Monday, December 31, 2012

Tiga Pertanyaan

Aku membiarkan tubuhku terhempas di lembutnya jok New City E *Matic Mode, sesaat menikmati kenyamanannya lalu menoleh pada mahluk manis dibelakang kemudi yang fokus untuk dapat terlepas dari kepadatan lalu lintas Jakarta siang itu.
"Sweet ride"
"Thanks..." jawabnya
"Kemarin malam..." sebelum pertanyaanku selesai dia sudah bisa membaca apa yang ada difikiranku.
"Bukan, ini mobil bokap. Semalam yang Piccanto itu mobilku..."
"Oh I see..."
"Aku gak berani pake Piccanto untuk jarak jauh, mengingat kondisinya sudah uzur lagipula masih manual."
"Are you really mean that?"
"What ?"
"take me to Kediri"
"We already on the way to it..."
Aku hanya bisa manggut-manggut tanpa mengeluarkan sepatah katapun, sementara mobil sudah mulai masuk ke pintu tol luar kota menuju arah jalur utara.

Sunday, December 30, 2012

Journey To The East


Kepalaku masih terasa berat mengingat kejadian tadi malam, disepanjang pelipisku pun masih menempel perban yang warnanya sudah tidak putih lagi cenderung kusam dan memerah. Aku coba bangkit tapi rasanya ngilu di bagian rusuk sehingga mengurungkan niatku dan kembali tergolek lemah ditempat tidur. Samar-samar kulihat seseorang sedang duduk di meja sambil asyik mengotak atik laptopku, tapi bukankah itu Rin? Jam berapa ini koq dia sudah ada dikamar hotelku lagi, bukannya semalam dia segera pulang setelah membaringkan aku di tempat tidur? Mendengar aku terbangun dia menoleh padaku, dan menghampiriku dengan tersenyum. "wah, jagoan kita sudah bangun rupanya..."
"ah becanda kamu, but anyway... Thank you for saving me last night, I really appreciate your help"
Seperti biasa Rin hanya tersenyum, lalu mengambil bangku rias dan duduk dekatku.

Rinjani

Perkenalan pertamaku dengan Rinjani alias Cecilia alias Rin adalah dari sebuah iklan di internet yang sangat menarik.

"Dicari pria untuk menemani bercinta dengan syarat :
1. sudah menikah
2. Mengirimkan foto
3. Mengirimkan nomor hp yang bisa dihubungi
Kirim ke rinjani1984@gmail.com
Untuk yang cocok akan saya hubungi, salam... Cecil"

Mulanya aku menyangka itu hanya ulah orang iseng yang ingin menguras isi dompet para pria hidung belang, tapi belakangan rasa ingin tahu itu semakin menyeruak (koreksi, bukan ingin mendaftar hahaha namun lebih pada keingintahuan tentang identitas seorang Cecil yang begitu populer di forum Jakarta Underground dimana aku adalah salah satu member pasif yang rajin memantau perkembangan dunia hitam tersebut) please give a thick red line at word pasif which is means that it just for my knowledge base but I didn't have to do everything on it. Lagipula saat itu aku tidak termasuk dalam hitungan mengingat aku sendiri sedang berjuang meraih cinta seseorang hingga menyematkan titel Penunggu Mawar Ungu bagi seorang high quality jomble like me.

Friday, December 28, 2012

Tamparan Terakhir


I think men who have a pierced ear are better prepared for marriage. They've experienced pain and bought jewelry (Rita Rudner). Me ? I act like a tough guy who can control everything, but actually I'm just a piece of shit, I even can't face my own problem I just runaway... far away.
Malam ini aku memang tidak ditampar secara fisik oleh Maya, tapi tamparan secara nurani lebih dalam menghantam ulu hatiku. Aku lebih baik baku pukul dengan sepuluh orang preman sampai babak belur daripada harus menjadi pecundang yang berjalan di tepian trotoar tanpa tahu harus pergi kemana membawa segunung rasa kecewa dalam hati.

