. <br />
Kamar sebelah sepertinya sudah tertidur pulas, karena tidak terdengar lagi suara tertawa Lisa yang bersenda gurau dengan Rin. Aku baru saja hendak merebahkan diri di kasur tiba-tiba pintu kamar hotel diketuk.<br />
"Mas Gee, sudah tidur kah ?" suara Rin dibalik pintu kamar membuatku kembali bingung, haruskan kubiarkan Rin masuk dan menggodaku kembali? Jika malam sebelumnya aku bisa bertahan mungkin malam ini lain cerita.<br />
<a name='more'></a><br />
Terdengar pintu diketuk lagi untuk kedua kalinya, akhirnya aq putuskan untuk mempersilahkan Rin masuk menemaniku.<br />
"hai, masuk Rin... Lisa ?"<br />
"Sudah tidur mas, aku kira mas udah tidur tadi diketuk ga bukain pintu..."<br />
"aku bingung mau bukain pintu, takut terjadi hal yang diinginkan"<br />
"hahahaha, aku janji deh gak akan nakal..." aku menatap tajam wajah Rin, lalu ku acak-acak rambutnya. "kamu tuh, I care about you so much. Lucky you that now I'm not Gee the pervert one"<br />
"atau jangan-jangan sudah ga mampu berdiri mas..."<br />
"one more words came out from you to flirt me, believe me it will happen"<br />
"iya-iya maaf, aq kemari penasaran kenapa mas begitu ketakutan gara-gara masalah tadi siang"<br />
"masalah yang mana ?"<br />
"halah pake pura-pura segala, lupa atau memang sengaja ga mau bahas..."<br />
"haruskah aku bicarakan tentang aibku ?"<br />
"harus, aq udah disini sih..."<br />
"ya udah, duduk yang manis, dengarkan baik-baik"<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul 3 dini hari. Tapi Rin tidak terlihat ada tanda-tanda mengantuk, malah semakin semangat mendengarkan kisahku.<br />
"hmm, accidentally in love... Aku jadi penasaran apa yang telah Maya perbuat hingga mengharu biru kan seorang Gee" gumam Rin sambil manggut-manggut<br />
"I miss the moment in time with her, though I don't want to see the person even just in mind" jawabku<br />
"tapi, mas sadar jika diteruskan pun hubungan kalian tidak akan berjalan dengan mulus ?"<br />
"sadar, itu sebabnya aku coba untuk membencinya terhitung semenjak peristiwa diusirnya aku dari apartemen dia dan kau temukan aku di kantor polisi dengan semua mahakarya yang aku gores dipelipis dan disekujur tubuh"<br />
"itu bukan mahakarya mas, jelas-jelas itu babak belur karena ulah mas sendiri"<br />
"hehehe, aku merasa hidupku hancur saat itu. Disaat aku mencintai seseorang dengan sepenuh hati, tanpa melihat coreng atau aib yang tergores di hidupnya, tanpa mendengar nasihat orang-orang disekitarku yang mengingatkanku jauh-jauh hari, yang ada dalam fikiranku adalah aku ingin bahagia hidup bersama dia"<br />
"syukurlah mas gak jadi sama dia..." ujar Rin dengan nada sedikit ketus.<br />
"oya, memangnya kenapa ?" tanyaku<br />
"mas Gee, dia itu cocoknya buat pacaran. Dengan gaya hidup dia seperti itu, mana pernah dia berfikir serius menjalin hubungan dengan seseorang..."<br />
"hemm, ini bukan pertimbangan subjektif kan ?"<br />
"no, I try to see in objectivity view" Rin coba menyelami jiwaku dengan memandang lekat jauh kedalam mataku dan kembali berkata "mas Gee, jujur aku kuatir melihat kondisimu. Walau seribu kali kau bilang lupa, benci, gak peduli, dan apapun pembenaran dirimu menyangkal bahwa ternyata hingga detik ini kau masih berharap segaris celah untuk dapat bersama dia lagi"<br />
Aku terdiam, kata-kata itu menyentuh jiwa yang resah kurasakan. <br />
"benarkah ?"<br />
"aku tidak sedang menebak mas, aku menghubungkan semua ceritamu dengan perilakumu hingga saat ini. Jujur sekali lagi aku katakan kasihan melihat kondisimu"<br />
"so, what should I do ?"<br />
"there's nothing you can do about it, semua sudah menjadi bagian cerita hidupmu yang tidak pernah bisa kau hilangkan. Ditambah kau kini benar-benar sendiri kehilangan segalanya"<br />
"Rinjani... Rinjani..."<br />
"ya, kenapa dengan aku mas ?"<br />
"kau seolah sedang menelanjangiku dengan semua analisamu..."<br />
"oya, berarti kata-kataku benar dong ?"<br />
"harusnya gantian aku sekarang menelanjangimu kali ya..." ujarku dengan tatapan nakal<br />
"ih, mas Gee nakal !!!" jawab Rin sewot, dia memukulku dengan bantal yang dia peluk sedari tadi.<br />
"haduuh Rin, sakit tau kena pelipisku yang luka..."<br />
"oh, maaf cini cini ta sembuhin..." ujarnya dengan manja, sambil mencium pelipisku yang terlapisi perban.<br />
"ini juga sakit..." lanjutku sambil menunjuk pada bibirku.<br />
"ahahaha, itu mah maunya mas kali" cibir Rin seraya pergi meninggalkan kamarku.<br />
"heh, kamu mau kemana Rin ?"<br />
"ngantuk ah, mau bobo dulu..."<br />
"yaah, gila udah nanggung gini ditinggalin" gumamku dalam hati.<br />
<br />
Malam itu pun aku terkoyak oleh sepi dan beban gejolak hasrat yang tak tersalurkan, kurang ajar emang Rinjani. Memangnya aku ikan pake dipancing tarik ulur seperti ini, huft nasib tidak berfihak padaku malam ini.Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-55722524002922438012013-02-21T23:54:00.001+07:002013-05-10T10:49:56.879+07:00I Will Never Leave You<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgakLnrnQ7KaWKVGF4RK5FnkAWnz8v4yLgYWqGQ9X0CtYilTdLThkCcHYTBefM1RSpyKrNBdcrVP1ia3CHmLMxGG8WqAXPA3GeDz4bJWomHXortYQ_67o_PNAng8Q4jSVBWHIUPBzkICZc4/s1600/I-Promise-I%E2%80%99ll-never-Leave-you.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="222" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgakLnrnQ7KaWKVGF4RK5FnkAWnz8v4yLgYWqGQ9X0CtYilTdLThkCcHYTBefM1RSpyKrNBdcrVP1ia3CHmLMxGG8WqAXPA3GeDz4bJWomHXortYQ_67o_PNAng8Q4jSVBWHIUPBzkICZc4/s320/I-Promise-I%E2%80%99ll-never-Leave-you.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Sudah tiga batang rokok aku bakar untuk memenuhi paru-paruku dengan polusi mematikan ini. Tapi nyatanya rasa bersalah itu tidak juga pergi dari benakku, seolah sisi lain diriku terus meneriakkan caci maki akan kesilapan lidah mengungkap nama terlarang dihadapan Rinjani.<br />
"<i>you are stewpid Gee... You are very-very stewpid...</i>" umpatku pada diri sendiri. <br />
Keringat dingin mengalir deras disela-sela kening dan sebagian membasahi perban yang sudah berwarna merah kecoklatan buah tangan dari Jakarta yang menjadi saksi hancurnya egosentris seorang aristokrat oleh wanita.<br />
<a name='more'></a><br />
"<i>you can't keep running away from your problem Gee</i>" tiba Rin sudah berdiri dihadapanku.<br />
<i>"what do you care anyway...</i>"<br />
"<i>what do I care? What do I care? Oh Gee... Come on</i>"<br />
"<i>I know what will happen next okay... You will walk away like Maya</i>"<br />
"<i>What? Gee I don't understand...</i>"<br />
"<i>you pretend like that nothing happen, but actually you angry because I said someone name, the forbidden name...</i>"<br />
"oh masalah itu... Aku gak apa-apa mas, serius gak apa-apa"<br />
"<i>Rin... You can lie to me but your eyes can't</i>"<br />
"<i>huft... Okay I little bit angry, but I won't leave you, what should I ?</i>"<br />
"<i>see... </i>"<br />
"<i>damn it Gee, what's wrong with you ? I am angry, yes... I lie to you yes, but I am not Maya. For God sake, I'm better that that woman Gee. I apreciate you, I respect you, I make a friend with Farida, I will never dump you like she did... Even I believe I prettier than that bitch so enough to blame your self...</i>"<br />
"<i>... Oh no, don't tell me... You are jealous Rin</i>"<br />
"<i>yes I do, so what ? Did I have to make my self horny and said Wow huh?</i>"<br />
"<i>damn... You are so cute when you are mad...</i>" <br />
"<i>shut up, and please stop that silly question...</i>"<br />
"<i>yes, I'm sorry...</i>" akhirnya aku dan Rin saling terdiam, hanya mata kita yang berbicara...<br />
"<i>did you...?</i>"<br />
"<i>stop it Gee... I know what you are gonna ask</i>"<br />
"Rin, guwe suka gaya lo..." ucapku dalam hati.<br />
"Gee, kau hampir saja memaksaku mengatakan aku cinta padamu" keluh Rin yang dapat menghela nafas lega tidak membuka perasaan yang sebenarnya pada Gee.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Hari mulai beranjak senja, aku meminta izin untuk kembali ke hotel pada Ray. Untuk sementara waktu Lisa ikut bersamaku tinggal di hotel, lagipula Lisa nampaknya sudah mulai dekat dengan Rin yang memberikannya mainan baru, Galaxy Tab.Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-48281638230465050582013-02-21T00:36:00.001+07:002013-06-03T17:29:26.345+07:00Careless Mind<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzqbZjACGO-SOtOFgrLvsP0tY6RZYRaJkTu9xQpG47444r_IKgMVFtF8VwCVDUh9k55xTuDS_YcF98yQWnmK_dVm3VtVUh2jhDvBFghz6H6JNUGEYcEHC3-3IysYoecWt82RSOOjWVXdm1/s1600/tumblr_mdjzijKO6Q1qfxro7o1_500.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzqbZjACGO-SOtOFgrLvsP0tY6RZYRaJkTu9xQpG47444r_IKgMVFtF8VwCVDUh9k55xTuDS_YcF98yQWnmK_dVm3VtVUh2jhDvBFghz6H6JNUGEYcEHC3-3IysYoecWt82RSOOjWVXdm1/s400/tumblr_mdjzijKO6Q1qfxro7o1_500.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<span class="GingerNoCheckStart"></span>Exhausted... Mungkin itu kata yang tepat menggambarkan kondisi tubuhku saat ini. Dengan langkah gontai aku meninggalkan ruang dokter bersama Raihan, coba menerima bahwa ini semua nyata bukan sekedar mimpi buruk walau harapan untuk terbangun itu tetap melekat dalam hati. Sayangnya aku tahu bahwa ini memang benar nyata adanya.<br />
<a name='more'></a><br />
"Mas Gee...!" terdengar suara Rin dari arah belakang, ketika kumenoleh Rin dan Lisa sedang melambaikan tangan kearahku, aku dan Ray segera menghampirinya.<br />
"where have you been ?"<br />
"Farida has moved to IHC mas..." jawab Rin<br />
"IHC ?"<br />
"ruang intensif, masa kritisnya sudah lewat"<br />
"thank God, where is she now ?"<br />
"come on, follow me" ajak Rin.<br />
"pake bahasa Indonesia bae priben je..." Ray menyeletuk, sewot juga mendengar pembicaraanku dengan Rin. Aku dan Rin hanya tertawa, bahkan Lisa ikut meledek ayah tirinya sambil tergelak.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Ruang intensif peraturannya lebih ketat, yang diperbolehkan masuk paling banyak hanya dua orang itu pun harus melepas alas kaki. Kasihan Lisa, karena umurnya belum cukup untuk dapat ikut menemui mamanya. Tapi dengan sedikit bujukan dan ditemani Rinjani, akhirnya dia mau menunggu sementara aku dan Ray masuk untuk melihat kondisi Farida.<br />
<br />
Kulihat Farida tergolek lemah, belum sadarkan diri. Saluran selang infus bersilangan menancap di pembuluh nadinya, tak dapat digambarkan perasaanku saat itu, aku hanya berdiri tertegun disamping Farida coba bertahan untuk tidak jatuh terkulai lemas. Ray mengusap lembut rambutnya yang tergerai, menyapu butiran keringat yang terkumpul di keningnya. Menyaksikan pemandangan itu aku mengurungkan niatku untuk apapun yang terlintas dibenakku.<br />
<br />
"Ray, aku menunggu diluar saja ya" bisikku pada Ray agar tidak mengganggu pasangan tersebut sekaligus pergi sejauh mungkin dari hadapan mereka.<br />
"oh iya mas, monggo" jawab Ray, yang diiringi langkahku berlalu keluar dari ruang intensif tersebut. Setelah menutup pintu, aku tidak dapat berkata-kata hanya bersandar dan memejamkan mata sambil menahan bibir ini agar tidak bergetar hebat.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
"mas yang sabar ya..." ternyata Rinjani melihat perubahan riak wajahku, dia menghampiri dan menggenggam erat tanganku.<br />
Terasa hangat dan nyaman, genggaman itu sedikit menguatkan jiwa yang luruh hancur tak berkeping.<br />
"i need a hug..." ucapku lirih, dia pun tersenyum dan memelukku dengan hangat. Sebuah pelukan yang menenangkan jiwa, mengingatkanku kembali pada perpisahan terakhir ketika aku pergi meninggalkan Maya untuk menjauh di pedalaman Parigi.<br />
<br />
"my life was fuck up May..." seketika itu juga pelukan Rin terlepas, dia memandangku dengan tatapan kaget coba memastikan pendengarannya sekilas lalu.<br />
"did you call me May ?"<br />
"heh, did I ?" aku sendiri kaget dan tersadar jika tadi aku salah ucap, kesalahan yang fatal.<br />
"yes you did... You still love her don't you mas ?"<br />
"I... I think it's just some mistake Rin..."<br />
Rin hanya tersenyum, lalu balik menggodaku.<br />
"Cieee... Akui saja mas, aku gapapa koq" ujarnya sambil meninju pundakku sebagai candaan yang bagiku tidak biasa.<br />
"maaf ya Rin..."<br />
"gak usah minta maaf kali, wajar lah mas... Itu artinya mas memang bener-bener jatuh cinta sama dia. It's okay" jawabnya datar.<br />
<br />
Rin menjauhiku, duduk bersama Lisa yang sedang asyik bermain games di galaxy tab nya Rin. Sedangkan aku tertunduk, diam tak bisa bicara. Aku jelas-jelas menyakitinya, bodohnya aku bisa sampai salah ucap terlebih di situasi seperti ini.<br />
Aku benar-benar salah tingkah, takut kehilangan, malu dan rasa lainnya bercampur aduk. Kucoba dekati mereka, Rin hanya menoleh tersenyum dan kembali bermain bersama Lisa.<br />
"mampus guwe, tiap kepikiran Maya pasti sial melulu..." gumamku dalam hati.<br />
"Rin, I'm sorry..."<br />
"sorry ? For what ?" riak wajah Rin begitu palsu dan penuh kepura-puraan. Aku tahu dia marah, I'm so sure about that.<br />
"iya tadi aku salah ngomong..."<br />
"mas Gee... It's okay, everybody make mistake. Don't be so hard to your self, aku tahu kondisimu yang begitu kalut sehingga terlontar begitu saja"<br />
"no, it's not okay... Kamu berubah Rin, kamu berpura-pura gak apa-apa"<br />
"mas..."<br />
"yup..."<br />
"it's okay... Really" tapi lagi-lagi setelah dia mengucapkan itu, wajahnya dipalingkan membelakangiku dan asyik mengajarkan Lisa bermain tab. Aku kini benar-benar pasrah, tanpa mengeluarkan sepatah katapun aku pergi berlalu mencari tempat dimana aku bisa merokok untuk menghilangkan stress yang sudah sangat memuncak.<br />
<span class="GingerNoCheckEnd"></span>Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-2831948222069959272013-02-19T15:32:00.000+07:002013-02-19T15:41:38.865+07:00A MomentLangkah kecil itu nampak kepayahan mengimbangi cepatnya langkah kaki dewasa yang menelusuri lorong rumah sakit, menuju ruangan yang diarahkan oleh perawat di bagian resepsionis.<br />
"Papa pelan-pelan, Ica capek..." keluh Lisa, menyadarkan aku dan Rin bahwa kita tidak berjalan sendiri, ada langkah kecil Lisa yang mengikuti dari belakang.<br />
Aku berbalik dan tersenyum, mencubit gemas pipinya.<br />
"Ya ampun papa sampai lupa kalo ica ada dibelakang" aku segera menggendong Lisa "nah kalo begini, kamu gak akan capek lagi..." Lisa hanya mengangguk dan tersenyum manis. Lalu aku bergegas melanjutkan pencarian ruangan tempat Farida dirawat.<br />
<a name='more'></a><br />
"ruang apa tadi kata perawat ?" aku coba memastikan ruangannya pada Rinjani.<br />
"kalo gak salah ICU mas" jawab Rin, seraya coba melihat penunjuk arah yang ada disekitar lorong rumah sakit.<br />
Tak lama setelah mencapai ujung lorong rumah sakit, disisi kiri terlihat sosok yang tidak asing lagi sedang duduk cemas dengan tak henti-hentinya melirik jam tangannya.<br />
"Ray... Apa yang terjadi" ujarku menyadarkan orang tersebut yang ternyata Raihan, suami Farida.<br />
"mas Gee, Farida tiba-tiba saja pendarahan hebat mas..." jawabnya penuh dengan rasa cemas.<br />
"where is she now ?" tanyaku lagi, sementara Lisa yang bertemu dengan ayah tirinya segera bermanja-manja di pangkuan Raihan.<br />
"sedang ditangani dokter mas, diruang intensif..." <br />
Aku coba melihat dari balik celah yang sedikit terbuka untuk sekedar melihat apa yang terjadi dibalik ruangan ICU tersebut namun sepertinya sia-sia belaka, aku hanya menemukan bagian kosong dari sudut ruangan sedangkan Farida entah berada dimana.<br />
"bagaimana kronologisnya hingga terjadi pendarahan seperti ini ?" aku coba menanyakan kronologis terjadinya peristiwa ini.<br />
"entahlah mas, pagi tadi tiba-tiba saja Farida mengeluh sakit di perutnya dan setelah saya lihat darah sudah dimana-mana" aku yang mendengar pemaparan Ray berusaha terlihat tegar walau nyatanya kulit tubuhku merinding menahan getir jika kubayangkan posisiku sebagai Ray.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Dua jam berlalu, kami berempat masih gelisah menunggu kabar dari dokter bedah yang sedang mencoba menghentikan pendarahan yang dialami Farida, sementara kerabat yang lain memilih untuk menunggu di ruangan yang tepat bersebelahan dengan ruang ICU.<br />
"Bapak Raihan ?" seorang perawat menghampiri kami dengan membawa setumpuk berkas tangannya.<br />
"Ya suster, saya sendiri"<br />
