Wednesday, November 28, 2012

Jamuan Makan Siang

Peluh mengucur deras dari keningku, sementara telapak tangan seakan kaku karena tidak biasa menggenggam cangkul, dan bekerja di pematang sawah membuat kulitku hitam kelam terbakar bengisnya sinar matahari siang ini. Sesekali aku coba menegakkan punggung yang pegal karena tidak terbiasa membungkuk terlalu lama. Hilang sudah keindahan tubuh yang putih, atletis dan kekar... yang tersisa kini hanya kulit hitam dengan bekas alergi yang mengoreng dimana-mana.

Sayup-sayup buyung memanggil dari gubuk ditepi bengawan, setengah berlari kecil dia mendatangiku untuk mengajak beristirahat sejenak sambil menyantap makan siang yang sudah dibuatkan oleh istrinya tercinta.
"Mas Gee, ayo kita makan dulu... istirahat, sholat, baru kita lanjut lagi" ujarnya setengah membungkuk dengan sopan. Sebuah ciri khas karakter orang jawa yang penuh dengan keramahan.
"Oh, udah tengah hari toh... yo wis. Kamu bawa cangkul sama barang yang diujung sana ya Yung" ujarku sambil menyeka keringat...
"Inggieh mas..."
Lalu aku pun mencuci tangan dan kaki di pancuran yang sengaja dibendung membentuk kolam kecil. Dengan butiran air yang jernih, seolah membilas tidak hanya kotor dan lumpur di tangan dan kakiku namun juga menyapu segala kelelahanku yang sudah sejak dari pagi menandur satu petak sawah peninggalan nenek.

-o0o-

Kuhempaskan pantatku pada alas bambu, dan lagi-lagi terenyuh melihat hidangan siang ini. Padahal sudah satu bulan berlalu sejak pertama kali aku tinggal disini, namun tetap saja ketika melihat hidangan makan siang nasi putih, ikan peda bakar, dan satu tandan petai cina... oh iya tidak lupa sambal gerusan cabai rawit dan garam mindset ku masih belum dapat menerima apakah makanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan giziku atau tidak.

"Maaf mas Gee, kalo makanannya seperti ini... ala kadarnya" ujar Suratmi istri Buyung , seolah dapat membaca dari perubahan raut wajahku tatkala melihat menu makan siang.
"Iya, gapapa. Lain kali gantian aku yang akan bikin kalian terbelalak ya. Biar aku ajak makan steak di salah satu mall di Jakarta hahaha..." aku coba berkelakar menyembunyikan jati diriku sebenarnya.
Buyung menyusul kami setelah rapi membereskan semua peralatan, dan tanpa dikomando dengan lahapnya dia menyantap makanan yang disajikan sang istri tanpa mengeluh sedikitpun.
"Inget kalo makan nafas Yung, tar gak lucu kan kalo aku harus gotong kamu ke ambulance gara-gara kamu makan sampe lupa nafas"
"hahaha, iya mas sangking lapernya... eh koq mas lauknya sedikit sih? cuma nasi doang. Ayo mas coba petai cina nya enak loh"
"Hmm..." hanya itu jawabanku

Lama kupandangi petai cina yang masih terbungkus rapi dalam setiap bungkusnya. Sesekali kulihat mereka berdua asyik mempreteli petai cina dicampur dalam satu comotan nasi hangat lalu dibilas ke cobek yang berisi sambal cabai rawit.
Tak terasa aku menelan ludah sendiri, perutku berteriak-teriak tak peduli apapun makanannya yang penting bagi sang perut ada kerjaan yang bisa dilakukan hehehe.

"Damn... what the hell anyway, sometimes we must try a new experience. Maybe this is not as delicious as hainan rice or bebek selamet but what can I say" lalu perlahan aku mulai mencoba, sesuap... dua suap... tiga suap...
"Kurang ajar, mereka berdua cengar-cengir merasa menang kali ya liat guwe makan lahap banget" ujarku dalam hati. Oke lah, hari ini mereka berdua menang bisa ngerjain aku sampe mau makan sesuatu yang sangat asing di lidahku. entah karena lapar atau memang rasanya nikmat aku sampai menambah nasi dua kali dan menghabiskan setengah tandan petai cina sendirian (just don't get near me or you'll feel my breath so stinky hahaha)

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan pendapat anda