Wednesday, December 26, 2012

Forgiven But Not Forgotten


She save my day 'till I back to Jakarta (yes, I'm talking about Rinjani), fiuh Ciwidey... What a story. Tidak hanya penyelamat bagi CDM tapi juga bagiku yang saat ini benar-benar membutuhkan teman untuk sharing dan menemaniku dari kesepian yang membunuhku secara perlahan tapi pasti.
Sekembalinya ke hotel dan membersihkan diri seperti biasa aku membuka email dan memeriksa lagi agenda yang mungkin terlewatkan.
Hari ini benar-benar melelahkan dengan segala tricky war between Rin and I which is me who always get punked (pitty me...)

Monday, December 24, 2012

Elegi Bersama Rin

Pembicaraan dengan Rinjani semalam sangat ampuh untuk mengalihkan perhatianku dari everything about Maya. Meski kepala masih terasa berat tapi aku harus memaksakan diri untuk bangun dan mengikuti aktifitas yang sudah dijadwalkan oleh panitia.
Konsentrasi adalah kata yang tidak aku kenal hari ini, aku sibuk curi pandang mencoba memperhatikan setiap gerak gerik Rinjani sambil berusaha keras mengingat tentang account lamaku "Penunggu Mawar Ungu" didunia maya.

Sunday, December 23, 2012

Hujan Diatas Kertas

Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, tapi mata Rin belum terasa berat. Malah dia semakin larut dalam buku novel yang sedang dia baca, seolah membawa dia ke kehidupan nyata tokoh yang ada dalam tulisan itu.
Namun sejenak konsentrasinya terganggu dengan suara berisik dari luar bungalow, seperti suara orang yang sedang muntah-muntah.
Dia coba mengintip dari balik tirai jendela, mencari tahu asal suara tersebut. Terlihat sesosok bayangan orang sedang tersungkur dipinggir saluran air yang melintasi resort tempat dia dan semua karyawan CDM menginap.
Ini adalah malam kedua acara family gathering yang diadakan perusahaannya, jauh di kaki gunung daerah Ciwidey, Bandung Selatan.
"Sepertinya aku kenal dengan orang itu" gumam Rin sambil coba memastikan lagi dengan seksama, lalu dia beranjak mengambil sweater nya dan pergi keluar kamar untuk mencari tahu sosok yang sedang muntah itu.

Friday, December 21, 2012

Faceless Desire

Faceless Desire  

"Enggak..." untuk yang ketiga kalinya aku katakan dengan jelas pada Rudi di telpon.
"Tapi mas, kalo saya gak bisa jemput mas Gee sekarang saya bisa dipecat mas. Tolonglah sama-sama mengerti mas" Rudi begitu memelas meminta aku untuk ikut dalam outing kali ini (read : Dunia Belum Kiamat). Tapi aku sama sekali tidak tertarik untuk ikut, karena aku sangat tahu karakter pak Aceng yang begitu tricky dan licin dalam membuat sebuah rencana bulus nya walau aku sendiri belum tahu apa kira-kira kejutan yang dia buat untukku.

Monday, December 17, 2012

Dunia Belum Kiamat

Senin, hari yang biasanya membosankan bagi sebagian besar karyawan di PT. CDM kali ini nampak berbeda. Suasana kantor yang penuh kesibukan in the first day of the week, sekarang tampak lebih santai mereka menghabiskan waktu dengan berbincang-bincang sesama rekan.
Namun tidak untukku, aku tidak peduli dan lebih menyibukkan diri dengan permainan di salah satu jejaring sosial. Ya hari ini semua merayakan keberhasilan proyek perbankan yang telah mencapai tahap akhir, sebuah perjalanan yang melelahkan dari sebuah proyek jangka panjang (hampir 5 tahun berlalu dan kini akhirnya selesai juga).