"Bapak diminta kebagian keuangan dahulu untuk mengisi beberapa formulir" ujar perawat sambil menunjukkan arah menuju bagian keuangan. Raihan terlihat gelisah dan balik menatapku, sepertinya aku mengerti apa yang sedang dia fikirkan.<br />
"Ayo bro, kita sama-sama kesana" ujarku, Raihan sepertinya tidak punya pilihan lain. Dia mengikutiku dari belakang menyusul perawat yang sudah berjalan terlebih dahulu kearah bagian keuangan.<br />
<br />
Sekembalinya dari bagian keuangan, Rin segera menanyakan perihal apa yang dibicarakan disana.<br />
"Gapapa koq Rin, hanya mengisi formulir untuk jaminan dan beberapa berkas yang harus diisi oleh Raihan sebagai suami dari Farida" tidak mudah bagiku mengucapkan itu, ada rasa tercekat di tenggorokan seakan apa yang menjadi milikku kini dimiliki orang yang sedang berdiri kebingungan dihadapanku.<br />
"Siapa yang menjamin pembayaran ?" tanya Rin setengah berbisik padaku.<br />
"Aku masih ada simpanan di rekening Mandiri, kamu tenang saja dan tolong temani Lisa jangan sampai dia ikut larut dalam kecemasan"<br />
"Iya mas..." jawab Rin singkat.<br />
<br />
Tak lama kemudian, pintu ruang ICU terbuka dan keluarlah dokter bedah bersama beberapa asistennya. Dia segera mencari Raihan.<br />
"Suaminya ibu Farida ?"<br />
"Ya saya sendiri dok... bagaimana keadaan istri saya ?" jawab Raihan seraya berdiri dari kursi tunggu.<br />
"Ibu Farida sekarang sudah stabil, tapi bapak bisa ikut ke ruangan saya ?, ada beberapa hal yang harus saya bicarakan..."<br />
"Maaf dok, saya minta izin untuk bisa ikut menemani" ujarku memotong pembicaraan Ray dan dokter tersebut.<br />
"Anda kerabatnya ibu Farida ?"<br />
"Bukan dok, saya suaminya..." sepertinya aku salah berbicara, karena raut wajah dokter berubah drastis. Berulang kali dia memandangi aku dan Ray bergantian.<br />
"Anda jangan main-main ya, siapa suami ibu Farida yang sebenarnya ?"<br />
"Saya dok..." ujar Ray<br />
"Saya bekas suaminya dok..." lagi-lagi kata-kata yang menyakitkan harus keluar dari mulutku sendiri. Pengakuan yang tidak terelakkan dari seorang Gee.<br />
"Begini mas-mas sekalian, saya tidak punya waktu dengan candaan kalian, tolong pastikan jika memang suami ibu Farida mengizinkan mas ikut menbicarakan hal ini silahkan tapi kalo tidak tolong jangan buang waktu saya" ancam dokter yang sudah mulai meninggi nada suaranya. Aku hanya bisa memandang pasrah kearah Ray, berharap dia mengizinkan aku menyimak keputusan dokter.<br />
"Saya minta mas Gee ikut menemani saya dok, jika anda berkenan" jawab Ray, membuatku bisa bernafas lega. Sekilas aku memberi tanda pada Rinjani agar menunggu disitu bersama Lisa sementara aku dan Ray masuk keruangan dokter.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Seperti biasa, ruangan praktek dokter adalah ruangan yang paling aku benci. Aroma khas obat tajam menyengat hidungku, mungkin juga karena aku termasuk salah satu manusia yang jarang mengunjungi ruang praktek dokter selama hidup semua sakit yang pernah aku rasakan cukup diobati dan dirawat dirumah saja.<br />
"Bapak-bapak sekalian, ada yang perlu kalian ketahui tentang penyakit yang diderita ibu Farida"<br />
aku coba bersikap setenang mungkin menyimak paparan dokter yang berbicara sangat hati-hati dalam memilih kata yang ingin disampaikan, bagiku itu adalah pertanda buruk yang tidak ingin aku dengar tapi harus aku ketahui.<br />
"Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, semua pengobatan yang kami lakukan disini hanya bersifat mencegah penyebaran sel kanker itu sendiri agar tidak meluas dengan cepat" pernyataan dokter tersebut bagai sebuah petir menyambar tepat diantara kedua mataku.<br />
"Saya ndak mengerti dok, bukannya pengobatan setiap bulan yang rutin dikonsumsi itu untuk mengobati penyakit istri saya dok ?" ujar Ray coba memastikan arti dari kata-kata dokter yang disampaikan tadi.<br />
"Mas Ray, rumah sakit kami mempunyai keterbatasan dari sisi peralatan. Saran saya untuk dapat dirawat lebih baik lagi maka rekomendasi rumah sakit Kanker Dharmais adalah pilihan terakhir yang harus anda ambil" dokter berharap Ray mengerti maksud yang dia sampaikan, sedangkan aku sendiri sudah sangat mahfum akan apa yang disarankan dokter. Fihak rumah sakit sudah tidak mampu untuk menangani lagi, pengobatan yang dilakukan hanya memperlambat kematian, lalu akhirnya hanya menjadi sumber pemasukan bagi rumah sakit dengan pengobatan dan perawatan yang tidak murah.<br />
<br />
Aku dan Ray hanya saling berpandangan, sebuah momen yang jarang terjadi dibelahan dunia manapun. aku saling berpandangan dengan saingan terdekatku, mengkhawatirkan sosok yang sama-sama disayangi oleh kami berdua. Yang pasti wajahnya jauh lebih kusut dariku setidaknya itu membuatku merasa lebih baik dalam hal ini, diluar itu mungkin dia adalah terbaik atas segala-galanya untuk Farida.<br />
<br />
*Yang pasti kami tidak saling berpegangan tangan... camkan ituKazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-26896349757226598872013-02-19T12:45:00.001+07:002013-02-19T12:47:24.525+07:00Berpacu Dengan WaktuAda sesuatu yang tidak biasa dirumah Farida sore ini, banyak tetangga berkumpul begitu juga kerabat dekat. Mereka sibuk membereskan rumah, namun ada juga yang sedang mengepak pakaian kedalam sebuah tas besar.<br />
Rin sempat kesulitan untuk sekedar memarkirkan mobilnya, sementara perasaanku semakin tidak menentu. Beberapa asumsi buruk terlintas dibenakku, tanpa menunggu mobil terparkir sempurna aku segera melompat dan bergegas masuk kedalam rumah. Hanya satu yang aku cari, namun sosok itu tidak aku temukan. Sementara semua mata tertegun menatapku, dengan sinis dan penuh kebencian.<br />
<a name='more'></a><br />
"bude, apa yang terjadi, Dimana Farida ?" tanyaku pada bude Marni orang yang paling di tua kan diseluruh keluarga Farida.<br />
"tenang dulu yo le, duduk sini..." ajak beliau dengan riak muka yang datar. Aku semakin tidak mengerti, dan ketakutan itu semakin besar. Rin yang telah selesai memarkirkan mobilnya segera masuk dan duduk disebelahku.<br />
"Le, Farida semalam mengalami pendarahan hebat. Kini sekarang ada di rumah sakit terdekat dan sudah ditangani dengan baik oleh Ray, bude sarankan kamu tunggu aja disini. Situasi sedang tidak baik, jangan memperburuk suasana" tenang, jelas dan tegas ucapan bude Marni menyampaikan secara halus bahwa aku tidak diinginkan berada disamping Farida saat ini.<br />
"Saya ndak mengerti bude, walau saya sudah bukan siapa-siapa lagi tapi saya masih menyayangi dia bude, saya kuatir terjadi apa-apa dengan dia"<br />
"Gee..." Rin menunjuk kearah halaman, terlihat beberapa kerabat sedang bergegas masuk ke mobil angkutan pedesaan yang disewa borongan dengan membawa serta barang-barang keperluan Farida.<br />
"Le... Kamu gak usah ikut, tolong tinggal aja disini" cegah bude Marni. Emosiku saat itu langsung memuncak, memenuhi seluruh pembuluh darah dikepalaku.<br />
"Bude...!! tolong minggir, saya mau pergi kemanapun itu adalah hak saya"<br />
"Gee, sudahlah..." Rin mencium gelagat tidak baik dari perubahan raut wajahku, seakan dia sudah faham betul kapan aku benar-benar marah.<br />
Beberapa keluarga Farida yang laki-laki berdiri dan memandangku dengan tatapan menantang, salah satunya bahkan menghardik dengan keras dan memperlihatkan sebilah parang yang terselip dipinggangnya.<br />
Aku tidak pernah takut untuk mati, karena aku merasa jiwaku telah lama mati jauh sebelum nyawa ini benar-benar meregang dari jasad yang tak berarti.<br />
"Silahkan, mas Narto mau tebas saya ? Saya tidak pernah takut mati mas. Saya perlu menemani Farida saat ini terlepas apapun status saya"<br />
"Kamu tidak pantas menemaninya... Dasar lelaki brengsek, tidak bertanggung jawab" ujarnya sambil mengacungkan parang diwajahku. Beberapa tetangga coba menenangkan dan melerai pertikaian agar tidak semakin memanas.<br />
Bude Marni tak kuasa melihat suasana semakin kacau, dia memandangku dengan berkaca-kaca. <br />
"Jika kamu benar-benar ingin memperbaiki kesalahanmu, silahkan pergilah dan jangan pernah kembali ke rumah ini lagi..."<br />
Pernyataan itu sudah cukup bagiku sebagai restu mendapatkan kesempatan menemani Farida. <br />
"Saya sungguh-sungguh le, jangan pernah menginjakkan kakimu lagi dirumah ini" bude Marni mengulang lagi perkataannya, namun aku terlanjur tidak peduli dibenakku hanya Farida, dan aku akan menemuinya itu saja.<br />
Tidak ada kendala yang berarti dari keluarga Farida untuk memaksa aku tetap duduk menunggu disitu setelah bude Marni memberikan izin, sementara setiap detik sangat berharga bagiku untuk bertemu dengan Farida yang mungkin untuk keterakhir kalinya.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
"Rin, I'll drive..." ujarku seraya bergegas kearah pintu mobil. Rin hanya menurut saja, tanpa banyak bicara dia memberikan kunci mobil dan duduk manis disebelahku. Sementara Lisa memang aku suruh agar tetap di jok belakang mobil hingga keadaan tenang, walau sedikit bingung dia cukup tegar mengikuti semua proses yang sempat membuat panik.<br />
Kami mengikuti mobil rombongan keluarga Farida, seraya tak hentinya aku memohon pada Tuhan untuk memberikan aku kesempatan menyampaikan maafku dan mencium keningnya.Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-60697597864310554732013-02-18T11:07:00.001+07:002013-02-18T12:03:33.339+07:00Penyesalan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://fc02.deviantart.com/fs9/i/2006/017/9/8/despair_by_werqe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="312" src="http://fc02.deviantart.com/fs9/i/2006/017/9/8/despair_by_werqe.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
Aku coba mengingat kembali kapan tepatnya Farida mulai mengeluh sakit dibagian perut. Saat itu aku hanya menganggap itu hanya alasan dia saja untuk mencari perhatianku. Padahal dia tahu saat itu situasi sudah sangat rumit, dengan segala depresi dan tekanan yang aku terima berusaha untuk berpisah dengan dia.<br />
<a name='more'></a><br />
-o0o-<br />
<br />
Perjuangan tiga tahun untuk berusaha lepas dari ikatan pernikahan yang telah terjalin selama hampir delapan tahun lamanya. Pada awalnya aku menawarkan untuk berpisah secara baik-baik mengingat awal pernikahan pun aku meminta pada keluarganya dengan cara yang baik pula, berharap ketika perpisahan itu terjadi tidak mengurangi perhatian dan tanggung jawabku untuk tetap menyayangi, menafkahi dan membimbing putri semata wayangku menuju kedewasaan. <br />
Namun cinta Farida begitu kuat dan melekat pada diriku, hingga apapun penawaranku selalu dimentahkannya. Sementara, perbedaan prinsip dan cara pandang hidup yang sudah begitu jauh membuat aku semakin tersiksa.<br />
Tersiksa dengan pertanyaan-pertanyaan yang bertubi-tubi menghantam egoku, mengusik cara hidupku, dan coba terus mendominasi kehidupan sosialku. Kecemburuannya pada semua rekan kerja, sahabat, bahkan memantau setiap detail transaksi di rekening pribadiku untuk memastikan seluruh harta yang aku dapatkan sepenuhnya tidak ada yang diselewengkan pada orang selain dia.<br />
Disatu sisi, aku yang semakin merasa tidak mempunyai arti lagi sebagai suami, sebagai seorang kepala rumah tangga, mulai diuji dengan bunga-bunga lain yang datang dan pergi menyentuh kehidupanku. Menawarkan harapan yang semu akan arti diriku, akan penghargaan sebagai seorang lelaki, bahkan gairah dan hasrat yang tidak aku dapatkan dari seorang Farida.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Kehancuran itu semakin jelas dan pasti datang menghampiriku, dan aku semakin tersesat didalamnya. Aku mulai bermain dengan api yang aku biarkan membakarku secara perlahan dan pasti. Hingga suatu saat, ketika permainan itu menjeratku pada rasa cinta yang sesungguhnya. <br />
Ketika aku menemukan cinta itu pada sosok Maya, pada saat itu pula semua berubah. Cinta yang sangat singkat namun benar-benar menancap di relung jiwaku, yang tiba-tiba berubah menjadi angkara dan menamparku hingga terpuruk tak berdaya.<br />
Sejak saat itu aku benar-benar tidak lagi percaya dengan kata komitmen dan mulai melakukan segala cara untuk dapat pergi dari semua hal yang menyakitkan.<br />
<br />
Perpisahan yang seyogyanya aku harapkan tidak menyakiti siapapun pada akhirnya berakhir dengan menggenaskan, dan cinta yang baru saja aku temukanpun aku tinggalkan dengan membawa segudang kecewa. Tak ada yang bahagia dengan perpisahan ini, semua tersakiti, semua terluka, dan semua terhempas.<br />
Kini aku dihadapkan pula dengan rasa bersalah, atas dosa yang telah aku perbuat. Farida harus menanggung beban ini sendiri, semua karena salahku semua karena langkahku yang telah jauh tersesat dan tak tahu kemana aku harus kembali.Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-90067318767082466572013-02-10T23:51:00.001+07:002013-02-15T13:22:06.903+07:00Just Take Me Away (Pledoi)I always said, it was worthed to make my self happy with all the consequences. Again, this is my "pledoi" of my destiny whether I like it or hate it. All I knew is it still killing me slowly but sure.<br />
Aku dan Farida sama-sama tersakiti dengan kondisi ini, tanpa menafikan kenyataan bahwa perselingkuhan itu benar-benar terjadi. Semua yang seharusnya menjadi sebuah pelarian belaka, berubah menjadi cinta yang nyata adanya dan aku terjebak didalamnya.<br />
<a name='more'></a><br />
Kini aku menuai badai dari angin yang aku tebar, seolah semua mata menatapku tajam menghukum dengan deraan perih dihati oleh rasa bersalah. Sementara sisi relung jiwa terus memberontak, menyeruak, meminta keadilan akan timpangnya rasa yang layak aku nikmati juga sebagai seorang insan. Kebahagiaan yang tidak pernah aku dapatkan, harga diri seorang suami yang tercampakkan, ikatan kasih anak dan orang tua yang terputuskan, hilangnya masa lalu demi segenggam ego, hancurnya kerajaan dunia karena deraan prasangka, dan mendampingi seseorang dengan penuh cinta kasih sayang serta pengorbanan untuk mendapatkan anugerah pertikaian setiap pekan setiap bulan dan itu berlangsung seumur hidupmu, layakkah aku merindukan kebahagiaan diri ?<br />
<br />
God, just take me away, far away from this pain, it should not happen if only she accept my offer for a long time ago. So we can separately with care and love between us, I don't want this happen, why she so stubborn to keep me until this feeling was totally banish from my soul. <br />
"hidup tak pernah berfihak padaku Rin..." aku membuka pembicaraan, setelah sekian lama saling diam tanpa sepatah kata pun terucap. Rinjani hanya menoleh sekilas, lalu kembali konsentrasi pada kemudi mengarahkan mobil menuju rumah Farida.<br />
"entahlah mas, aku tidak mengerti harus menjawab apa. Yang aku tahu dan aku fahami saat ini adalah melakukan sesuatu yang terbaik untuk seorang sahabat" ujar Rin dengan lirih. Aku hanya menghela nafas, dan memandang kosong pada jalan yang terlihat lengang.<br />
"aku hanya tidak ingin hidup dalam sebuah mahligai rumah tangga yang dihiasi dengan pertengkaran dan syakwasangka yang menggerus hati yang perlahan membunuh jiwa salah satu diantara kami"<br />
"ya aku tahu mas, semua mempunyai pembenaran masing-masing dan semua merasa tersakiti. Itu sebabnya aku tidak ingin berfihak pada siapapun"<br />
"aku tidak merasakan apa-apa Rin... Aku merasa kosong, aku hanya ingin menebus semua ini... Apakah nyawaku sebanding dengan kehancuran yang sudah aku perbuat?"<br />
"don't you ever said that in front of me mas, I don't like it okay"<br />
"it's okay, I don't like you either... Liar" jawabku, membalas perkataan Rin yang aku rasa mulai coba mendominasiku.<br />
"are still mad of me mas ?"<br />
"I deal with you later okay, now I wanna finish this problem first..." jawabku, yang tidak ingin memperpanjang masalah dengan masalah lain salah satunya tentang kebohongan Rinjani.<br />
<br />
Kami berdua kembali terdiam, membiarkan waktu berlalu mengiringi perjalanan kembali ke rumah Farida. Raut kesedihan tergurat jelas diwajah kami masing-masing membawa rasa bersalah dari apa yang kami lakukan walau kami berdua tahu tak pernah berniat untuk menyakiti siapapun.Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-37152405026677846292013-02-02T22:50:00.001+07:002013-02-04T04:11:01.283+07:00Permintaan Terakhir"Aku tidak pernah bermaksud untuk menipumu mas..." terdengan suara Rin dari arah belakang, aku menoleh kearah suara tersebut. Terlihat Rin dan Lisa berdiri dengan wajah cemas.<br />
"How you can find me?" tanyaku.<br />
"Just my intuition, I think I can find you here"<br />
"hmmm, just lucky guess, I think..."<br />
