Fallen Journey
Ijinkanlah aku buyar dalam hitam pekat tak bermasa yang kan selalu abadi...
Thursday, June 27, 2013
Perjalanan Terakhir
Ciuman Terakhir
Antara mimpi dan tidak sayup-sayup aku mendengar kegaduhan yang begitu ramai, beberapa orang berpakaian putih hilir mudik didepanku. Aku tersadar sepenuhnya setelah tubuhku diguncah keras oleh Rinjani, yang saat itu terlihat panik dan wajahnya pucat pasi.
"Mas... mbak Farida... mbak Farida mas..."
Wednesday, May 1, 2013
Friend of Foe ?
"Ahemm... sorry ya kalo ganggu" Suara Maya memecah keheningan yang sejenak menyelimuti aku dan Rin setelah luapan emosi yang tidak tertahan akhirnya lepas tak terkendali. Rin nampak salah tingkah, canggung dan segera duduk menjauh menjaga jarak denganku entah karena takut atau segan dengan keberadaan Maya diantara kami.
Tuesday, April 30, 2013
Distraction
Aku hanya dapat memandangi wajahnya dibalik kaca tebal yang membatasi antara aku dan Farida, namun itu tidak sebanding dengan tepi batas imaginer yang kasat mata terbentang lebar antara jiwaku dan jiwanya yang tengah berjuang menjalani takdir hidup. Aku kira dengan membawanya ke Jakarta akan membawa perubahan yang lebih baik dengan kondisinya, tapi semua perhitungan dan analisa para dokter itu salah walau aku tidak dapat menyalahkan mereka juga.
Friday, February 22, 2013
Objectivity View
Kamar sebelah sepertinya sudah tertidur pulas, karena tidak terdengar lagi suara tertawa Lisa yang bersenda gurau dengan Rin. Aku baru saja hendak merebahkan diri di kasur tiba-tiba pintu kamar hotel diketuk.
"Mas Gee, sudah tidur kah ?" suara Rin dibalik pintu kamar membuatku kembali bingung, haruskan kubiarkan Rin masuk dan menggodaku kembali? Jika malam sebelumnya aku bisa bertahan mungkin malam ini lain cerita.
Thursday, February 21, 2013
I Will Never Leave You
Sudah tiga batang rokok aku bakar untuk memenuhi paru-paruku dengan polusi mematikan ini. Tapi nyatanya rasa bersalah itu tidak juga pergi dari benakku, seolah sisi lain diriku terus meneriakkan caci maki akan kesilapan lidah mengungkap nama terlarang dihadapan Rinjani.
"you are stewpid Gee... You are very-very stewpid..." umpatku pada diri sendiri.
Keringat dingin mengalir deras disela-sela kening dan sebagian membasahi perban yang sudah berwarna merah kecoklatan buah tangan dari Jakarta yang menjadi saksi hancurnya egosentris seorang aristokrat oleh wanita.
Careless Mind
Exhausted... Mungkin itu kata yang tepat menggambarkan kondisi tubuhku saat ini. Dengan langkah gontai aku meninggalkan ruang dokter bersama Raihan, coba menerima bahwa ini semua nyata bukan sekedar mimpi buruk walau harapan untuk terbangun itu tetap melekat dalam hati. Sayangnya aku tahu bahwa ini memang benar nyata adanya.
Subscribe to:
Posts (Atom)