Wednesday, December 12, 2012

Janji Si Pahit Lidah


Dia cukup cerdas juga, menyerap semua penjelasanku dengan cepat. Bahkan dia memberi ide-ide yang brillian untuk beberapa shortcut dalam penulisan program. Yup yang aku bicarakan ini adalah Rinjani, seorang programmer penggantiku agar perusahaan ini tetap berjalan tanpa tergantung dengan aku. Ya secara halus bisa dikatakan seperti itu tapi dengan kata lain, mereka berencana menendangku selamanya dan tidak ketergantungan pada satu orang. Sah-sah saja sih, karena memang waktu akan terus bergulir dan aku lambat laun pasti akan tergantikan juga.

Titik Balik

Sengaja aku hempaskan badanku di kursi kantor lalu memandangi setiap detail meja kerja yang masih tertata rapi, masih dongkol rasanya melihat wajah-wajah kemenangan terutama Maya. Mungkin ini pembalasan setelah aku juga sudah membuatnya sakit hati, jengkel, dan marah besar.
"Rasanya ada yang hilang..." aku coba buka laci paling bawah.
"Terkunci, kira-kira dimana ya kuncinya aku simpan?" coba berfikir keras
"Oya pasti disini..." gumamku seraya membuka laci paling atas, lalu aku meraba langit-langit laci tersebut mencari sesuatu. Terasa sebuah benda menempel rapi dengan posisi dilakban agar tidak jatuh, aku ambil benda itu dan benar saja kunci laci paling bawah tempat semua kenangan buruk dikubur.
Aku sempat ragu apakah aku harus membukanya lagi atau tidak, perlahan aku masukkan anak kunci dan memutarnya. Terbukalah laci bawah itu dan aku mencari sesuatu yang seharusnya terpajang disamping layar monitorku.

Ospek

Bangun kesiangan ? sudah tidak ada dalam kamusku lagi, itu kenapa sewaktu Rudi datang menjemput jam 8 pagi aku sudah standby di lobby hotel. Kita langsung berangkat ke head office CDM di Alam Sutera yang jaraknya tidak jauh dari tempatku menginap.


Yang tidak aku sangka adalah penyambutan kedatanganku dikantor. Sudah seperti layaknya selebriti yang dieluk-elukkan oleh para fans nya *atau mungkin aku terlalu over peDeh hahaha entahlah.
Kembali ke meja kerjaku, semua terlihat tertata rapi. Hanya saja barang-barang pribadiku sudah tidak ada, tampaknya walaupun aku sudah resign Jono (OB kesayangan) masih tetap setia membersihkan mejaku setiap pagi.

My Curse

Aku tidak habis fikir, sebegitu penting nya kah aku dimata pak Aceng. Jujur aku merasa sangat tersanjung dan respect dengan segala apresiasi yang aku terima.
Untuk mengerjakan tambahan proyek saja, aku kini dijamin segala akomodasinya. Mulai dari hotel, transportasi hingga makan, belum lagi insentif harian yang nilainya sejajar dengan para manager... Padahal apalah artinya aku yang hanya menjabat sebagai buruh coding hehehe.
Now here I am, laying down in my hotel room (Suite one, with full compliment... fiuh what a journey), apapun yang aku mau tinggal pesan dan tanda tangan.
Malam sudah semakin larut bahkan jarum jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, aku masih belum bisa tidur... Fikiranku melayang-layang jauh ke memori masa lalu.

Monday, December 10, 2012

Aku dan Maya

Sebetulnya Maya masih enggan bangkit dari tempat tidur yang ala kadarnya, namun bau harum yang menggelitik hidung membuat perutnya meronta, berdemo meminta untuk diberikan haknya mendapatkan asupan makanan yang memang sudah sejak kemarin siang belum terisi lagi.

Dengan langkah masih terhuyung, dia keluar kamar mencari sumber masalah bagi perutnya itu. Dia mendapati aku sedang mengolah sesuatu didapur, karena memang aktifitasku perlahan sudah terjadwal untuk menggantikan tugas Buyung mengurusi ternak ayam dan kambing peninggalan nenek.