"Lisa need you mas, she don't want to go back to mbak Farida's house without you"<br />
"Just... Don't say her name in front of me okay... I'm sick of it"<br />
"Mas, mungkin surat ini dapat menjelaskan semuanya..." ujar Rin, seraya mendekatiku dan menyodorkan secarik kertas usang yang masih terlipat rapi.<br />
<a name='more'></a><br />
Perlahan kuraih secarik kertas tersebut, coba menghilangkan ragu dengan memandang dalam-dalam pada sepasang bola mata Rinjani. Kulihat dia mengangguk perlahan dengan sejuta cemas tergurat diwajahnya. Kualihkan pandanganku pada Lisa, gadis kecil itu tersenyum manis namun rasa takut juga terpancar dibalik bola matanya.<br />
Kubuka perlahan lipatan surat tersebut, dan aku mengenali dengan pasti itu adalah tulisan tangan Farida. <br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjU5PjqyIc1hAiF2Vr7F8Ou_j3z5PYGl1EyUkZ5UituNAfLVwbS41ywb6rsfz5PrAl63GfuZPl1XjGVaxn_mIg0pAMHaqVLpJ5M-u8yNfoeZyHhb1Qw6zgJ6fvIervDQIo-RFb5qIZk7WAg/s1600/45506_4334400084856_1915569384_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjU5PjqyIc1hAiF2Vr7F8Ou_j3z5PYGl1EyUkZ5UituNAfLVwbS41ywb6rsfz5PrAl63GfuZPl1XjGVaxn_mIg0pAMHaqVLpJ5M-u8yNfoeZyHhb1Qw6zgJ6fvIervDQIo-RFb5qIZk7WAg/s400/45506_4334400084856_1915569384_n.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<i><br /></i>
<i>Jakarta, 10 Januari 2012</i><br />
<i>Dear Rinjani, terima kasih sudah berkunjung kerumahku. Akhirnya, kita bisa bertemu kembali meski pertemuan kali ini kamu mendapatiku dalam kondisi yang berbeda.</i><br />
<i><br /></i>
<i>Aku yang sekarang sudah tidak secantik dulu dan akupun telah kehilangan segalanya. Kehilangan mahligai rumah tangga, kehilangan orang yang aku cintai dan yang pasti seiring berjalannya waktu, aku kini tinggal menghitung hari menjelang kematianku yang sudah pasti. Tak ada yang lebih menyakitkan selain mengetahui kapan maut akan menjemput dan tak ada yang dapat aku lakukan untuk menghindarinya.</i><br />
<i><br /></i>
<i>Rinjani, dokter memvonisku mengidap kanker serviks stadium 2. Sebuah kenyataan yang sulit aku terima, dan pada saat yang bersamaan belahan jiwaku pergi membawa cinta pada bunga yang lain.</i><br />
<i>Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini, bagiku dunia seakan telah berakhir sebelum kematian benar-benar datang menjemput. Suamiku terjebak dalam cinta tanpa harmoni hanya rasa tanpa jiwa. Tenggelam dalam hasrat dan kenikmatan sesaat walau aku sadari semua karena aku tidak dapat memberikan itu semua mengingat kondisiku saat ini.</i><br />
<i><br /></i>
<i>Sahabatku, sudilah kiranya engkau menemani jasad tanpa asa ini hingga waktu berhenti untukku hingga fajar tak lagi tersenyum menyapaku, aku mempunyai satu harapan terakhir yang mungkin akan menjadi beban terakhir bagimu dariku. Aku hanya ingin mati dalam pelukannya dalam dekapan orang yang aku cintai, bantulah aku mengangkat dia yang sedang tenggelam, jatuh kedalam sumur tanpa dasar, semoga Tuhan membalasnya dengan ribuan malaikat mngagungkan namamu dan meninggikan derajatmu disisiNya.</i><br />
<i><br /></i>
-o0o-<br />
<br />
Aku jatuh terduduk, seluruh persendianku lemah tak berdaya. Perlahan surat itu aku lipat kembali, aku menatap nanar pada kedua insan dihadapanku.<br />
"Tolong katakan padaku, sejauh manakah aku tersesat ?" tanyaku dengan suara parau<br />
"Yang sudah berlalu biarlah berlalu, yang dapat mas lakukan sekarang adalah kembali membenahi puing-puing yang sudah hancur. Mas Gee, inilah masa depanmu..." ujar Rin sambil mendekap erat Lisa yang masih terlihat bingung dengan semua ini.<br />
Aku memeluk erat Rin dan Lisa, akhirnya kita beranjak meninggalkan teminal untuk kembali ke rumah Farida. Hal pertama yang ingin aku lakukan adalah, bersimpuh di kaki Farida dan memohon sejuta ampunan dari sang Dewi yang tengah berjuang melawan maut.Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-16902056914056028432013-01-29T17:06:00.002+07:002013-01-29T17:12:12.288+07:00Dying<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikitDzJbBUg1nnwba07IMGFqxX3bxOTienvDaubhS-Xi2eDrIeS1FvKnbO7_big4LqfPNFLDXMIdti9dvOieNoF5mUIeEUPsbSVYWF5LlcE-4VEMSpLDuekxmepvSd4hPBu03PkiyeEtHV/s1600/angel_deserve_to_die_by_bobbyshot-d50m8tya.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="160" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikitDzJbBUg1nnwba07IMGFqxX3bxOTienvDaubhS-Xi2eDrIeS1FvKnbO7_big4LqfPNFLDXMIdti9dvOieNoF5mUIeEUPsbSVYWF5LlcE-4VEMSpLDuekxmepvSd4hPBu03PkiyeEtHV/s400/angel_deserve_to_die_by_bobbyshot-d50m8tya.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
Aku bersandar disebuah pohon besar, mencoba berlindung dari teriknya matahari yang tanpa ampun membakar kulit siapapun yang memaksakan diri berjalan ditengah lengangnya terminal Tamanan kota Kediri. Aku memang tidak membawa barang apapun selain pakaian yang menempel dibadanku, namun sesungguhnya beban yang tidak kasat mata lebih besar dari daya tampungku sendiri sehingga jangankan untuk berjalan, bahkan untuk menghirup segarnya udara dibawah pohon yang rindang ini pun tidak dapat aku nikmati.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Kuraih sebatangan rokok yang selalu menjadi temanku yang setia tanpa peduli suatu saat benda itu akan membunuhku. Kunyalakan dan kuhisap dalam-dalam berharap beban yang tak kasat mata itu bisa sedikit banyak berkurang.<br />
<br />
<i>I do really loved her with all my heart, though I realized that she's can never be mine.</i><br />
<br />
Quotation itu selalu terngiang dalam ingatanku, bersamaan hadirnya bayangan Maya yang menghampiri. Menggoda disetiap relung jiwaku, yang dapat membuatku merasakan syurga dan neraka dalam saat yang bersamaan.<br />
Aku masih teringat jelas saat dia menggodaku, dengan isengnya mencabuti bulu kakiku, bahkan ketika berulah layaknya anak ABG berciuman dengan penuh gairah didalam bioskop tanpa peduli penonton yang disebelahku.<br />
Jika seandainya aku bertemu Maya pada saat aku sendiri, mungkin dia tidak akan pernah pergi dari hidupku. <br />
Jika seandainya saja aku lebih cepat menyelesaikan proses perceraianku dengan Farida, tentu takkan pernah ada tamparan perpisahan dipipiku.<br />
Jika dan hanya jika semua ini berjalan sesuai dengan harapanku, mungkin saat ini aku tidak perlu menjadi obyek pelengkap penderita dari sebuah konspirasi yang menjijikkan.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
I feel totally alone now, she knew exactly my weakness. So she can hit me on that spot, yes on my weak spot. But one thing that she never know is that I slightly change, I realized my weakness and I will recover it. <br />
She using Rinjani as a decoy to bring me to this town and she can ask my favour for everything she want. Women, yes I admit it as my weakness while someone else have weakness on money, politics or power. The question is why Rinjani, the woman that I starting to trust. Aku sangka dia seorang yang dapat dipercaya, tapi nyatanya hanya seorang pembohong dari sekian banyak pembohong dari sebuah konspirasi kompleks yang membuat kepalaku sakit.<br />
<br />
<br />
"Are you happy now ? I knew you are smiling up there..." gumamku sambil menengadahkan kepala jauh menembus birunya langit. Coba memastikan bahwa ucapanku sampai pada penguasa langit dan bumi, yang mengatur takdir dari setiap manusia. How hard I try to be a better person, my destiny was already written in <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Lauh_Mahfuzh" target="_blank">lauh mahfudz</a> that I'm the one who has to be fallen no matter what.<br />
<br />
And now here I am, sitting without knowing how am I supposed to do. Just try to ease the pain, yes pain that never healed and killing me slowly but sure. Bahkan dalam sekaratnya pun Farida tetap saja membuat masalah bagi hidupku, lalu apakah aku masih berkepentingan untuk peduli padanya ? bukankah dia sudah memiliki seseorang yang dicintai dan mencintainya ?<br />
<br />
Tapi kenapa semua harus dibuka pada saat yang bersamaan dengan terkuaknya konspirasi ini ? semua terkesan hanya untuk mengeksploitasi rasa iba ku dan aku kembali padanya mengikuti semua keinginannya, lalu dia dapat berbuat sesukanya karena dia tahu benar kelemahanku.Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-44298903712879650192013-01-22T22:35:00.003+07:002013-01-22T22:52:35.509+07:00Konspirasi tingkat Tinggi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijv3Uy7BkZpN4jm6MMdmqdUYLsBo4bf1icv55dcakjzCHb4jUfr6v1BH69YqCTcl-Sz0g32jAoDPb2tMHyxwjduvGo4md3OcCQP5UeKiTjwwqLRoYDLQTCovxvnOOa3yxsHjnl7mKIxmk/s400/girl,heart,shed,broken,cute,quote-21a8c3234d8c3b5c51a873bd89d6ea39_h.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijv3Uy7BkZpN4jm6MMdmqdUYLsBo4bf1icv55dcakjzCHb4jUfr6v1BH69YqCTcl-Sz0g32jAoDPb2tMHyxwjduvGo4md3OcCQP5UeKiTjwwqLRoYDLQTCovxvnOOa3yxsHjnl7mKIxmk/s400/girl,heart,shed,broken,cute,quote-21a8c3234d8c3b5c51a873bd89d6ea39_h.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
Setelah bercengkrama bersama Lisa seharian ini, aku Rin dan Lisa kini beristirahat melepas lelah di kamar hotel. Tak bosannya aku memperhatikan mereka berdua yang sedang tertidur lelap, satu hal yang selalu aku yakini adalah kecantikan wanita yang alami akan terpancar pada saat mereka tertidur. Dan yang aku lihat sekarang adalah dua bidadari yang begitu mempesona, bidadari yang menjadi bagian dari perjalanan hidupku.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Waktu telah menunjukkan pukul 1 dini hari, namun seperti biasa aku tetap saja sulit untuk memejamkan mata. Bayangan Maya kembali menghampiri, seikhlas apapun aku melepasnya. Kini dia mungkin benar-benar pergi untuk selamanya, melupakan aku dan segala kenangan bersamanya. Huft, <i>such a pain that can't be heal</i>... Semakin kuratapi semakin berdarah luka dan sakit ini.<br />
<br />
Sekejap mataku tertuju pada handphone Rin yang tercecer ketika aku coba membenahi tas nya yang berantakan diatas meja. Kulihat sepertinya ada beberapa pesan yang belum dibuka di layar notifikasi. Entah mengapa aku yang tidak pernah peduli dengan urusan orang lain kini begitu besar rasa ingin tahuku pada isi pesan di handphone Rin.<br />
<br />
Seandainya saja rasa ingin tahuku tidak besar mungkin sekarang aku sudah dapat menikmati istirahat yang total. Namun langkah hidup sudah kubuka seiring terbukanya pesan yang ada di dalam handphone Rinjani, sederetan percakapan yang membuat tubuhku bergetar hebat. Hampir saja handphone itu terlepas dari tanganku saking tak kuasanya aku menahan berat beban dan shock akan isi percakapan Rinjani dengan seseorang yang sangat aku kenal.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Pagi menjelang, aku masih terduduk dipinggir kasur memandangi sosok wajah Rinjani dengan tatapan yang nanar dan kosong. Perlahan mata yang indah itu terbuka dan dia sepertinya kaget melihat aku masih terjaga dan diam tidak bergeming memandangi dirinya.<br />
"Mas, kamu ngapain disitu ?" aku hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaannya. "Kamu gak tidur mas ?" tanya nya lagi, aku hanya menggeleng lemah, coba memandang kearah lain menahan panasnya kelopak mataku yang mulai berkaca-kaca.<br />
"Mas kenapa ?" dan aku terdiam, menahan gemuruh dalam dadaku yang bisa meledak kapan saja, yang mungkin akan menghanguskan semua kenangan indah bersama Rinjani.<br />
<br />
Sekilas Rin melihat handphone nya tergeletak tidak jauh dari tempatku duduk, dan sepertinya dia sudah sangat mengerti, terlihat dari perubahan raut wajahnya dan air mukanya yang mulai memucat seputih mayat.<br />
<i>"So this is all about her...</i>" ujarku pelan, bahkan hampir tidak terdengar karena tercekat oleh gumpalan emosi yang menumpuk diujung tenggorokan.<br />
"Please mas, aku bisa jelaskan semuanya..."<br />
"<i>Yes, you should explain me everything, every single fuckin things</i>" pandanganku sudah mulai buram dengan gumpalan air mata yang perlahan menetes dari sela-sela kelopak mata. Sementara Rinjani yang baru saja terbangun dan harus menghadapi amarahku yang sangat besar menggigil ketakutan, dia sendiri tidak tahu harus memulai dari mana untuk menjelaskannya.<br />
"<i>When the first time you know her ?</i>" nada suaraku tetap tegas dan berat, aku coba sebisa mungkin menahan agar suaraku tidak meledak. Aku tidak ingin membangunkan Lisa yang masih terlelap tidur.<br />
"Mas..." Rinjani mulai menangis dan menggenggam erat tanganku, coba berusaha menenangkanku sebelum dia menjelaskan semuanya.<br />
"Maaf aku tidak mengatakan ini sebelumnya, karena aku sudah berjanji pada mbak Farida. Aku mohon mas mengerti dan mau mendengarkan penjelasanku dahulu..."<br />
"<i>You lie to me Rin... you lie to me...</i> kamu berhasil membodohi aku dengan semua sandiwara ini. <i>Damn I was so close to you, until I realize that you... you... cheat on me, all this time you already know her... you have planned this trip from a long time ago</i>"<br />
"Tidak mas... bukan begitu..."<br />
"<i>Shut up Rin... SHUT UP...</i>" nada suaraku tidak dapat aku tahan, mulai meninggi dan keras, membuat Rinjani semakin menggigil ketakutan, jemarinya menggenggam erat tanganku. "<i>Just listen to me, correct me if I'm wrong...</i>"<br />
"Maaf mas... maaf sayang..." hanya itu yang dapat dikatakan Rin dengan lirih dan penuh rasa takut.<br />
"Kau mengenal dia jauh sebelum bertemu aku, mungkin jauh sebelum aku bercerai... jadi katakan, KAPAN ?!!"<br />
"Mas... sejujurnya, aku mulai berkomunikasi dengan mbak Farida sejak kau menceritakan semua isi hatimu tentang Farida padaku sepuluh tahun yang lalu, keingintahuanku sangat besar terhadap sosok Farida yang begitu mas dambakan, bahkan mas menyebutnya cinta dari seorang belahan jiwa yang dapat mengalahkan semua hasrat, nafsu, dan ego hati" tutur Rinjani dengan tidak hentinya menggigit bibir menahan rasa takut yang sangat, bahkan dia tidak berani menatap mataku hanya tertunduk lemah.<br />
"apa maksud semua ini Rin ?" aku benar-benar tidak mengerti, hanya dapat menunggu untaian penjelasan keluar dari mulutnya Rinjani.<br />
"Semenjak perkenalanku dengan mbak Farida saat itu, aku sedikit banyaknya menyampaikan apa yang mas ungkapkan pada dia. Itu sebabnya kenapa dia bisa hadir dalam hidup mas dan menjadi pendamping mas"<br />
"<i>So did you think you are a hero now ?</i>" aku tidak terima dengan penjelasan dia, seolah-olah dia menjelaskan tentang pembenaran diri dan tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini.<br />
"<i>No, I am nobody...</i> aku cukup bahagia melihat kalian dapat bersatu. Tolong dengarkan aku dulu mas, aku coba menjelaskan semua dari awal agar jelas dan tidak ada salah faham antara kita"<br />
"Lepaskan tanganmu... aku ingin penjelasan sejelas-jelasnya" bentakku sambil menepis tangannya yang berusaha tetap menggenggam tanganku. akhirnya dia benar-benar terdiam, menunduk tanpa dapat berpegangan pada apapun, hanya dapat menggigit bibir dan menggenggam erat selimut kasur mencoba menguatkan diri untuk melanjutkan pembicaraanya.<br />
"Aku tidak pernah berkomunikasi lagi dengan Farida maupun mas setelah aku dapat memastikan bahwa kalian bisa bersatu hingga ke mahligai pernikahan... karena aku rasa aku cukup bahagia melihat kalian dapat bersatu, dengan harapan suatu saat aku akan menemukan juga seseorang yang seperti mas... yang mencintai tanpa berharap apapun tanpa memandang masa lalu, tanpa memandang fisik, benar-benar jujur pada perasaan mas..."<br />
<i>"Bull shit... that man already dead"</i> jawabku, yang sedikit demi sedikit dapat menguasai emosi dan mencoba konsentrasi menyimak penjelasan Rin.<br />
Rin sudah mulai berani memandang mataku, aku lihat kedua matanya penuh dengan deraian air mata yang tidak dapat tertahan mengalir begitu saja membuat garis pada wajahnya yang cantik.<br />
"Aku yakin orang itu masih ada mas... buktinya enam bulan lalu tiba-tiba aku dihubungi oleh mbak Farida. Dia meminta untuk bertemu, dan akhirnya aku bertemu dengan dia mas, dia menceritakan semuanya padaku mas... maaf jika aku sudah memasuki kehidupan pribadi kalian, tapi ini permintaan mbak Farida mas... walau aku sudah menolak dia meminta aku untuk menyimak semua ungkapan hatinya"<br />
"Ya kalian memang cocok, sama-sama bara api yang membakar tanganku tapi juga tidak dapat aku lepas..."<br />
"Mas tolong dong dengarkan dulu penjelasanku..."<br />
