Thursday, June 27, 2013

Perjalanan Terakhir


Perlahan Farida mulai siuman, dia mulai membuka mata terlihat samar-samar Rin dan suaminya berdiri disamping dia. Mereka tidak begitu memperhatikan jika saat itu Farida telah siuman, terlihar raut wajah Rinjani begitu lelah dan penuh kesedihan.

"Mungkin kalo dia tahu aku sudah siuman dia akan kembali ceria..." guman Farida, entah mengapa sejak pertemuan pertama Farida dengan Rinjani ada ikatan yang sangat dalam, karena mungkin dia dan Rin mempunyai beberapa kesamaan dalam sifat dan perasaan masing-masing. Lalu Farida coba menoleh kesebelah kiri, dan dia menemukanku sedang tersenyum. Senyum bahagia yang tidak pernah aku rasakan sejak beberapa tahun terakhir ini, bahagia dapat melihat Farida yang kembali membuka mata, membuka lembaran kehidupan yang baru atau bahagia melihat Farida telah lepas dari jeratana penyakit yang selama ini menderanya.

"Hai..."
"Hai papa..." jawabnya lemah.
"Apa khabar, syukurlah kau sudah siuman..." ujarku seraya mengusap lembut keningnya.
"Papa disiapin baju sama siapa ? norak begitu kenapa harus putih-putih... gak seperti biasanya" aku tidak pernah menyangka setelah sekian lama aku berpisah dengannya masih saja dia ingat dengan setiap detail dalam diriku, bahkan tempat aku menyimpan kuci motor yang selalu di saku kiri ataupun korek kuping bekas yang selalu aku selipkan dibalik kusen jendela, dan sekarang bajuku pun dia masih sempat-sempatnya mengomentari setelah siuman dari tidurnya yang panjang.

Farida coba berusaha bangkit dan duduk di ranjang pasien, kesehatannya pulih begitu saja seolah tidak pernah menderita penyakit yang berat.
"Jangan dipaksakan ma, nanti malah sakit lagi..." ujarku
"Enggak koq, aku merasa sangat sehat pa, lihat aku bisa duduk tidak terasa sakit lagi"
"Oya, bagus dong kalo begitu..."
"Coba ya, aku rasa aku bisa berdiri..." sambungnya seraya turun dari ranjang perlahan menjejakkan kakinya di lantai. Aku yang sangat kuatir hanya bisa coba menopangnya agar dia tidak terjatuh.
"Mama, kamu bandel sih, pake langsung berdiri"
"Lihat pa, betul kan aku bisa berdiri, tidak terasa sakit tidak terasa ngilu... aku sudah sembuh pa" aku hanya tersenyum, dan memeluknya dengan erat.
"Aku ikut senang kau sudah sembuh sekarang ma"
"Papa, aku ingin jalan-jalan keluar ruangan... sudah lama aku tidak merasakan hangatnya matahari"
aku melepaskan pelukannya dan memandangnya dengan erat-erat...
"Mama... kita akan melanjutkan perjalan kita ketempat yang lebih jauh, hanya aku dan kamu..."
"Lalu, Lisa bagaimana pa ?" tanya Farida seraya menoleh kearah Rin dan Raihan yang saat itu sedang menggendong Lisa. Namun sepertinya mereka tidak memperdulikan dia, mereka hanya termenung memandangi sesosok jasad yang sedang terbaring di tempat Farida.
"Papa... itu siapa ?"
"Mam... sudah saatnya"
Aku dan Farida saling berpandangan, tanpa mengeluarkan sepatah katapun namun sepertinya dia sudah mengerti apa yang sedang terjadi saat ini.
"Setidaknya... izinkan aku memandangi wajah anak kita untuk terakhir kalinya pa..." ujar Farida, aku hanya mengangguk dan memeluk Farida dari belakang.
"Lisa berada di tangan ayah dan ibu barunya yang paling tepat ma, mereka akan menyayangi Lisa seperti kita menyayangi dia..."
"Iya... aku percaya pa..."
perlahan cahaya menebar diantara tubuh kita berdua dan seiring pudarnya cahaya tersebut begitu pula jiwa kita yang melanjutkan perjalanan ketempat yang lebih jauh tanpa ada lagi para pengganggu ataupun intrik yang rumit... hanya pertanggung jawaban masing-masing yang harus dibayar.

-=o0o=-

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan pendapat anda