Maya

Pandanganku masih berkunang-kunang, setelah terkena tamparan kerinduan dari seorang Maya. Ya, Maya adalah seorang wanita dari masa laluku. Yang jalan hidupnya harus berpapasan dengan jalan rumit kehidupanku, kami berdua sempat menikmati kebersamaan yang berakhir dengan kekecewaan. Dan rasanya aku pantas menerima hadiah kerinduannya, walau sebetulnya masih ada pertanyaan besar dalam diriku, yaitu...

Menunggu

Entah kenapa, keringat dingin tak hentinya mengucur deras dari keningku, padahal udara saat ini tidak terlalu panas seperti kemarin-kemarin. Mungkin karena rencana keberangkatanku kembali ke kota metropolitan kah ? aku sendiri tidak mengerti, degup jantung berdetak lebih kencang dari biasanya.

Kucoba mengatur pernafasan agar sedikit banyak bisa mengontrol degup jantung mendekati normal. Tak pernah bisa aku bayangkan harus kembali ke kota itu, setelah mulai terbiasa menikmati suasana penuh kedamaian disini.
"Tuhan, apa lagi rencanaMu untuk hidupku? Tidak dapat kah Kau biarkan aku menikmati sisa umurku ? atau mungkin Kau ingin aku menyelesaikan semua hal yang masih tertinggal disana?" Kusapu wajahku untuk menghilangkan suntuk yang mendera. Waktu terasa lebih lama, dan aku tidak bersemangat untuk beraktifitas hari ini. Hanya duduk diam menanti sang penjemput tiba mengantarku kembali ke kota yang sangat aku hindari.

The Calling

"Mas Gee..." terdengar pintu kamarku diketuk oleh Buyung. Ya aku tahu persis suaranya, sember campur serak basah gak karuan, dan aku tak peduli, lebih baik aku tutup telingaku dengan bantal dan kembali tidur.
"Mas... ada telpon dari Jakarta..." terdengar lagi pintu diketuk, aku berusaha mengingat siapa kira-kira yang bisa telpon aku dari Jakarta? padahal aku sudah mempersiapkan sebaik mungkin tempat pengasinganku ini tanpa ada yang tahu.

Sunday, December 9, 2012

Gone Fishing

I'm going fishing today, yes... aktifitas semasa SD yang sudah tidak pernah aku lakukan lagi pada saat ini. Mengingat lahan untuk menanam padi sudah selesai ditandur, dan kini tinggal menunggu kira-kira seminggu agar siap ditanami. Jadi banyak waktu bagiku untuk bersantai sejenak menikmati aktifitas lain.
Dengan umpan seadanya, dan kail yang aq beli di pasar aku coba peruntunganku di bengawan ini.
3 jam sudah berlalu tapi sepertinya belum ada satupun ikan yang tertarik dengan umpanku, atau karena aku yang tidak terlalu memperdulikannya sibuk dengan buku yang sedang aku baca.

Wednesday, December 5, 2012

Kedunglaban

Aaah kampret, gara-gara semalam gak bisa tidur hari ini aku jadi bangun siang. Kulihat rumah sudah rapi, jendela sudah dibuka dan udara segar leluasa menyapaku yang masih sembab oleh kelelahan yang luar biasa. Terhuyung dan berusaha memicingkan mata, meraih anak tangga menuju teras depan.

Kulihat mbok Suratmi sudah sibuk menyapu halaman, aku lirik jam tua di sudut dinding ruang tamu. Menunjukkan pukul 07.05 pagi.
"Mbok, bojomu dah berangkat ke ladang kah ?"
"inggih mas, sudah dari jam 6 tadi. Dia gak tega mau bangunin mas Gee, akhirnya dia jalan sendiri."
Aku tidak menimpalinya lagi, aku hanya menghempaskan pantatku di kursi teras. Akulihat si mbok sudah selesai menyapu dan bergegas masuk kedapur untuk melanjutkan kerjaannya yang lain. Sementara aku? masih berusaha menyatukan sisa-sisa nyawa yang masih belum terkumpul sempurna.
"Ini sudah pertengahan bulan kedua semenjak aku disini, tapi sepertinya tidak tampak perubahan dalam hidupku. Masih kusam, kusut dan tidak terurus, masih dihantui dan terus dihantui, hmm welcome to the fallen Gee..." lirihku pada diri sendiri.
Tidak lama kemudian, secangkir kopi panas dan sepiring gorengan pisang dibawa oleh Suratmi ke meja di teras tempat aku duduk.
"Ngopi dulu mas, nanti baru menyusul Mase ke Kedunglaban."
"looh, bukannya ladang yang di sisi bengawan toh?"
"enggak mas, hari ini Mase mau panen kelapa sama pisang yang di kedunglaban. Ini beberapa tandan udah dibawa si Parmin, langsung saya goreng buat mas Gee"