"<i>Yes I heard enough about your explanation, how could you do this to me Rin...</i> bahkan masuknya kamu ke CDM adalah salah satu konspirasimu ? betapa dahsyat trik yang kamu punya. Hebat, kamu memang hebat mungkin badan intelligen nasional perlu menyewamu sebagai agen..."<br />
"Mas... aku hanya menjalankan amanah dari mbak Farida"<br />
"Bodoh... kamu mau saja mendengarkan dia, bak kerbau dicocok hidung... mana kepintaran otakmu Rin... mana ? kamu kira guwe piala bergilir yang bisa dipindah tangankan untuk mengamankan perekonomian dia selama ini ?"<br />
"Mas Gee... tolong hagai aku, teganya kamu menilai aku seperti itu..."<br />
"SELAMA INI AKU MENGHARGAIMU !!!<i> that's why I'm not fuck with you though I can do that... that's because I RESPECT you !!!</i>" bentakku sambil menunjuk tepat diwajahnya.<br />
Plakk..!!! sekali lagi aku kena tamparan oleh wanita, <i>damn why I always getting slap on my face, did I said something wrong ?</i><br />
"Puas ? puas kamu menamparku ? kamu tidak lebih baik dari Maya dan wanita lainnya Rin, kamu... kamu... aaarrrghhhh" aku bingung harus berkata apa lagi, aku benar-benar tidak menyangka dan seakan semua mimpi tapi sayangnya ini nyata menimpaku.<br />
"Tidak usah membawa wanita lain mas, jangan kamu samakan aku dengan siapapun. Aku ikhlas menjalani semua ini, aku tidak pamrih sedikitpun akan apa yang telah aku korbankan untuk kamu, karena kamu mengajariku semua ini mas... semua berkat kamu"<br />
"<i>But you lie to me... that's the fact</i>"<br />
"Aku tidak pernah bermaksud begitu mas, suatu saat aku akan mengatakannya padamu, hanya saja waktunya tidak tepat karena kamu masih emosi mas..."<br />
"Cukup Rin... cukup... aku pergi dari sini, tolong katakan sama Lisa papanya pulang karena ada urusan penting..." ujarku sambil pergi tanpa membawa apapun, aku melangkah keluar kamar dengan gontai dan membawa segudang kekecewaan.<br />
Rinjani mengejarku, coba menarikku agar tetap di kamar "Mas tolong dengarkan penjelasanku..." ujarnya sambil terisak menangis. Tapi mataku sudah gelap, aku mendorong dia hingga terjatuh dan pergi dengan membanting pintu hingga Lisa terbangun.<br />
Rinjani yang tidak dapat mengejarku hanya dapat memandangku melangkah menuju lift dan saat itu dia meneriakkan sebaris kata yang akan mengubah hidupku kedepannya.<br />
"Silahkan mas pergi lagi untuk bersembunyi, teruslah melarikan diri seperti itu mas... hanya perlu kamu ketahui saat ini Farida sedang sekarat, dia menderita KANKER SERVIKS STADIUM 2.. !!!! pergilah sesukamu mas tinggalkan semua yang telah kamu bangun... dasar laki-laki bodoh !!!"<br />
<br />
Tangisnya semakin menjadi, Lisa yang baru saja bangun hanya bisa berdiri dan memeluk Rin yang terduduk bersimpuh memegang gagang pintu kamar, mencoba menenangkan Rinjani seraya berkata "Papa marah lagi yang tante, sabar ya... sebetulnya papa gak seperti itu koq. aku tahu karena aku sayang papa dan papa sayang aku... papa pasti kembali koq tante" jawabnya lirih tapi hal itu malah membuat tangisan Rin semakin meledak sambil memeluk erat Lisa.Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-31433763351969179882013-01-19T22:20:00.001+07:002013-01-22T22:37:10.029+07:00Keluarga Baru FaridaFarida mempersilahkan Gee dan Rin untuk duduk sekaligus memperkenalkan suaminya "oya, kenalkan pah... Bojoku" ujar Farida yang sangat bangga akan suaminya tersebut. So what? Aku tidak merasa terganggu sama sekali, jalan hidup kami sudah terpisah semenjak ikrar talak diucapkan.<br />
"Ray... Raihan"<br />
"Gee..." <br />
Aku dapat merasakan pandangannya tajam penuh emosi, dan tanpa senyum sedikitpun menghiasi bibirnya. Aku hanya bisa pasrah dan menjalani ospek mental ini tanpa penyesalan sedikitpun, apapun konsekuensinya pasti akan aku terima dengan lapang dada. Kembali lagi, tujuanku hanya satu, aku ingin bertemu Lisa.<br />
Pembicaraan ini banyak didominasi dengan aksi diam, beruntung aku mengajak Rin yang dalam posisi netral sehingga ada beberapa obrolan yang terlontar.<br />
<a name='more'></a><br />
"Jadi mas Raihan ternyata seorang enterpreuneur juga ya..." ujar Rin<br />
"ah, pengusaha kecil-kecilan mbak. Biar bisa meluangkan banyak waktu untuk keluarga" sindir nya, aku bisa mengasumsikan itu sebagai sindiran karena aku selama menjadi suami Farida jarang ada di rumah, bahkan sabtu minggu pun kadang aku lebih nyaman berada di ruang kerjaku yang luasnya hanya 2x4 meter. Tapi aku merasa nyaman berada disana, tak perlu timbul konflik yang berkepanjangan.<br />
"sekecil apapun mas Ray menjadi pengusaha, mas jadi boss nya, ga ada yang bisa memerintah seenaknya hehehe" gurau Rin yang ditimpali oleh Ray dengan senyum simpul, apa semahal itukah senyuman dia... Aku akhirnya tidak tahan, perlu menanyakan ada apa dengan kondisi Farida.,. Though I was not her husband anymore.<br />
<br />
"oya, mama baik-baik saja kah? Koq keliatannya pucat dan jalan nya tadi perlu disanggah" tanyaku. Ray yang saat itu hendak menjawab di tahan oleh Farida, cengkramannya erat meremas jemari Ray (am I jealous? No thank you, she's not mine anymore I don't care and I don't gave a damn even if they kissing each other in front of me). Lalu Farida sendiri yang menjawab dengan tersenyum.<br />
"iya, agak flu dari kemarin, mungkin karena pergantian cuaca membuat badan tidak fit dan sedikit pusing"<br />
"oh, iya harus jaga kondisi memang dalam cuaca seperti ini"<br />
"papah sendiri kenapa wajahnya?" Farida balik bertanya mungkin karena melihat wajahku memar dan perban menghiasi pelipisku.<br />
"ada kecelakaan kecil, tapi gapapa koq gara-gara tertimpa ranting pohon" jawabku agar tidak menjadi panjang urusannya.<br />
"ya begitulah mbak, kalo programmer masuk kampung... Nyangkul aja lecet-lecet tangannya" timpal Rin coba meyakinkan alibiku.<br />
"iya, lagipula kenapa papah memaksa resign sih..." ujar Farida<br />
"ya gimana yah, jalannya sudah begini..." obviously not a good answer, I just wanna make her more suffer for feeling guilty. Kini giliran Rin yang memandangku dengan tatapan tidak suka, seolah dia ingin mengatakan cukup tidak usah membahas masa lalu. But, do I care? No I don't... She must know that now I am fallen and broken, but I am happy to live without her anymore.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Waktu pun berlalu begitu cepat, aku minta agar diberi waktu bersama Lisa sampai besok. Aku ingin mengajak dia berjalan-jalan dan menginap bersamaku malam ini. Namun sepertinya mereka begitu kuatir, setidaknya ada sesuatu yang masih mereka sembunyikan dariku. Farida meminta izin untuk masuk kedalam ruang tengah untuk berbicara serius dengan Ray. Sementara aku coba mengungkapkan rasa curigaku pada Rin.<br />
"do you feel something wrong with this ?"<br />
"yes, I think they hidding something from you mas..." ujar Rin, kalo begitu cocok apa yang ada dalam benakku dan dia.<br />
"aku rasa dia berbohong tentang sakitnya...."<br />
"iya, sama mas juga bohong..." mataku mendelik, kenapa dia berfihak pada Farida? Toh walaupun aku ceritakan hal yang sebenarnya, itu hanya akan menjatuhkan harga diriku didepan mereka.<br />
"hihihi gak usah melotot gitu mas, tar aku jadi gemes bisa kucium lagi kamu..." Rin malah tertawa dalam kondisi seperti ini, yang ada juga kalo aku niat udah kubuat dia menggelepar dengan ciumanku.<br />
Tidak lama kemudian mereka berdua datang dan kembali duduk didepanku, dan aku semakin merasa ada sesuatu yang tidak beres. Mata Ray sembab dan merah, seperti bekas menangis (cowok menangis? Please deh...) raut wajah Farida menampakkan beban yang begitu berat yang tidak pernah aku ketahui beban apa itu.<br />
<br />
"pah, aku ingin liburan ke puncak gunung... Kita berempat"<br />
"he? Apa aku gak salah denger ma?" dia tersenyum dan menggeleng pelan.<br />
"enggak, mama serius koq... Biar papa lebih mengenal Ray dan aku bisa mengenal Rinjani juga..."<br />
"maaf ma, tapi sepertinya masalah ini semakin rumit. Jujur aku gak mengerti"<br />
"papa mau kan..."<br />
"kenapa ma? Masih belum cukup membuatku menderita? Ingin membanggakan suamimu didepanku?"<br />
"mas... Jaga omonganmu ya..." bentak Ray, tapi aku tidak pernah takut. Aku sudah lepas dari Farida dan cukup selesai sampai disini. Jika Ray ikut campur juga, aku tidak pernah takut untuk berkonfrontasi fikiran maupun fisik.<br />
"anda tidak usah ikut campur, saya juga punya hak untuk Lisa tapi jangan mentang-mentang anda dan Farida yang mengurus dia anda bisa memberikan syarat yang macam-macam"<br />
"mas..." Rin coba menengahi suasana yang mulai memanas. Ray berdiri dan memandangku dengan tajam seolah ingin melumatkanku. Aku tidak mau kalah ikut berdiri dan bersiap dengan situasi terburuk, tidak ada yang aku pertaruhkan lagi disini, setidaknya walaupun aku harus babak belur dihajar Raihan yang berbadan besar dan tegap, minimal satu dua pukulan ku mendarat dimukanya sebagai tanda perlawanan dan menunjukkan aku tidak tunduk pada siapapun.<br />
"AYAHHH... Sudah cukup" teriak Farida, seketika itu pula Ray mengurungkan niatnya berkonfrontasi denganku dan kembali duduk seraya memeluk Farida dan meminta maaf, air matanya menetes dari kedua matanya. "banci..." umpatku dalam hati, aku pun kembali duduk dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Rin tampak begitu tegang hingga tangannya berkeringat saat aku genggam.<br />
"saya datang kemari dengan baik-baik, jika sekedar meluangkan waktu dengan anak saya sendiri dipersulit saya akan datang kesini lagi bersama pengacara saya" ujarku, walau aku sendiri tidak benar-benar berniat seperti itu.<br />
<br />
Aku menarik tangan Rin untuk bergegas pulang menuju mobil yang terparkir di halaman rumah. Belum sempat aku membuka pintu mobil, Ray dengan terpogoh-pogoh berlari dan memanggil kami. Intonasi suaranya lebih bersahabat dibanding pembicaraan tadi.<br />
"mas Gee... Tunggu sebentar, saya mohon maaf dan tidak bermaksud menyinggung mas..." ujarnya.<br />
Aku berbalik dan memandang sinis pada Ray "Sorry Ray, guwe gak banyak waktu buat melayani basa basi kamu."<br />
"mas Gee, dengar dulu baik-baik. Lisa sedang menyiapkan baju, dia boleh ikut lha wong bapaknya sendiri yang ngajak. Saya gak punya hak mas"<br />
"terus maksud lo tadi apa ? Ngajak jalan berempat ke gunung, mau kasih lihat kemesraan kalian didepanku? Aku sudah lihat, sudah cukup membaca betapa kalian saling mencintai."<br />
"bukan mas, saya mohon mas fikirkan dengan baik-baik permintaan Farida. Demi Tuhan niat kami baik mas, dan demi Tuhan saya akan mengorbankan apapun demi dia mas. Jika saya harus memohon dan bersujud dikakimu akan saya lakukan mas..." ujarnya sambil bersimpuh di tanah hendak mencium sepatuku. Aku langsung kontan menghindar dan membangunkan dia, "badannya doang rambo, hatinya rinto" gumamku...<br />
"bangun Ray, aku tidak layak di perlakukan seperti itu. Aku gak ngerti jika kamu sebodoh itu mencintai Farida dan aku gak peduli. Begini saja, aku akan fikirkan hal itu malam ini. Besok aku kasih jawabannya."<br />
"Saya mohon mas Gee, bukalah sedikit pintu nuranimu..."<br />
"iya saya bilang besok mas... Lisanya mana ?" ujarku sambil mencari Lisa yang ternyata baru keluar dari pintu bersama Farida.<br />
"Lisa jangan nakal ya, tidurnya jangan terlalu malam" ujar Farida menasihati Lisa, dia hanya mengangguk pelan dan bergegas naik kedalam mobil.<br />
"jangan lupa ditelonin kalo mau tidur ya pah, Lisa suka masuk angin" Farida coba mengingatkanku.<br />
"iya, tenang aja dari bayipun aku yang selalu mengurus dia ma..." jawabku ketus<br />
"aku harap permintaan terakhirku bisa kamu penuhi pah... " ujarnya seakan dialah yang paling menderita dalam hal ini.<br />
"iya, gimana besok aja. Aku tidak bisa janji..." jawabku masih dengan nada ketus.<br />
Mobilpun perlahan meninggalkan rumah Farida, dan malam ini adalah malam untuk Lisa si bola-bola cokelat buah hatiku. Aku ingin meluangkan waktu hanya bersamanya, bahkan aku sampai lupa bahwa disampingku selama ini ada seseorang yang setia meluangkan waktu, tenaga dan hartanya untukku. Ya Rinjani, sosok misterius yang tidak beruntung, bertemu dengan seseorang sepertiku....Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-65630073764200950762013-01-16T08:28:00.003+07:002013-01-16T14:46:25.688+07:00Waktu Yang Merenggut SegalanyaKediri, sebuah kota kecil ditimur pulau jawa sarat dengan budaya dan kesederhanaan hidup menyambut kedatangan Gee dengan rintik hujan seakan tahu cerita duka yang tertulis dalam jurnal hidup yang pernah dia jalani bersama Farida.<br />
Dengan melihat sekilas pun Rin sudah sangat mengerti akan kegelisahan Gee saat itu, raut wajah yang muram dan kerutan dahi yang semakin menebal tidak dapat ditutupi bahkan oleh topeng keceriaan sekalipun.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
"kalau masih ragu jangan dipaksakan mas" ujar Rin<br />
Gee menoleh dengan tatapan kosong "terus kalo aku ragu kita balik lagi ke Jakarta ?" tanya Gee<br />
"yaa mungkin itu jalan yang lebih baik..."<br />
"enggak lah, kita sudah berjalan sejauh ini. Tidak mungkin kembali, lagipula aku kesini untuk Lisa bukan untuk dia"<br />
"lalu kenapa mas begitu gelisah ?"<br />
"aku tidak mau ketemu dia"<br />
"bagaimana mungkin, pasti ketemu lah. Lagipula kenapa mesti terganggu kalo mas sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi?"<br />
"entahlah, setiap ketemu bawaannya emosi, bahkan mendengar suaranyapun aku merasa tidak nyaman"<br />
"tidak nyamannya seperti apa ?"<br />
"<i>should I answer your question ?</i>"<br />
"<i>yes, you should...</i>"<br />
"<i>I feel jealous, angry, while she pretending like there's nothing happen between us</i>"<br />
"kalo aku lihat sebetulnya kamu ingin membicarakan apapun itu yang mengganjal dihatimu sama dia, tapi ego kamu berkata gengsi dong..."<br />
"tuh kan... Mulai lagi nasehatin guwe..."<br />
"enggak mas, aku gak bermaksud begitu..."<br />
"ya sudahlah, maaf kalo aku terlalu dalam mencampuri urusanmu. Setidaknya jika nanti ketemu minimal aku tahu duduk perkaranya seperti apa"<br />
Aku menghentikan pembicaraan dan fokus untuk mengarahkan jalan menuju rumah keluarga Farida. <br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Pagar hijau kusam masih tetap berdiri tegak menghiasi rumah kecil sejak 8 tahun lalu. Tidak ada perubahan yang berarti hanya saja sekarang kondisinya sudah tidak terpelihara. Rumput liar tumbuh disana-sini, daun kering berserakan menambah suram suasana. Perlahan aku buka pagar dan melangkah menuju teras rumah. Suasana begitu sepi senyap, aku begitu gundah dan ragu untuk mengetuk pintu. Semua perasaan berkecamuk menggetarkan hatiku hingga akhirnya aku putuskan untuk berbalik dan kembali ke mobil.<br />
"Papaa..." terdengar suara yang sangat aku kenal dari belakangku, sekejap wajahku sumringah dan berbalik tak sabar untuk memeluk sosok itu...<br />
"Bola-bola cokelat... haii" tanpa tunggu lama tubuh kecil itu menghempaskan dirinya dalam pelukanku. Perasaan itu, luapan emosiku akan kerinduan yang sudah membuat gundah hari-hariku lenyap sudah.<br />
"Papa koq lama banget sih perginya, Lisa kangenn..." ujarnya.<br />
"Iya sayang, papa kan sekarang udah ada disini..." aku tak peduli betapa deras air mataku mengalir tanpa dapat ditahan, aku ciumi pipi Lisa dan memeluknya dengan erat.<br />
Entah berapa lama aku peluk dan cium dia, sampai aku sadar jika aku bersama Rin. Aku berdiri dan memperkenalkan Rin yang sejak dari tadi sudah berdiri dibelakangku.<br />
"Lisa, kenalkan ini temen papa yang sudah berbaik hati mengantarkan papa sampai sini"<br />
"Hai cantik, namanya siapa ?" tanya Rin seraya tersenyum pada Lisa.<br />
"Namaku Lisa tante... tante dan papa sudah menikah ya ?" tanyanya dengan polos, Rin tersenyum simpul dan berjongkok mensejajarkan diri dengan Lisa lalu berkata "Tante temennya papa, tante gak menikah sama papa sayang..." jelasnya.<br />
"Koq mama sama om menikah, koq tante sama papa gak menikah ?" tanya nya lagi, aku segera memotong pembicaraan mereka dengan mengalihkan pada bungkusan hadiah yang sudah aku bawa dari Jakarta.<br />
"Ngobrol terus, nanti hadiahnya papa bawa pulang lagi ke Jakarta loh..."<br />
"Yaa jangan dong pah, itu kan hadiah ulang tahun Lisa..." wajahnya merenggut manja sambil merebut kado tersebut dari tanganku, dia memelukku erat dan mencium pipiku.<br />
<br />
-o0o- <br />
<br />
Aku tidak menyadari jika saat itu ternyata Farida sudah berdiri di depan pintu sambil tersenyum melihatku. Wajahnya tidak berubah, masih saja cantik seperti dulu walau kelihatan agak kurus dan pucat.
