Wednesday, November 28, 2012

Soewito dan Ratnaningsih

Sendiri, dalam remangnya lampu minyak. Hanya ditemani suara binatang malam, ya aku tahu tidak baik untuk mataku melakukan aktifitas membaca dalam suasana cahaya yang remang-remang. Namun hanya ini aktifitas yang dapat aku lakukan melewati hari-hari in my Falling Chamber.

Sebuah buku yang lusuh, yang telah aku baca lebih dari sepuluh kalinya dalam rentang waktu satu bulan terakhir. Bahkan aku sampai hafal tanpa harus membaca setiap bait katanya, yang aku lakukan hanya membuka setiap lembarannya dan coba menjadi sosok "Beno" yang begitu sempurna dan dicintai.

Namun imajinasi itu perlahan pudar seiring beratnya mataku menanggung lelah setelah seharian beraktifitas di sawah bersama si Buyung. Pengabdi setia nenekku tercinta, walau dia tidak pernah diberi gaji yang rutin setiap bulan namun dia telah menganggap nenek sebagai orangtuanya sendiri. Sehingga aku diperlakukan begitu istimewa, yang terkadang membuat diriku sendiri merasa risih dan tidak pantas mendapatkan semua itu.

Aku coba merebahkan diri, coba merasakan aura cinta yang masih tersisa diruangan ini. Cinta seorang Soewito pada seorang Ratnaningsih. Yang rela menemani kekasih tercinta hingga akhir hayatnya, tanpa keluh dan sesal dimatanya.

-o0o-

Malam itu, 15 tahun yang lalu ditempat ini... hujan tak hentinya turun seolah hendak mengatakan turut berduka akan kondisi Ratnaningsih yang sudah sangat lemah. Hanya dapat terbaring dan sesekali melafadzkan Laa Ilaha Illallah dibimbing oleh suami tercinta Soewito yang tidak bergeming menemaninya, sambil menggenggam erat tangan renta yang mulai terkulai lemas.

Lalu Tuhan pun memberikan putusanNya, ya... Ratnaningsih dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Hembusan nafas terakhirnya mengiringi lelehan air mata dari pipi kekasih tercinta yang telah ikhlas melepasnya pergi. Dia pun perlahan mencium lembut kening kekasih tercinta untuk terakhir kalinya tanpa melepaskan genggaman tangannya hingga benar-benar dirasa sudah saatnya memberi khabar pada keluarga anak dan cucu.

Mereka telah melewati pernikahan lebih dari 50 tahun lamanya, berbagai dilema dan masalah dilewati bersama dengan ketujuh orang anak yang harus mereka besarkan dan bimbing hingga melahirkan cucu-cucu yang salah satunya aku. Dan mereka berhasil melewatinya hingga detik terakhir perpisahan tanpa ada orang lain. Ya hanya berdua di ruangan ini... dalam remangnya lampu tempel, tugas mereka selesai dalam membangun dasar sebuah keluarga hingga anak-anaknya menjadi besar  dan sukses dalam bidangnya masing-masing.

-o0o-

Aku menghela nafas panjang, sebatangan rokok kembali aku hisap seraya berbisik lirih "Maafkan aku nek, aku telah gagal... aku menyerah..."
Gelapnya suasana saaat itu tidak mampu mengalahkan suramnya kabut dalam hatiku. Hati seorang pecundang yang menyerah pada kehidupan. Namun ini sebuah pilihan yang harus dijalani suka atau tidak suka.

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan pendapat anda