Lima Pertanyaan

I can't sleep, setiap hari aku selalu dihantui mimpi buruk itu. Mimpi buruk tentang masa lalu, yang seharusnya dapat aku tinggalkan dan melangkah kedepan. Namun kesendirian ini semakin membunuhku dengan bayangan yang tidak aku harapkan.

Kejadian tadi sore sudah tidak aku fikirkan, hanya persimpangan jalan hidup dengan seorang Alice. Sebetulnya menyenangkan juga bisa kembali berkomunikasi dengan bahasa yang biasa dahulu aku pakai untuk meeting dan presentasi buat para holder besar di kota metropolitan.

Aku coba keluar kamar dan menyalakan lampu minyak di tengah rumah. Dalam keremangan aku dapat melihat bagian halaman rumah yang cukup terang karena cahaya rembulan sedang purnama. Buyung... mana mau dia menemaniku tinggal dirumah ini, dia lebih memilih rumahnya sendiri yang kecil hanya terpisahkan oleh sepetak kebun. Terlelap bersama sang istri tercinta, baru pagi hari dia kembali untuk membereskan rumah.

Istri... kata yang tabu bagiku untuk mengatakannya, at least terhitung semenjak kepindahanku kesini. Persetan dengan semua kehidupan sosial, sebelum 5 pertanyaanku terjawab aku tidak akan pernah kembali pada kehidupan sosial seperti kebanyakan orang. Lima pertanyaan besar dalam hidupku, yang kini hilang ditelan kekecewaan yang membunuh ruh dan semangat hidupku.

Tuesday, December 4, 2012

Obrolan Dapur

"Do you smoke?" aku membuka pembicaraan seraya menyodorkan sebungkus rokok pada Alice. Dia tidak menjawab hanya menerima sodoran bungkus rokokku dan menyalakan sebatang rokok.
"Mas Gee pinter ya bahasa inggrisnya. Di kota makannya sama apa sih mas?" seloroh si Buyung tanpa berhenti meniup tungku dengan sebatang bambu.
"what did he say?" tanya alice padaku.
"He said, you are stranger. And very quite, he wanna know you much more. Maybe he want to know where are you from and why you here" tapi dia tidak begitu saja percaya omonganku, matanya menyipit seakan menyelidik kebenaran kata-kataku.
"Mr. Buyoung, can't you speak english ?" seakan dia mau menunjukkan bahwa dia gak percaya padaku dia langsung bertanya sama Buyung.
"Mas, maksudnya opo toh ?"
"Artinya : Elo jangan banyak omong Yung, tiup aja tuh tungku sampe kembung hehehe" Alice kembali melotot, seakan coba menyelidik bahwa dia sedang tidak dipermainkan. Sementara aku coba bersikap sesantai mungkin walau sebetulnya gak tahan juga mengontrol mataku yang tak henti-hentinya melirik belahan dada Alice yang hanya memakai tanktop. (*read : Perjumpaan)
"Anjroot, sialan nih cewek dateng dari planet mana sih bikin sesek celana guwe aja" gumamku dalam hati.
"Thank you, for let me stay in your house for a while... if you don't mind I want to know your name Mr..."
"Gee, just call me Gee..."
"Gee... that's your nickname ?"
"Actually my real name is Biji puas loh..." ujarku, buyung tertawa terbahak-bahak mendengarku berkata seperti itu. Dan itu bikin alice makin BT karena merasa dipermainkan.
"Are you always unfriendly like this ?"
"look miss, first I don't even know who you are or what are you doing in my village. Second, you suddenly appear in my house and I don't invite you. Buyung the one who bring you here isn't it ? third indeed, I am always unfriendly, and didn't expect anybody. I went to this village because I wanna be alone... I'm not expect any visitor"
"Don't worry, I will leave as soon as possible after they fix my bike" ujarnya dengan nada kesal.
lalu kami kembali terdiam, hanya kepulan asap rokok yang saling bersahutan dari mulut kami dan buyung memanfaatkan kesempatan itu untuk ikut nebeng rokokku... gak sopan tuh anak.