<br />
"mama... Lihat papa bawa apa, bagus deh ma...." teriak Lisa seraya berlari menyerahkan bungkusan kado pemberianku. Aku berjalan menghampiri mereka, mencoba tersenyum walau wajah ini terasa kaku bak tertutup masker bengkuang campur semen. Farida tidak menjawab hanya tersenyum dan menyuruh Lisa masuk kedalam rumah, lalu dia kembali menatapku dan tersenyum.<br />
"Hai..." sapa Farida<br />
"Hai..." Jawabanku singkat, karena aku tidak tahu harus berpura-pura atau berbasa-basi. Lidah ini kelu untuk berucap.<br />
"Apa kabar pa ?" aku coba sekuat tenaga untuk menggerakkan lidahku sekedar berbasa-basi menjawab pertanyaannya agar dia senang, namun tetap saja kata-kata itu yang keluar.<br />
"Yaa gitu deh" datar dan mengindikasikan bahwa aku tidak nyaman dengan pertemuanku ini, karena memang tujuanku hanya satu... Lisa. Lagi-lagi dia hanya tersenyum dan mempersilahkan aku masuk, dan aku benci itu. aku benci senyumnya yang bisa meluluhkan hatiku, aku benci tatapan matanya yang walau tidak seceria dulu cenderung redup tanpa aura kehidupan tapi tetap saja pandangannya tajam menyentuh hatiku hingga terasa hangat dan nyaman. Aku benci karena jika aku tenggelam dalam perasaan itu satu masa dia akan kembali menyakitiku dengan egonya. Aku selalu berusaha menghindari kontak mata dengannya, aku coba alihkan kemanapun itu selain kedua matanya yang selalu dapat meluluhkan hati.<br />
"Itu siapa ?" tanya Farida sambil pandangannya mengarah ke arah Rinjani yang sedang berdiri dibelakangku.<br />
"Oh, temen..."<br />
"ayo silahkan masuk, maaf rumahnya berantakan" masih dengan intonasi datar, mungkin bagi dia aku hanya sampah yang sudah tidak bisa dia manfaatkan lagi dan dia tidak ada perasaan apapun lagi setelah mendapatkan gantinya seorang lelaki cakap, putih, tinggi besar, yang benar-benar mencintainya semenjak SMA dulu. Diruang tamu suami Farida sudah berdiri tegap menyambut istri tercinta yang nampaknya tertatih dan kesulitan untuk berjalan, lalu ia memapahnya seraya melingkarkan tangan dipinggang Farida seolah ingin mengatakan <i>kini aku memilikinya</i>. <i>So what ? just go on with your life, I don't care. my problem is plenty enough waiting to be resolved. </i>Tapi satu yang pasti sebuah pertanyaan mencuat dibenakku, ada apa dengan Farida ?Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-64462414728600866252013-01-14T06:33:00.000+07:002013-01-14T06:33:42.953+07:00RahasiaMu"klik..." safety belt sudah terpasang dengan sempurna, dan perjalanan pun dilanjutkan. Sepanjang jalan kulihat Rin begitu sumringah hari ini, apa karena kejadian semalam kah? But hei, I didn't do anything to her. So...<br />
<a name='more'></a><br />
"seneng banget kayaknya hari ini ?" ujarku, dia hanya tersenyum sambil melirikku dibalik kacamata dior nya.<br />
"pengen tau aja mas, atau pengen tahu banget ?"<br />
"banget..."<br />
"hihihi, cuma penasaran aja sih tentang semalam. Dengan kondisi kita berdua di kamar, tak ada batasan yang menghalangi. Dan kamu memilih tidur di lobby hotel"<br />
"yeah, thank's to you who keep your room key in your pocket"<br />
"I know, dan aku sengaja mas. Lagian siapa suruh tidur di lobby, takut ya tidur sama aku" tanya Rin dan aku hanya tersenyum hambar.<br />
"Jujur Rin, aku bingung sebetulnya apa sih yang ada difikiranmu saat ini ?" dia pun terdiam, entah karena aku salah bicara atau dia juga tidak tahu jawabannya apa.<br />
"Fikiran gimana mas ?"<br />
"Pertama kamu menolong aku, mengurusiku yang mabuk berat hingga pulang ke hotel tempat aku menginap, lalu mengantar aku ke Kediri padahal kamu tidak ada kepentingan sedikitpun didalamnya, ini sepenuhnya urusan pribadiku, last but not least... last night you came to my room and we almost making love though you are not my girlfriend and neither my wife"<br />
"Emang perlu dibahas ya mas ?"<br />
"Tidak harus, aku senang dengan semua bantuan yang sudah kamu berikan sama aku. Hanya saja tetap aku tidak habis fikir, menjadi sebuah pertanyaan besar dalam kepalaku"<br />
"Ya udah kalo tidak harus dibahas, berarti aku tidak perlu menjawab kan. Gimana kalo aku aja yang tanya, boleh kan... nah mas sendiri kenapa pergi dari kamar ?"<br />
"Curang, malah balik nanya..."<br />
"Biarin, kalo pertanyaanku harus dijawab..."<br />
Sejenak aku memandang Rin, coba memperhatikan setiap detail wajahnya.<br />
"Mas ngeliat aku begitu amat, emang ada yang salah ya sama aku ?"<br />
"Iya, salah Rin... kamu salah orang..."<br />
"Salah orang gimana ?"<br />
"Yaa pokoknya salah, dengan keberadaanmu denganku disini, dengan monolongku, dengan memberikan perhatian padaku.... semua itu salah, kamu tidak akan mendapatkan apa yang kamu inginkan dariku"<br />
"Emang mas tahu apa yang aku inginkan ?" lagi-lagi aku tidak bisa menjawab, setiap pertanyaanku menjadi bumerang yang tidak dapat aku hindari menghantam logika dan akal sehatku. Apakah aku terlalu percaya diri sehingga salah berasumsi dengan semua yang Rinjani lakukan? benar-benar membuat kepalaku pusing.<br />
"Ah sudahlah gak usah dibahas" jawabku singkat, karena jujur aku tidak tahu harus berkata apa.<br />
"tuh kan marah, ya udah maaf kalo aku salah bicara tapi yang pasti aku tidak salah orang mas"<br />
Aku hanya menghela nafas, bingung dengan jawaban dia yang semakin tidak aku mengerti.<br />
"Udah, mas gak usah bingung. Aku gak salah orang, dan aku juga gak salah kamar semalam, dan saat ini detik ini aku juga semakin yakin bahwa memang aku tidak salah..."<br />
"Kalo semalem aku kebablasan bercinta dengan kamu ?"<br />
"Itu juga tidak salah yang salah aku karena memang iseng menggoda mas, jangan terlalu berprasangka deh mas. Nikmati aja perjalanan kita ke Kediri, karena aku juga ingin menikmati perjalanan ini dengan mas"<br />
"huft... you are really confusing me Rin..."<br />
"Kalo aku balik tanya sama mas, kenapa mas tidak bercinta denganku semalam ?"<br />
"karena sudah cukup Rin, aku tidak mau lagi menyakiti siapapun. Terlalu banyak orang yang aku sakiti, dan terlalu banyak orang yang terhempas karena aku. Kalaupun ada yang terhempas untuk yang terakhir kalinya itu adalah aku sendiri dan aku akan menikmati setiap detiknya"<br />
"Mas juga aneh, punya pemikiran seperti itu. Gak baik lah mas, jangan melarikan diri tapi hadapi"<br />
"aku hanya ingin melupakan segalanya, sesulit apapun itu, aku harus melupakan"<br />
"dengan cara bersembunyi di ujung dunia?"<br />
"if I have to..."<br />
"kenapa kita baru bertemu sekarang ya mas, saat sama-sama terjatuh dan berusaha untuk bangkit"<br />
"entahlah, semua rahasia Tuhan"<br />
Aku tidak menyadari kalau Rin saat itu berurai air mata walau senyum tetap tersungging dibibirnya yang indah. Andai aku dapat bertanya apa maksud Dia mempertemukanku pada saat jiwa ini hancur berkeping-keping.Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-69596776886623946732013-01-08T03:35:00.001+07:002013-01-08T17:36:40.814+07:00I Love You<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDmKDzVX-AfVSQ26Xkf6WeTEDp-augV6c60QLe27ZpK2SVyPx2o_ybpt29n8WQT6H5R6_aIY7OdeVNYQr85jnxNESTGC6YgXrX1653waHEglR2ZJbzHfzOEu94w-U7xy_i70bvxh2vO3Kv/s1600/I-love-you-quotes.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="297" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDmKDzVX-AfVSQ26Xkf6WeTEDp-augV6c60QLe27ZpK2SVyPx2o_ybpt29n8WQT6H5R6_aIY7OdeVNYQr85jnxNESTGC6YgXrX1653waHEglR2ZJbzHfzOEu94w-U7xy_i70bvxh2vO3Kv/s400/I-love-you-quotes.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
Sepertinya penyakit insomniaku belum juga mau pergi, semua bayangan dia datang menggodaku saat kesendirian menyelimuti. Kulihat jarum jam sudah menyentuh angka 1 dini hari, mungkin ada baiknya aku coba sekali lagi untuk memejamkan mata dan aku selalu berharap tidak ada lagi hari esok untukku. <br />
Namun baru saja hendak menikmati kesendirian, pintu kamar hotel diketuk pelan. Sejenak aku menghampiri pintu dan berdiri terpaku tanpa dapat meneruskan tangan ini untuk membuka gagang pintu karena aku sudah dapat menebak siapa orang dibalik pintu itu <i>and help me God so I don't assume something that can be wishes to my will.</i><br />
<a name='more'></a><br />
Wajah cantik Rin lah yang aku lihat di balik pintu itu, persis seperti dugaanku. Dia tersenyum, namun entah fikiran dari mana kenapa aku berharap itu adalah Maya dan aku dapat memeluknya, meminta maaf dan menghabiskan malam ini bersama dia.<br />
"hai..." sapa Rin<br />
"hai, belum tidur?"<br />
"<i>I can't sleep</i>, tadinya aq ragu takut membangunkan kamu... Cuma pengen ngobrol aja" aku tersenyum dan mempersilahkan dia masuk.<br />
"sama, aku juga gak bisa tidur..."<br />
"besok berangkatnya agak siang ya, aq pasti bangun jam 11an" ujar Rin.<br />
"iya, <i>you are the boss</i>" candaku, dia hanya tersenyum dan langsung merebahkan dirinya dikasurku. Aku mengambil bangku kecil dan duduk tepan disebelahnya.<br />
"<i>so... What can I do to help you to get sleep ?</i>"<br />
"<i>emmh... Nothing</i>, aku cuma pengen ngobrol aja" jawabnya sambil tersenyum menggoda<br />
"serius... Cuma itu ?"<br />
"emang, maunya apa selain ngobrol ?"<br />
"sesuatu yang diinginkan? Eh maksudku sesuatu yang tidak diinginkan" dia tertawa lebar lalu duduk dan menatapku dalam-dalam<br />
"serius mas menginginkan itu?" pertanyaan yang menjengkelkan... Aku hanya tersenyum dan mencolek hidungnya.<br />
Sesaat suasana berubah mencekam tatkala wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun selain mendekatkan wajahnya ke wajahku <i>and for God sake, she kiss me so sofly right at my lips.</i><br />
Aku berusaha menguasai jiwaku yang sudah keruh tidak berwarna, perlahan melepaskan ciumannya dan membelai pipinya dengan lembut.<br />
"<i>you know what ? I have tried built a relationship based on passion and desire...</i>"<br /><i>
"and...?</i>" dia balik bertanya<br />
"<i>and it doesn't works, ended with pain... Both of us</i>"<br />
"maksud mas... Maya ?"<br />
"salah satunya..."<br />
"jadi, ternyata banyak ?"<br />
"emang cuma kamu aja yang punya daftar cowo-cowo yang sudah di <i>'sikat'</i> dan masuk dalam database mu" dia tertawa lepas mendengar candaanku.<br />
"mas percaya dengan yang namanya cinta ?"<br />
"dulu... Sekarang aku bahkan gak tahu apa itu cinta, mungkin sejenis <i>frameworks </i>baru atau database pengganti <i>oracle </i>?"<br />
"hahaha bisa jadi sih... Sama aku juga sependapat dengan mas."<br />
"jadi, apa yang bisa mas simpulkan ?" tanya nya lagi sambil tangan jahilnya mengelus daun telingaku membuat aku merinding.<br />
"itu hanya sebuah obsesi, hingga pada akhirnya mencapai titik jenuh dan dapat pergi meninggalkan apa yang sudah diraih kapan saja."<br />
"ya ampun..." raut wajah Rin begitu takjub mendengar jawabanku.<br />
"kenapa?"<br />
"aku juga merasakan itu hanya saja tidak dapat menterjemahkannya dengan kata-kata, mas berhasil menjawabnya... Hebat"<br />
"<i>I warning you... If you keep touching my ears like that I will make you so f*ckin hot tonight</i>" ujarku karena tangan jahilnya yang terus menggelitik telingaku tidak berhenti dia lakukan.<br />
"boleh..." jawaban yang tidak pernah terlintas sedikitpun dibenakku #damn<br />
Terpaksa aku genggam tangannya agar berhenti menggelitik telingaku dan aku cium lembut jemarinya. Degup jantungku sudah tidak beraturan aku hanya dapat berharap malam ini dapat dilewati dengan selamat tanpa ada "kekerasan" yang terjadi di kamar ini.<br />
Aku bangkit dan merebahkan tubuh Rin menyelimutinya dan tidak lupa mengecup keningnya.<br />
"met istirahat ya, mimpi yang indah..."<br />
"mas mau kemana?"<br />
"aku mau cari udara segar..." aku kira jawabanku akan membuat Rin marah, kalaupun memang itu terjadi aku sudah pasrah menjadi tumpuan kekecewaan lagi bagi seseorang. Tapi dia malah tersenyum dan dengan enaknya memejamkan mata tidur di kamarku sementara aku sekarang berdiri tanpa tahu harus bagaimana.<br />
Perlahan aku menutup pintu kamar hotel dan berjalan menuju bar untuk mencari segelas minuman yang dapat menjernihkan fikiranku yang kusut. Rin yang saat itu menikmati empuknya kasur kamar hotelku masih menyungging senyum dibibirnya seraya berbisik "<i>I love you Gee...</i>"Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-24145064193871886922013-01-07T11:22:00.002+07:002013-01-07T11:27:38.339+07:00ProposalUntaian kabel listrik disepanjang jalan seolah menari mengiringi perjalananku bersama Rin. Ya, kuhabiskan separuh perjalanan ini dengan memperhatikan pemandangan dari balik kaca mobil. Bukan karena tidak tertarik untuk memandang indahnya wajah Rin dibelakang kemudi yang sedang serius memperhatikan jalanan dihadapannya, tapi lebih karena kegundahanku semakin besar membayangkan apa yang akan terjadi nanti di Kediri.<br />
<a name='more'></a><br />
-o0o-<br />
<br />
"Pasti mas gak sadar kalo mas sudah hampir satu jam diam dan melamun seperti itu..." Rin memecah keheningan diantara kami berdua.<br />
"Seperti apa?"<br />
"Ya seperti itu, diam menatap kosong jalanan disebelahmu..."<br />
Aku tersenyum, seraya menghela nafas panjang.<br />
"Terus gimana harusnya? Kelamaan liatin kamu juga gak baik buatku"<br />
"oh ya,<i> how come?</i>"<br />
"<i>You know how it will become...</i>" dia malah balas tersenyum dan menatap mataku dalam-dalam seolah coba menebak apa yang ada difikiranku saat ini.<br />
"So, emangnya kenapa..."<br />
"Ah sudahlah, aku sudah cukup terbebani dengan kenangan-kenangan yang tergores dalam perjalanan hidupku"<br />
Dia terdiam sesaat, wajahnya sudah mulai terlihat lelah dan mengantuk.<br />
"Setiap orang mempunyai kenangan hidupnya masing-masing mas, tapi bukan berarti mas berhenti berjalan karena waktu mas dihabiskan dengan mencoba menghapus jejak yang sudah mas torehkan"<br />
<i>
"Did I have a choice?</i>"<br />
"Pilihan adalah sesuatu yang ada didepan kita mas, bukan sesuatu yang telah kita lalui karena itu sebetulnya adalah pilihan yang telah kita ambil disadari atau tidak... Juga disukai atau tidak..."<br />
"Jika saja aku tahu akan berakhir seperti ini..."<br />
"<i>Nobody knows what will happen to your life tomorrow</i>, justru itu yang membuat hidup terasa berwarna"<br />
"Berwarna ?" bagaimana dia dapat mempunyai kesamaan visi denganku tentang hidup? Berwarna, huh yang benar saja.<br />
"Jujur, kadang aku berharap dapat menjadi bagian dari kenangan hidup kamu mas..."<br />
Aku terdiam sejenak, memandang dia untuk memastikan jika apa yang aku dengar tidak terhalang oleh perban yang menutupi hampir sebagian wajahku.<br />
"<i>is that a proposal ?</i>"<br />
"<i>hihihi... Well you can say so, one thing that I can remember from you is</i>... Selalu jujur pada hatimu..."<br />
"<i>well, I think a relationship that built from pity feelings, it won't last longer</i>"<br />
"<i>I guess so, then... what do you think about ours?</i>"<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Akhirnya, Rin menyerah juga. Di kota Purwokerto kita memutuskan untuk beristirahat disebuah warung makan yang sederhana, murah dan enak tepat didepan kampus Universitas Jendral Soedirman.<br />
"Mas koq tahu tempat enak di daerah sini?"<br />
"<i>I am an adventurer, remember?</i>"<br />
"<i>see, that's what I mean...</i>"<br />
"<i>what ?</i>"<br />
"<i>your memory, this is your part of your life. It's unremoveable unless you got alzheimer on your head</i>"<br />
"<i>I wish I got one...</i>"<br />
"hush, ngomong apa sih kamu mas..." ujarnya sambil menepuk bahuku.<br />
"Becanda, ya udah ambil dulu makanannya. Disini gaya prasmanan alias <i>self service</i>" aku coba mengalihkan pembicaraan, tapi sebetulnya that was my truly wish for this time... I hope I die without any of this memory.<br />
Sepertinya Rin puas dengan referensi kulinerku, entah berapa kali dia mengatakan kalo makanannya enak dan murah. Lagipula, ini Purwokerto cantik... Bukan Jakarta yang biaya hidupnya mahal.<br />
Rin memutuskan untuk beristirahat dan melanjutkan perjalanan besok pagi. Buatku sendiri itu tidak jadi masalah, lagipula aku hanya penumpang yang mengikuti apa kata nahkoda saja. <i>So, we start looking for a cozy nice hotel in Purwokerto</i>. Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-20234551820491581712013-01-04T04:21:00.000+07:002013-01-04T04:21:37.377+07:00Retorika GeeAku sudah mulai tidak nyaman dengan nada bicara Rin yang mulai cenderung memberikan sebuah penilaian benar dan salah pada apa yang aku ceritakan.Aku tidak butuh saran dari siapapun, entah karena begitu keras kepalanya seorang Gee atau lebih karena kebodohanku yang tidak bisa melihat sebuah masalah secara jernih. Yang pasti keputusan telah dibuat dan itu yang aku jalani sekarang, jika memang aku mengambil jalan yang salah <i>so what ? </i>toh dia pun tidak pernah berjalan disampingku selama ini dan tidak melihat secara langsung sebetulnya kenapa biduk ini bisa sampai kandas tak bersisa.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
"<i>Just pull over will you...</i>"<br />
"loh, kenapa mas, mau istirahat dulu ?"<br />
"aku lanjutkan perjalanan dengan bis aja..."<br />
"koq gitu ?"<br />
"Aku gak mau sepanjang perjalanan menuju ke Kediri mendengar penilaian kamu tentang apa yang aku lakukan itu benar atau salah"<br />
"Ya maaf kalo aku menyinggung perasaanmu, aku tidak bermaksud seperti itu..."<br />
"<i>It's okay just pull over...</i>"<br />
Rin sepertinya tersinggung dengan kata-kataku, dia menatapku tajam. "Aku sudah mengantarmu sepertiga perjalanan mas, kamu sama sekali gak menghargai aku"<br />
"Aku gak minta pertolonganmu, kamu sendiri yang menawarkan perjalanan ini. Kalo memang tidak suka ya sudah..."<br />
Saat itu juga mobil yang sedang berjalan 60 km per jam dibanting ke kiri dan mengerem mendadak. Sepeda motor yang berjalan tepat dibelakang mobil Rin hampir tidak dapat menguasai kendaraannya walaupun masih sempat menghindar dan kontan saja melontarkan sumpah serapah.<br />
Mobil menghempas bahu jalan yang berdebu dan berhenti sekitar 100 meter dari titik pengereman, tukang becak yang mangkal disekitar situ saling berpandangan dan menghampiri mobil namun mereka urung karena aku segera keluar mobil sambil bertengkar hebat dengan Rin.<br />
"Kalo memang mas gak suka ya sudah bilang secara baik-baik kan bisa, aku juga sudah meminta maaf tolong dong hargai aku bukan begini caranya, maen berhenti ditengah perjalanan dan menyuruh aku kembali ke Jakarta"<br />
"Terserah kamu mau pulang lagi keq atau mau lanjut ke Kediri, jangan mentang-mentang aku numpang lalu kamu bisa seenaknya berbicara tentang kebenaran dihadapanku seperti kamu orang yang paling benar saja..."<br />
"Jaga mulutmu mas, aku memang bukan orang yang baik. Masa laluku kelam, tapi justru karena itu aku tidak mau mas mengalami hal yang sama"<br />
"SO WHAT, apa pedulimu ?"<br />
"Kalo aku gak peduli buat apa aku tebus mas dari penjara ? buat apa aku antar mas pulang ke hotel..."<br />
"Aku tidak minta itu, lebih baik kamu biarkan aku mati dipukuli oleh preman-preman itu..."<br />
"Pantas saja mas tidak pernah bisa menjalani hidup dengan mbak Farida dengan tenang, manusia keras kepala seperti mas memang layaknya hidup sendiri..."<br />
"Oh sekarang miss sok <i>you know</i> ini berbicara tentang kehidupanku seolah kamu paling tahu apa yang aku jalani ?"<br />
"Hanya dari sikap mas saja aku tahu, manusia keras kepala seperti itu penyakitnya gak jauh dari kesendirian"<br />
"Bilang lagi keras kepala ? hayo... bilang sekali lagi..."<br />
"Terus, masalah buat lo ? manusia kepala batu..."<br />
aku yang sudah terbakar emosi sudah mengangkat tangan tinggi-tinggi siap menampar gadis itu, tapi sepertinya Rin tidak takut malah semakin tegak wajahnya menatap aku dengan tajam.<br />
"Aaarrggghhh... kamu sama saja dengan mereka, pergi sana tinggalkan aku" teriakku sambil melangkah pergi menjauhi Rin yang sedang terbakar emosi karena tersinggung perkataanku.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
"Becak mas...?" Sapa tukang becak yang mangkal sambil mendekatiku yang berjalan perlahan menjauhi Rin yang masih berdiri menatapku.<br />
"Mau nganter guwe ke Kediri...? berapa ?" Tukang becak itu pun cengar-cengir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.<br />
"Kirain deket-deket sini rumahnya mas hehehe..." ujarnya sambil kembali ke tempat mangkal dan duduk di becak kesayangannya.<br />
"Gak ada yang beres, tahu gitu gak usah numpang. Dasar perempuan sok tahu, bisa-bisanya menilai aku hanya dari pembicaraan beberapa jam saja." Gumamku seraya mempercepat langkahku, namun sesaat aku berhenti dan baru ingat kalau koporku masih tertinggal dimobil dan ketika aku menoleh mobil Rin sudah berjalan pelan disampingku. Perlahan kaca depan terbuka dan dia memanggilku dari balik kemudi.<br />
"Kamu masih hutang satu jawaban, kalo kamu komitmen dengan janjimu masuk mobil...cepetaan" aku berhenti dan memandang dia.<br />
"Tapi janji gak ada lagi komentar sok tahu tentang aku, tentang benar atau salah tentang langkah yang aku ambil"<br />
"Iyaaa ah, rese..." Rin menggerutu sambil membukakan pintu depan mobilnya.<br />
"Jelek..." cibirku<br />
"Biarin, kalo jelek kenapa kamu liatin aku terus sepanjang perjalanan..."<br />
"Karena aku suka... salah sendiri punya wajah jelek..."<br />
"Halah sempet-sempetnya ngerayu..."<br />
"Siapa yang ngerayu..."<br />
"Ayoo cepetaaann..."<br />
huh, kalau saja posisiku tidak sesulit ini mungkin aku lebih memilih naik bis yang sesak dan panas dibanding bersama Rin tapi harus mendengarkan nasehatnya sepanjang perjalanan. Mobil pun kembali melanjutkan perjalanan, dan kami saling terdiam untuk sejenak meredakan emosi yang bergejolak didalam hati.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Akhirnya dia memulai pembicaraan setelah satu jam saling berdiam diri, mungkin juga karena dia bingung ketika masuk daerah Brebes apakah akan mengambil jalur utara atau selatan.<br />
"Lewat mana mas ? Purwokerto atau lanjut ke Semarang ?"<br />
"Purwokerto aja, jalannya lebih sepi..." jawabku dengan nada yang datar tanpa intonasi.<br />
"Jadi, jawaban pertanyaan ketiganya apa ?" tanyanya.<br />
"Kan sudah aku jawab tadi sebelum masuk mobil..."<br />
"Oh jadi buat mas aku hanya seorang cewek yang sok <i>you know</i> ya ?"<br />
"Ya... salah satunya, tapi jawabanku bukan itu"<br />
"<i>Fair enough, so what's your answer ?</i>"<br />
"Udah tadi aku bilang kan, jeyek..."<br />
"Iya jawabannya apa dong..."<br />
"Aku suka..."<br />
"Oya..."<br />
"Iya..."<br />
"Meski jeyek ?" dia mencibir sambil tersenyum simpul.<br />
"Timpuk bibir neeh..." ancamku sementara Rin malah makin tergelak, tawanya begitu ceria meski hari mulai senja dan jalan menuju arah Purwokerto diliputi mendung yang makin menebal siap untuk mencurahkan butiran-butiran hujan ke bumi.<br />
"<i>Pervert...</i>" ujarnya dengan senyum yang tidak terlepas dari bibirnya, begitu menggoda seolah berkata "Hajar guwe kalo berani..." hahaha tapi itu cuma khayalanku saja, imajinasi lelaki yang sudah tidak dicolek perempuan selama 3 bulan terakhir... (<a href="http://fallen-journey.blogspot.com/2012/12/menunggu.html#maya" target="_blank">ciuman maya</a> tidak termasuk karena itu aku anggap serangan mendadak yang tidak direncanakan dan tidak ada serangan ulang)<br />
"Aku menikmati setiap detik kebersamaanku dengan kamu, walau kita baru beberapa hari bertemu tapi aku merasa seolah aku bertemu dengan teman dekat yang sudah lama tidak bertemu" Lanjutku, sekarang jawaban yang keluar dari mulutku lebih cenderung serius dan coba jujur dengan apa yang aku rasakan tanpa ada keinginan untuk aku tutupi.<br />
"Oh, gitu ya mas"<br />
"Emang harusnya gimana ?"<br />
"Yaa gak gimana-gimana, aku senang mendengarnya"<br />
"Syukurlah kalo kamu senang, aku juga senang. Mas memberi warna baru dalam hidupku, dan aku sendiri tidak mengerti kenapa aku bisa senekat ini. Jalan bareng mas yang terkenal dengan <i>naturally pervert</i> dan gak tanggung-tanggung perjalanan ke ujung timur pulau jawa."<br />
"Kamu gak takut ?"<br />
"Aku percaya dalam diri mas masih tersisa sosok <i>Penunggu Mawar Ungu</i> itu, sosok yang sangat menghargai yang namanya cinta dan menghargai arti wanita sebagai mahluk yang harus dilindungi dan dicintai bukan untuk dieksplorasi"<br />
"Hahahaha... aku gak bisa janji akan menjamin tidak akan terjadi apa-apa diantara kita"<br />
"aku masih tetep yakin koq..."<br />
Aku memandang lekat pada wajah Rin, ada sesuatu yang membuatku nyaman bersama dia. bukan karena semata keindahan fisik melainkan terjalinnya komunikasi yang kasat mata yang hanya bisa dirasakan oleh hati. Hal yang tidak aku temukan saat aku bersama Maya, karena semua ingatanku bersama dia dipenuhi oleh hasrat dan gairah yang menggebu-gebu yang mengalir tanpa bisa tertahankan, namun ketika ada obsesi ikut berperan didalamnya hubungan itu mulai terlihat goyah dan retak oleh arogansi yang bernama ego.<br />
Senja pun perlahan mulai berlalu digantikan oleh pekatnya malam menuju hutan jati yang bermuara di kota Purwokerto, mungkin mengingat kondisi fisik Rin yang sudah kelelahan aku menyarankan kita beristirahat di salah satu penginapan disana.Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-2866025083444101922013-01-01T10:51:00.000+07:002013-01-01T10:59:41.625+07:00Being Divorced"<i>So, let's continue your story</i>" Rin mengawali percakapan setelah dirasa cukup beristirahat di Rest Area dan memulai kembali perjalanan panjang menuju Kediri.<br />
"<i>Hei... I think it's enough with your first question...</i>" aku mengelak dan berharap dia tidak memaksakan aku untuk mengenang kembali masa-masa indahnya pernikahan dulu.<br />
<i>"Okay... then answer me the second question" good but not quite good I think, how do I start answer her second question? Should I start whining, and tell her the most sad story in the world which is not fair enough because it all came from my side only.</i><br />
<a name='more'></a><br />
"<i>I don't know where do I have to start...</i>"<br />
"Oke, aku mulai dengan kenapa ? sebelumnya sewaktu di <a href="http://fallen-journey.blogspot.com/2012/12/elegi-bersama-rin.html" target="_blank">Ciwidey </a>dulu kamu pernah menceritakan ada unsur orang ketiga yang menjadi penyebab keretakan rumah tanggamu" ujar Rin yang sepertinya benar-benar bernafsu untuk mengetahui semua hal yang terjadi denganku.<br />
"Sebetulnya tidak sepenuhnya kesalahan pada orang ketiga..."<br />
"Sekarang jawabannya lain, koq gak sesuai dengan BAP sih mas..."<br />
"Jiah, udah kayak polisi aja pake ada BAP segala hahahaha..."<br />
"hihihi, lagian jawabnya berbelit-belit, kalo dari mata orang hukum mas sudah mempersulit jalannya peradilan tuh, bisa memberatkan nantinya..."<br />
"Halah, kamu tuh ada-ada aja oke deh aku ceritakan garis besarnya saja..."<br />
Ini bagian yang paling tidak aku sukai, bercerita tentang keburukan dia yang membuatku tidak nyaman lagi untuk hidup bersama dengannya. Walaupun seobjektif mungkin aku bercerita tetap saja harus ada orang yang menjadi kambing hitam dalam kasus ini, dan jika aku memandang dari sisiku tentunya semua yang aku lakukan adalah pembenaran dan semua yang dia lakukan adalah salah.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
"Jadi begitulah yang terjadi, singkat cerita hidupku sudah merasa tidak nyaman lagi bersama dia. aku merasa terkekang dengan segala sikap dan rasa kasih sayang yang dia ungkapkan, lalu datanglah orang ketiga melengkapi semua keretakan biduk yang sudah ada"<br />
"<i>Which is...</i>"<br />
"<i>You know who...</i>"<br />
"ah kayak film Harry Potter, gak seru. Sebutin dong namanya..."<br />
"Uuugh, gemes juga lama-lama sama kamu Rin... namanya Maya" walau kesal tapi aku sebutkan juga akhirnya nama itu. Nama yang begitu membekas di relung hatiku, yang jika aku sebutkan namanya maka berdesir jantungku menahan rasa yang tidak pernah aku mengerti <i>whether is it obsession or destiny</i>.<br />
"Maya kan banyak mas, di Jakarta aja nama Maya bisa sampai ratusan orang" protes Rin<br />
"Maya Savitri... <i>are you happy now ?</i>"<br />
"No way, you mean... Maya... "<br />
"<i>Yes... our partners project manager</i>"<br />
"mas Gee... ya ampun, hari ini kamu membuat aku shock ampe berkali-kali" tidak aneh jika Rin begitu kaget mendengarnya, secara dalam keseharian aku dan Maya sewaktu pengerjaan proyek tidak tampak seperti sebuah hubungan istimewa.<br />
<i>"Yeah, someday not only shock you'll got, maybe 'come' so many times hahaha" but that words didn't came out, just some thought in my pervert mind, damn..!@#&%^#$*#</i><br />
"itu belum seberapa Rin, tenang aja siapkan persediaan shock mu. Perjalanan menuju Kediri masih jauh hahaha"<i> that's the words which actually came out from my mouth...</i> jauh banget kan kepala sama mulut (tidak sinkron).<br />
"<i>how come...?!</i>"<br />
"<i>I don't know, it just happen</i>. kita berdua tidak berniat untuk menolak setiap hasrat yang muncul, kita hanya menjalani dan menikmatinya"<br />
"Sapa yang mulai duluan ?"<br />
"Maya..."<br />
"Yakin ?"<br />
"Yaa 50-50 ?"<br />
"ckckckck..." kini dia menggeleng-gelengkan kepala, aku yang merasa semakin tersudut hanya bisa pasrah menjawab semua pertanyaan Rin. Kami terdiam sejenak, karena Rin sudah harus mempersiapkan tiket dan uang untuk membayar di pintu tol yang sudah berjarak kurang lebih 100 meter lagi.<br />
<br />
Selepas keluar pintu tol dia melanjutkan lagi pertanyaannya "Hubungan kalian terbongkar ?"<br />