Tamu Tak Diundang

Menjengkelkan, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan raut wajahku saat ini. Buyung tidak nampak batang hidungnya, padahal aku sudah kepo banget pengen diraup tuh mukanya yang tanpa dosa. Aku coba cari di dapur dan ruang depan, tetap saja nihil. Seolah hilang ditelan bumi. Aku coba tanya ke istrinya yang saat itu sedang membenahi kayu bakar.
"Mbok mie, bojomu nang ndi toh? dicariin dari tadi ra ketok wonge"
"Tadi udah pulang mas, cuma balik lagi kesana. Katanya mo jemput mas Gee yang masih tidur"
"Owalah, kampret satu itu malah balik lagi..." gumamku sambil menepok jidat.
"Ya wis lah, mbok mie lagi ngapain neeh ?"
"Iki mas, keliatannya mau hujan. Jadi saya beresin kayu-kayunya"
"Oh ya udah, saya mau mandi dulu deh"
Lalu aku pun bergegas mengambil handuk dan membersihkan diri karena memang waktu sudah menjelang maghrib.

Perjumpaan

Sumpah serapah tak hentinya meluncur dari mulutku, bak aliran air irigasi yang saat ini sedang aq telusuri untuk kembali menuju rumah. Buyung terlalu segan atau takut entahlah. Yang pasti aku yang saat itu tertidur pulas ditinggal pulang begitu saja di gubuk tengah sawah dan pulang sendirian.
Sumpah serapahku berhenti ketika sampai di jalan aspal dan melihat seorang turis asing sedang kesulitan menghidupkan motornya yang mogok.
"bule katrok, jauh-jauh dateng ke Indonesia cuma nyusahin aja." gerutuku berganti topik membahas turis asing tersebut, wanita bule dengan tanktop dan hotpants sehingga terkesan macho dan cantik.
"aneh bule dipake in apa aja pantes, kalo orang pribumi cakep kagak mirip ongol2 iya hahaha" tak terasa aku tertawa sendiri, sambil mendekat kearahnya *secara arah pulangku memang tepat di persimpangan jalan.
"excuse me,can you help me please" sapanya sopan.
"duh, kalo dia tahu aku bisa ngerti bahasa doi, guwe bakal dikerjain sama bule..." gumamku... Tak terasa algoritma subjektifitasku yang sudah lama berkarat otomatis bekerja saat itu juga.
"maaf saya tidak mengerti..." jawabku seraya coba pergi. Tapi dia menarik tangganku, coba mengarahkanku pada motornya yang terparkir tidak jauh dari situ.
"please, you must help me. It's getting dark, I must go to batukaras hotel not far from here"
"ah rese lo ya, guwe ga ngerti bahasa lo neng..."
"my name is Alice, and I need your help... Please"
"helep... Helep... Lo mau bayar guwe berapa. Elo sendiri kere begitu, baju aja kurang bahan ampun dah"
"I have problem with my bike, please check it up for me..."
"no... No ya, ga mau" untuk menguatkan aku menggelengkan kepalaku, bersikeras agar aku bisa pulang dan segera meraup muka si Buyung *dendam kesumat hahaha...
Aku gak ambil pusing dengan masalah orang lain, justru aku kemari untuk membuang masalah yang menumpuk tak terselesaikan. Lalu akupun meninggalkan bule malang itu sendirian, iba namun hatiku sudah terlanjur beku oleh kebencian dan kekecewaan.