"Iya..."<br />
"Terus..."<br />
"Yaa aku bilang, memang begitu adanya terserah mau lanjut atau selesai sampai disini. Toh dari dulu juga sebelum ada orang ketiga aku sudah meminta berkali-kali agar hubungan ini disudahi saja. Tapi dia tetap bertahan..."<br />
"<i>Oh my God... how it feels ?</i>"<br />
"<i>Nothing...</i>"<br />
"<i>Hah, you feel nothing ?</i>"<br />
"<i>Yes... I feel nothing</i>, jika memang dengan terbukanya itu semua aku bisa lepas dari dia ya sudah aku lebih memilih berpisah. Tapi jika dia marah dan tetap tidak juga mau berpisah denganku yaa itu juga kenyataan yang harus aku hadapi. Aku pasrah, bahkan aku sampe bilang <i>just punish me whatever you want I said, but please let me go...</i>"<br />
"Aku gak salah denger kan mas ? <i>but please let me go...? is that what you saying to her ?</i> aneh... sumpah aneh banget. Bukannya kamu itu kepala keluarga, <i>you decide it not her</i>"<br />
"<i>Yes, indeed... </i>entahlah mungkin awalnya aku berharap dia bisa ikhlas melepasku pergi, sehingga kita berpisah secara baik-baik dan masing-masing sudah pada keputusan yang bulat. Tapi ternyata tidak semudah itu, apapun yang aku lakukan dia tidak mau berpisah denganku walaupun<i> </i>toh pada detik-detik akhir aku melangkahkan kakiku ke gerbang pengadilan agama dengan sebuah keputusan sepihak yang bulat"<br />
"Kenapa tidak coba diperbaiki hubungan kalian mas ?"<br />
"Sudah, <i>so many times I've tried</i>. Dia dengan arogansi dan <i>possessive behaviour</i>nya tidak pernah bisa menyatu dengan sikapku yang ingin bebas dan expressive dalam segala hal"<br />
"<i>hmm... just like water and oil</i>"<br />
"<i>sort of...</i>"<br />
"<i>What about your daughter ?</i>"<br />
"Dia yang sekarang menjadi pemikiranku, sedikit banyak kondisi psikologisnya pasti terpengaruh oleh perceraian ini"<br />
"Ya sudahlah, maaf ya mas aku sudah membuka lagi luka yang sedang kau coba obati..." aku hanya tersenyum tanpa berkata-kata.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
<i>You know one thing that I didn't tell her ? Divorce is never become an easy way out, it's just one gate through another long way road that we must going through. I never hate my ex.wife, though I really loved her but I can't live with her.</i> Aku bukan tipe manusia yang berkomitmen dan rela mengekang diri sendiri pada satu ikatan, hanya satu hal yang bisa aku yakinkan pada dia bahwa aku akan selalu kembali padanya sejauh apapun aku pergi. Sayang, dia pun tidak bisa merubah apa yang ada dalam dirinya. Semua yang menjadi miliknya tidak boleh dilepas walau sedetikpun, dia harus memegang penuh semua kontrol... <i>so, it seems like there's no way out rather than divorce</i>.Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-11079484301805368292013-01-01T01:44:00.003+07:002013-01-01T11:04:58.920+07:00Being MarriedEntah untuk keberapa kalinya aku mendengar kalimat itu, dari siapapun yang aku ceritakan tentang keadaan rumah tanggaku. <i>"She's very lucky...</i>" walau sebetulnya aku bukanlah tipe perengek yang setiap kali menceritakan apa yang terjadi pada pernikahanku, tapi hal tersebut tidak dapat dihindarkan ketika mereka tidak menemukan motif dibalik perceraianku. Jadi suka ataupun tidak suka aku menceritakan semua dari awal hingga akhir, <i>and unfortunately today I must repeat every story about my marriage to Rinjani</i>.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
"<i>No way... you stay awake just to keep her being bitten by mosquitoes ?</i>"<br />
"<i>Yes...</i>"<br />
"<i>all night long ?</i>"<br />
"Yup, aku sendiri gak tahu kenapa bisa sampe seperti itu..."<br />
"<i>Everyday ?</i>"<br />
"Iya..."<br />
"Ya ampun mas, mama ku aja belum tentu seperti itu... hmm pastinya..."<br />
"Pastinya apa ?"<br />
"Kamu sangat mencintai dia mas..."<br />
"Entahlah, aku sendiri <i>ambigue</i> dengan istilah cinta"<br />
"Oya ? seorang mas Gee ambigue dengan istilah cinta? hahaha"<br />
"koq malah ketawa ?"<br />
"<i>Sorry... sorry... it's just unacceptable statement that you has been speak of</i>"<br />
"Mau dilanjutin gak ceritanya ?"<br />
"Iya... iya... mau dong ah biar gak ngantuk"<br />
"tuh kan lupa lagi tadi sampe mana..."<br />
"Okay, biar gak lupa aku mulai dengan pertanyaan... <i>are you happy being married ?</i>"<br />
Aku menyeringai, karena bingung harus menjawab apa...<br />
"Koq malah senyum mas... bahagia ya" goda Rinjani<br />
"<i>Yes, indeed i'm married and very happy... was</i>"<br />
"<i>just, tell me how you feel without regretting what all have done...</i>"<br />
"<i>huft...okay, I am happy being married because I can make love wherever, whenever, and however I want without scared being caught by hansip</i>"<br />
"hmm..." entah apa yang ada dalam fikiran Rin karena anggukannya penuh makna yang bias dan sukar ditebak, asumsi yang mencurigakan.<br />
"Juga yang paling berpengaruh besar dalam hidupku adalah. Menikah membuatku menjadi aku seutuhnya, aku bisa mengekspresikan diriku apa adanya."<br />
"maksudnya...?"<br />
"Aku termasuk orang yang tertutup, cenderung pendiam dan jaim. Bahkan di lingkungan keluarga, aku tidak bisa menjadi diriku sendiri. Aku terikat oleh aturan norma adat dan budaya feodal yang mengekang. Dengan menikah, hidup bersama dia aku bisa tertawa bersama, berbuat konyol bersama, bahkan sesuatu yang tidak terfikirkan untuk dilakukan oleh seorang Gee secara spontan terjadi begitu saja"<br />
"like what...?"<br />
"<i>you won't believe me if I told you...</i>"<br />
"<i>Try me...</i>"<br />
"<i>Damn... I will regret this</i>"<br />
"<i>Come on Gee...</i>" sepertinya Rin benar-benar penasaran, seheboh apa sih kekonyolan yang aku buat bersama mantan istriku dulu.<br />
"pada suatu ketika sewaktu pulang kerumah orangtuaku di Bandung, hasrat kita berdua sudah memuncak... dan akhirnya tanpa memeriksa kondisi rumah kita bercinta di kamarku yang pintunya tidak bisa dikunci..."<br />
"<i>and then...?</i>"<br />
"tiba-tiba saja ibuku masuk kekamar dengan santainya sambil berkata, Gee tuh makanan udah siap... dan saat itu kita sedang hot-hotnya '<i>jumpalitan</i>' di ranjang"<br />
"Hah... sumpeh lo ?! terus ?"<br />
"Ibuku kaget, bengong... tapi dia ngeliatin terus... nah sebaliknya kita yang terlanjur ketahuan cuma bisa diem saling liat-liatan dengan muka bego gitu deh"<br />
"hahahaha gokiiilll....terus ?"<br />
"Ada sekitar 5 menit saling diam tanpa ada omongan, beliau akhirnya sadar, cengar-cengir sendiri terus nutup lagi pintu kamar sambil nerusin lagi nawarin makan...tuh cepetan makannya keburu dingin"<br />
"oh my God Gee... sumpeh lo gokil banget sih..."<br />
"yang lebih gila lagi..."<br />
"he ?"<br />
"karena tanggung kita terusin tuh '<i>jumpalitan</i>' walau udah menciut karena kaget hahahaha"<br />
"hahaha anjrit gila lo ya mas... gilaaa !!!"<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Sumpah ini kali pertama aku buka rahasia kekonyolanku yang gak pernah aku sebarin sama siapapun hanya Rinjani orang yang pertama dan terakhir yang tahu. Entah kenapa aku merasa nyaman aja ngobrol sama dia, berikutnya satu persatu cerita kekonyolan itu terlontar menghiasi obrolanku dengan Rinjani.<br />
<br />
"Haduh perutku sakit mas ketawa terus dari tadi, gak kuat aku entar mampir dulu di Rest Area ya, aku perlu ke toilet nih sumpah gokil banget si kamu mas..."<br />
"Hei, siapa yang minta diceritain about <i>being married</i>, karena memang selama pernikahanku isinya yaa kekonyolan demi kekonyolan"<br />
"Please deh, konyolnya kamu mas..."<br />
"kenapa ?"<br />
"mesum semua hahahaha...."<br />
"Hahahaha..." aku ikut terbahak-bahak juga mentertawakan ternyata ada benarnya juga omongan Rinjani, apa se "<i>pervert</i>" itu kah aku ? damn, aku sendiri baru nyadar...<br />
Sejenak aku perhatikan Rin yang tetap konsentrasi pada jalanan dihadapannya, memakai kaca mata hitam Christian Dior dengan ramput tergerai sebahu dan wangi parfumnya yang ringan menghipnotisku menjadi tidak berkedip.<br />
"Jangan diliatin terus dong mas, nanti keterusan..." celetuknya dengan tatapan wajah tetap kedepan memperhatikan jalan. aku yang tersadar dari hipnotis jadi malu sendiri.<br />
"Hehehe iya maaf, emang nakal nih mataku tahu aja yang indah-indah..." Segera aku palingkan wajahku melihat pemandangan di kiri jalan yang gersang dan menyilaukan, huft gak ada bagus-bagusnya berbeda jika aku memalingkan wajah ke kanan, pemandangannya enak dilihat, bikin mata adem.<br />
"Gombal banget sih kamu mas, gak ngaruh yang begituan buatku hihihi"<br />
"Hahahaha..." aku hanya tertawa hambar, seraya berkata dalam hati "Rin... Rin... belum tahu aja kalo aku udah menggombal, bisa klepek-klepek kayak ikan lele hihihihi"<br />
<br />
Akhirnya, memasuki Rest Area itu artinya aku bisa beristirahat menyalakan sebatang rokok dan yang terpenting adalah pertanyaan Rin yang pertama sudah dijawab tuntas. Tinggal berfikir nanti apa yang akan aku katakan pada petanyaan kedua dan ketiga, <i>should I tell he the truth ?</i>Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-77191847147246333772012-12-31T19:34:00.000+07:002013-01-01T09:56:40.007+07:00Tiga PertanyaanAku membiarkan tubuhku terhempas di lembutnya jok <i>New City E</i> *Matic Mode, sesaat menikmati kenyamanannya lalu menoleh pada mahluk manis dibelakang kemudi yang fokus untuk dapat terlepas dari kepadatan lalu lintas Jakarta siang itu.<br />
"<i>Sweet ride</i>"<br />
"<i>Thanks...</i>" jawabnya<br />
"Kemarin malam..." sebelum pertanyaanku selesai dia sudah bisa membaca apa yang ada difikiranku.<br />
"Bukan, ini mobil <i>bokap</i>. Semalam yang Piccanto itu mobilku..."<br />
"<i>Oh I see...</i>"<br />
"Aku gak berani pake Piccanto untuk jarak jauh, mengingat kondisinya sudah uzur lagipula masih manual."<br />
"<i>Are you really mean that?</i>"<br />
"<i>What ?</i>"<br />
"take me to Kediri"<br />
"<i>We already on the way to it...</i>"<br />
Aku hanya bisa manggut-manggut tanpa mengeluarkan sepatah katapun, sementara mobil sudah mulai masuk ke pintu tol luar kota menuju arah jalur utara.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
15 menit berlalu selepas pintu tol, tak ada sepatah katapun yang keluar dari kami. Sementara antrian pertanyaan dibenakku semakin membludak memenuhi rongga mulut untuk mempertanyakan semua yang dia lakukan untukku. Tapi yang keluar hanya satu kata saja...<br />
"<i>Why ?</i>"<br />
"<i>I don't know why</i>, mas sendiri... <i>how it's feels ?</i>"<br />
"<i>What feel ?</i>"<br />
"<i>Being married... divorced... and now here with me, your memory in the past</i>"<br />
"Aku merasa sedang bersama seorang malaikat penolong, <i>a sweet angel...</i>"<br />
"Hahahaha... masih saja menggodaku mas"<br />
"Aku sedang tidak menggoda, aku menjawab pertanyaanmu... <i>I was told you what I feel right now</i>"<br />
"Oh ya..." kini pembicaraan mulai mencair, dia melirikku sambil tersenyum. Entah merasa tersanjung atau mentertawakanku yang dia anggap sedang melancarkan segudang rayuan gombal. Sejujurnya, aku memang sedang tidak berniat merayu, kalaupun aku berniat merayu dia tentu tidak sedang berada disini, mungkin kita sedang menghabiskan waktu di hotel terdekat sambil berpelukan mesra menikmati setiap gairah yang mengalir bak air bah yang tak tertahankan. #justdontthinkaboutit<br />
"Pertanyaanku kan tiga mas, sebetulnya sudah lama aku ingin bertanya itu pada mas tapi mengingat waktunya tidak memungkinkan. Baru sekarang kita punya banyak waktu bersama, jadi mas gak bisa lagi mengelak dengan alasan <i>it's a long story</i> kan hihihi"<br />
"huft, jadi itu alasanmu mengantarkan aku ke Kediri..."<br />
"<i>Emmh, not really... as you already know that photography was my hobby. I'm always looking new object at a new place. </i>Yaa ibarat sekali kayuh dua-tiga pulau terlewati, aku harap di Kediri aku dapat menemukan banyak objek yang bisa aku foto"<br />
"Lalu gimana dengan pekerjaanmu ?"<br />
"Pak Aceng ?"<br />
"Yes... mahluk itu juga..."<br />
"Selepas kepergianmu dari CDM, sekarang aku yang dalam posisi menawar mas..."<br />
"What... hahahaha belagu banget sih lo Rin, baru aja naik jabatan udah pasang tarif hahaha... <i>but I like your style, really...</i>"<br />
"Hihihi, mas aja yang terlalu suwun ndawuh, padahal posisi mas itu segalanya bagi perusahaan... buktinya aku minta cuti 1 minggu setelah project kita terakhir rampung, tanpa basa-basi langsung di approve sama pak Aceng"<br />
Sekarang aku yang garuk-garuk kepala, <i>she's smart or I can say too smart... ah what so ever</i>, lagipula itu sudah bukan urusanku lagi. Jika memang dia sudah berniat mengantar aku ke Kediri <i>so be it... but <b>what if</b>... and <b>what if</b>... and other <b>what if</b> that stuck in my mind appear, waiting to be spoken to her... </i><br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
"<i>Okay, first question... about how it's feel being married...</i>" aku coba menjawab pertanyaan pertama dia.<br />
"<i>Go on...</i>" <i>she's waiting my next words coming from my lips...</i><br />
"<i>But... please focus on the road Rin</i>. aku gak mau sampe ke Kediri naek mobil ambulan"<br />
"Hahahaha iya mas... pastinya, ayo dong aku ingin denger apa rasanya menikah"<br />
"Bagiku menikah sebuah pengalaman yang indah, dengan segudang impian dan harapan tergenggam di tangan. Semua aku mulai dari nol, dan benar-benar nol bahkan aku tidak pernah tahu dimana nanti aku tinggal saat aku bawa dia ke Jakarta"<br />
"Bohong, bukannya ada tabungan dan amplop hasil dari acara nikahan..."<br />
"<i>It's all belong to her and her family</i>, gak ada yang aku bawa kecuali selembar uang 100 ribu yang langsung disisipkan temenku ke saku baju."<br />
"Ya sama aja kalee, kan istrimu juga ikut ke Jakarta bawa hasil dari situ"<br />
"Nope, gak ada yang aku bawa selain <i>mahar</i> dan dia..."<br />
"Aneh..."<br />
"Bagiku itu sebuah tantangan, aku termotivasi untuk menunjukkan pada dia dan keluarganya bahwa aku mampu, dan aku akan buktikan keraguan keluarganya tentang siapa aku"<br />
"<i>yes indeed</i>, dan itu terbukti..."<br />
"<i>How do you know ?</i>"<br />
"<i>I see you now, with all you've got... </i>kamu sudah menjadi sebuah icon mas. Sebuah jantung dari perusahaan yang bernama CDM"<br />
"<i>Yeah but it has passed away, now I'm have nothing</i>"<br />
"<i>Let's back to my question... go on, continue your story.</i>" Sepertinya Rin tidak tertarik dengan ketidak berdayaanku, dia lebih tertarik mendengar bagaimana gairahku menjalani kehidupan pernikahan, <i>well be ready to hear my story.</i>Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-63872100522969797532012-12-30T19:24:00.001+07:002013-01-16T14:49:51.898+07:00Journey To The East<br />
Kepalaku masih terasa berat mengingat kejadian tadi malam, disepanjang pelipisku pun masih menempel perban yang warnanya sudah tidak putih lagi cenderung kusam dan memerah. Aku coba bangkit tapi rasanya ngilu di bagian rusuk sehingga mengurungkan niatku dan kembali tergolek lemah ditempat tidur. Samar-samar kulihat seseorang sedang duduk di meja sambil asyik mengotak atik laptopku, tapi bukankah itu Rin? Jam berapa ini koq dia sudah ada dikamar hotelku lagi, bukannya semalam dia segera pulang setelah membaringkan aku di tempat tidur? Mendengar aku terbangun dia menoleh padaku, dan menghampiriku dengan tersenyum. "wah, jagoan kita sudah bangun rupanya..."<br />
"ah becanda kamu, but anyway... Thank you for saving me last night, I really appreciate your help"<br />
Seperti biasa Rin hanya tersenyum, lalu mengambil bangku rias dan duduk dekatku.<br />
<a name='more'></a><br />
"Maaf aku tadi gak sengaja baca email-email pribadimu, tadinya iseng aja mau buka FB liat-liat status temen..."<br />
"Sengaja juga gapapa, gak ada yang perlu guwe sembunyikan dari kamu Rin..." Dia kembali tersenyum, lalu sesaat kemudian melirik bungkusan rokok di sampingku.<br />
"May I ?"<br />
"Lah, kirain kamu gak ngerokok ? ambil aja, aku gak pernah pelit kalo bagi-bagi penyakit hahaha ouch..." aku berhenti tertawa karena ternyata guncangan sedikit pada rusukku maka sakit di bagian itu terasa lagi.<br />
"Jangan terlalu banyak bergerak dulu, lukamu cukup parah mas. hmmm jagoan kita tepar juga hihihi..."<br />
"Yeah, untung kamu temenku kalo nggak aku cium asal-asalan..." dia mengernyitkan dahinya<br />
"Gak salah tuh, jadi kalo temen aman ya dari ancamanmu mas ?"<br />
"Hahaha, gak juga..."<br />
"Dasar, kamu tuh aneh mas kalo aku perhatikan persis seperti tokoh Harris di buku yang lagi aku baca"<br />
"He, Harris... siapa tuh...?"<br />
"hihihi, enggak penting... <i>it's just some character on my book</i>"<br />
"huft... tapi aku harus pergi sekarang, ouch..." dengan susah payah akhirnya aku bisa bangkit dan duduk di pinggir kasur busa ini. Diam sejenak meredakan pening yang berputar dikepalaku, tujuanku adalah berangkat ke Kediri <i>no matter what</i>.<br />
"<i>What do you think you are going mas ? </i>istirahatlah dulu..."<br />
"Gak bisa Rin, aku harus pergi ke..."<br />
"Kediri ? ya aku tahu... <i>but in your condition right now ? I don't think so</i>"<br />
"Nakal kamu ya, pake ngintip emailku segala... aku dah cukup kuat koq...huft"<br />
Benar saja, ketika aku coba berdiri tubuhku langsung limbung dan terduduk lagi. "<i>Am I this reckless...?</i>"<br />
"<i>Yes indeed... you are fak-tap mas...</i>"<br />
"<i>Damn... </i>tapi aku puas, salah satu pengeroyokku giginya ilang satu"<br />
"<i>You think you are tough enough, are you happy with this ? shit I should let you die in police station mas...</i>" Aku tertunduk, <i>me and my big mouth</i> lagi-lagi, merasa jago ? atau ingin merasa tangguh didepan mata Rin *<i>I don't know</i><br />
"Maaf, sudah menyusahkanmu..."<br />
"Ya emang, <i>you have ruined my day mas... </i>bahkan sampe buat ngilangin stress aku ngerokok lagi padahal aku dah berhenti 3 bulan yang lalu" ujarnya seraya menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam.<br />
"Kenapa kamu ngeliatin aku sampe segitunya mas ? gak pernah liat cewek ngerokok ?"<br />
"Bukan, gila yee cara lo ngisep rokok gak kebayang kalo bibir guwe yang kamu isep ampe ngilu atas bawah hahaha"<br />
"kurang ajuwar..." umpat Rin sambil mendorongku hingga terjerembab ke kasur.<br />
"Aww... sakit tau, itu namanya penganiayaan Rin bisa aku tuntut..."<br />
"Halah, nih aku tambahin biar otakmu gak ngeres mas..." timpal nya sambil menggebukku pake bantal. Kami berdua tertawa lepas, walaupun aku masih belum sembuh benar rasanya sakit itu hilang dengan candaan.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Ini kali pertama aku dapat tertawa lepas, sejak melewati masa-masa sulit mulai dari pertengkaran hingga perceraian dan saat putus dengan Maya. Walau aku akui, tidak mudah melupakan sosok Maya yang sudah melekat di kornea mataku. Bayangkan setiap aku mencium bau parfumnya <i>Parish Hilton</i> dimanapun itu langsung teringat betapa wangi harum itu aku nikmati ketika aku menelusuri lembutnya leher dia dengan bibirku. Bahkan lebih gila lagi ketika melihat sandal crocs dengan model <i>skylar flat</i>, aku pasti selalu teringat dia saat menunggu di apartemennya apakah dia ada didalam kamar atau tidak dengan melihat sandal crocs hijau yang sudah kusam miliknya karena pasti akan dia tinggal diluar kamar (dia sangat disiplin pada masalah kebersihan) gila ya sampe sandal nya pun tidak bisa lepas dari otakku, kampret.<br />
<br />
"Ngelamunin apa mas ?"<br />
"he ? enggak... gapapa..."<br />
"gak mungkin, kamu diem seperti itu lebih dari dua menit mas itu namanya ngelamun..."<br />
"Aku cuma nginget-nginget lagi kira-kira apa lagi yang harus dibawa..."<br />
"Oooh...oya kamu serius mau berangkat juga ? maksain diri ?"<br />
"Rin... apa yang kamu hargai dari seorang laki-laki ?"<br />
"Maksudnya ?" aku memandang Rin dalam-dalam, memegangi pundaknya dan melanjutkan pertanyaanku yang tadi<br />
"Apakah hartanya ?"<br />
"Bukan... eh iya deng hehehe"<br />
"Gantengnya ?"<br />
"Mungkin..."<br />
"Fisiknya ?"<br />
"Bisa jadi..."<br />
"<i>Then.. I don't have that all criteria, all I have is words...</i>"<br />
"<i>What kind of words ?</i>"<br />
"Karena aku tidak punya semua itu secara aku tidak kaya, juga berwajah pas-pasan, fisik ? jangan ditanya perut aja sudah kayak balon begini. Aku hanya bisa berpegang pada kepercayaan orang dengan memegang teguh janji dan kata-kataku."<br />
Rin hanya terdiam memperhatikanku yang sibuk packing barang kedalam kopor yang cukup besar, sesekali dia bantu menata agar rapi dan dapat dimasukkan dalam satu kopor.<br />
Sejam kemudian, aku dan Rin berpisah di lobby sementara aku siap untuk <i>check out</i> dan melanjutkan perjalanan naik taksi menuju terminal bis, Rin langsung menuju <i>parking area </i>mengambil mobil untuk kembali ke kost-an nya.<br />
<br />
-o0o-<br />
<br />
Sial, aku tidak pernah menyangka Jakarta bisa sepanas ini. Mungkin karena biasanya aku dimanjakan dengan ruangan ber AC dan tinggal di hotel berbintang 4 aku sudah lupa bagaimana getirnya hidup di jalanan Ibukota tentu berbeda juga jika dibandingkan dengan hidup di kampungku, walau panasnya sama tapi tidak ada polusi yang menyesakkan pernafasan seperti di Jakarta.<br />
Mulai dari dijinjing sampe akhirnya aku geret kopor ini, sepertinya bis yang aku tunggu belum juga muncul. Sudah terbayang betapa beratnya perjalanan yang akan aku lewati kali ini, belum lagi pening kepala dari luka di pelipis yang belum sepenuhnya sembuh membuat pandanganku berkunang-kunang, hanya berbekal semangat saja yang membuatku bertahan. "<i>I coming for you Lisa... wait for daddy...</i>" gumamku...<br />
Tiba-tiba sebuah Honda City berhenti tepat didepanku, perlahan kacanya terbuka dan aku tidak pernah menyangka wajah dibalik kemudi itu yang menatapku dan memanggilku kedalam mobil.<br />
"Mas... masuk..."<br />
"Rin ? ngapain kamu kesini ? bukannya kamu tadi dah pulang...?"<br />
"<i>Just get in to the car, I tell you later...</i>"<br />
Pucuk dicinta ulam pun tiba, tawaran tumpangan gratis ? kenapa enggak... aku masukkan kopor ke jok belakang dan segera duduk manis di sebelah pengemudi cantik yang siap mengantarku, tapi ke Kediri ? <i>ciyuus</i> ?Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7126324856918684853.post-88743712571047760752012-12-30T16:08:00.000+07:002012-12-31T12:19:15.968+07:00RinjaniPerkenalan pertamaku dengan Rinjani alias Cecilia alias Rin adalah dari sebuah iklan di internet yang sangat menarik.<br />
<br />
<i>"Dicari pria untuk menemani bercinta dengan syarat :</i><br />
<i>1. sudah menikah</i><br />
<i>2. Mengirimkan foto</i><br />
<i>3. Mengirimkan nomor hp yang bisa dihubungi</i><br />
<i>Kirim ke rinjani1984@gmail.com</i><br />
<i>Untuk yang cocok akan saya hubungi, salam... Cecil"</i><br />
<br />
Mulanya aku menyangka itu hanya ulah orang iseng yang ingin menguras isi dompet para pria hidung belang, tapi belakangan rasa ingin tahu itu semakin menyeruak (koreksi, bukan ingin mendaftar hahaha namun lebih pada keingintahuan tentang identitas seorang Cecil yang begitu populer di forum <i>Jakarta Underground</i> dimana aku adalah salah satu member pasif yang rajin memantau perkembangan dunia hitam tersebut) <i>please give a thick red line at word <b>pasif </b>which is means that it just for my knowledge base but I didn't have to do everything on it</i>. Lagipula saat itu aku tidak termasuk dalam hitungan mengingat aku sendiri sedang berjuang meraih cinta seseorang hingga menyematkan titel <i>Penunggu Mawar Ungu</i> bagi seorang high quality jomble like me.<br />
<a name='more'></a><br />
<i>All information about Cecil cost me a month of my work hour and obviously that month I get salary for do nothing (poor Mr. Stephen *which is my boss. I'm sorry about my rubbish behaviour)</i>. Baiklah kalian duduk yang manis longgarkan ikat pinggang bagi para pria,<i> I wanna share a little bit story about Rin *please do not tell her that I'm the one who publish this story</i>. Rin yang aku tahu adalah seorang gadis cantik, putih, mungil,<i> it's describeable just like Andara Early although for some people says she is not their type</i>. Toh lagipula cantik itu relatif bukan? Kalo jelek itu mutlak adanya hahaha *setidaknya itu hasil dari <i><b>field repot</b></i> yang aku dapat dari para oknum buaya darat yang sudah pernah bercinta dengan dia <i>but somehow I never met her before, until she's become one of employee at CDM. If you asking me about my opinion, well... She's <b>cute</b></i> tapi gak bisa dibandingkan dengan Andara Early lah <i>she's just ordinary people and I like her. She can make my mind gettin' wild and naughty, yes drives me to my animality desire</i> (meoowww... Xixixixi).<br />
<br />
Saat itu dia masih menjadi seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta, aktif di sebuah kegiatan pecinta alam. Disitu pulalah dia bertemu dengan Tora (<i>I don't know maybe it just another fake name</i>). Dalam blognya dia sempat menuliskan betapa berkesannya hubungan percintaan dia dengan Tora, sampai-sampai aku yang membaca menjadi sesak nafas dan sesak duduk <i>(damn it's so f*ckin hot</i>). Namun hubungan mereka tidak berlangsung lama, sayangnya Rin sudah begitu terobsesi dengan Tora bahkan hampir gila dibuatnya. Berbagai usaha dilakukan Rin untuk mendapatkan kembali cinta Tora, namun Tora sudah begitu jauh meninggalkan Rin untuk mencari cinta yang lain.<br />
<br />
Aku tidak bisa menyimpulkan apakah itu yang menjadi penyebab dia menjalani hidup berganti-ganti pelukan dari para pemburu kenikmatan sesaat. Yang pasti sejak itu dia banyak menuliskan di blognya pengalaman demi pengalaman dia ketika bercinta dengan laki-laki yang sudah beristri. Pernah dia bercerita pengalaman bercinta dengan seorang gigolo, spesialis pemberi kepuasan pada wanita-wanita kesepian. Dia menuliskan betapa perkasanya sang gigolo hingga membuat dia mencapai klimaks hingga berkali-kali, <i>which is make me wonder can I have his phone number I think he should teach me how can he did that with his "thing"?</i> #damn<br />
<br />
Ada yang lebih lucu lagi pengalaman dia bercinta dengan tetangga di kompleks rumahnya sendiri, setelah selesai bercinta laki-laki itu rela mengeluarkan jutaan rupiah untuk menutupi dan menjaga wibawanya sebagai orang terpandang di kompleksnya hingga memohon agar tidak sampai hal ini tersebar luas *WTF.<br />
Kembali ke cerita utama walau Rin sudah tidak lagi berpacaran dengan Tora, dia masih membina hubungan baik. Sering bermain ke rumah Tora kenal dengan kakaknya *<i>I never know his name but let me call him Dewa</i>. Disinilah semua bencana bermula, ibarat istilah tak ada rotan akarpun jadi. Dewa tidak sebaik Tora, dia lebih cenderung nakal, walaupun sebetulnya dia sudah mempunyai istri dan anak tapi dengan kedekatan dia dengan Rin yang sering curhat tentang Tora akhirnya dijadikanlah Rin sebagai TTM nya. Berbagai tipu muslihat kacangan dia ungkapkan untuk meraih belas kasihan Rin mulai dari pertengkaran dengan istri, rencana untuk bercerai, dan semua hal menyedihkan diungkapkan yang bertujuan agar Rin iba dan akhirnya jatuh cinta padanya. Yang mana sebetulnya apa yang dia inginkan adalah ikut mencicipi dan merasakan kenikmatan tubuh Rin. Dan luluh juga hati Rin pada pecundang yang satu itu, mereka mulai menjalin hubungan terlarang itu bahkan hingga bercinta layaknya suami istri dengan menyewa hotel-hotel yang menyediakan layanan transit per-jam.<br />
<br />
Hubungan mereka berlangsung cukup lama, dengan intensitas percintaan yang rutin hingga pada suatu saat akhirnya kebobolan juga. Rin divonis positif hamil 3 bulan, dan itu sebuah pukulan yang keras dalam hidupnya. Dia coba mencurahkan ini semua pada Dewa namun apa yang keluar dari mulut si pecundang ini adalah dia minta Rin untuk menggugurkan kandungannya.<br />
<i>At last for God sake, she's really did that</i>. Dia menggugurkan kandungannya, sendiri dan dengan biaya sendiri sementara Dewa kembali asyik mencari wanita lain yang mau dibohongi untuk sekedar melepas hasrat kebinatangannya... Sementara Rin berjuang antara hidup dan mati karena praktek aborsi ilegal tersebut menyebabkan dia pendarahan hebat.<br />
<br />
Aku sempat mengumpat, menyebutnya tolol dan goblok karena 1 tahun setelah kejadian itu dia tetap saja kembali pada Dewa yang mengiming-iminginya dengan pernikahan siri. Kata terakhir yang aku sampaikan kepada Rin adalah "sejauh apapun dia pergi, jika suatu saat dia diminta memilih maka dia akan kembali pada istri pertamanya... <i><b>Just don't trust him</b></i>" namun sepertinya dia lebih memilih kembali pada Dewa yang saat itu dimatanya adalah kunci kebahagiaan hidup. Dan pada saat itu pula dia memutuskan untuk berhenti berkomunikasi denganku. Walau akhirnya aku bersyukur dapat bertemu dengan dia saat ini dan melihat dia sudah menjadi seseorang yang baru, yang lebih optimis memandang masa depan.<br />
<br />
<i>Like she said before, what a story huh ? But I do believe in one thing</i>, jauh didalam hati sanubari setiap manusia ada keinginan untuk kembali pada jalan yang benar. Hanya saja entah mereka berani ambil resiko dan melangkah untuk menjalaninya atau tidak. Aku sangat bersyukur akan kembalinya seorang sahabat dan kini dia yang balik mengulurkan tangannya meraihku dari keterpurukan ini.Kazuki Takagawahttp://www.blogger.com/profile/09556432968866776030noreply@blogger.com0