Wednesday, December 12, 2012

Titik Balik

Sengaja aku hempaskan badanku di kursi kantor lalu memandangi setiap detail meja kerja yang masih tertata rapi, masih dongkol rasanya melihat wajah-wajah kemenangan terutama Maya. Mungkin ini pembalasan setelah aku juga sudah membuatnya sakit hati, jengkel, dan marah besar.
"Rasanya ada yang hilang..." aku coba buka laci paling bawah.
"Terkunci, kira-kira dimana ya kuncinya aku simpan?" coba berfikir keras
"Oya pasti disini..." gumamku seraya membuka laci paling atas, lalu aku meraba langit-langit laci tersebut mencari sesuatu. Terasa sebuah benda menempel rapi dengan posisi dilakban agar tidak jatuh, aku ambil benda itu dan benar saja kunci laci paling bawah tempat semua kenangan buruk dikubur.
Aku sempat ragu apakah aku harus membukanya lagi atau tidak, perlahan aku masukkan anak kunci dan memutarnya. Terbukalah laci bawah itu dan aku mencari sesuatu yang seharusnya terpajang disamping layar monitorku.

"Yes, ini dia foto anakku dan istriku... mantan yup lupa memberi tambahan mantan didepan kata istriku" sambil aku bersihkan dari debu-debu yang menempel. Aku pandangi foto itu... datar, dan warnanya sudah pudar karena sewaktu mencetak menggunakan tinta printer bukan cetak foto langsung. Ada getaran aneh ketika aku pandangi foto itu, seolah aku tersedot dalam pusaran ruang waktu kembali pada saat pertengkaran terakhir yang menjadi titik balik kesuksesanku menuju kehancuran.

-=o0o=-

Sebuah pesan di account Gtalk ku, ketika aku lihat lagi-lagi dia mengeluhkan tentang orang ketiga.
"Apakah pantas ketika istri sendiri dikata-katain anj*ng sedangkan wanita lain yang bukan siapa-siapa disanjung dan dipuja pap..." aku terdiam, dan menutup kembali gadgetku coba fokus kembali pada perancangan programku yang sudah mencapai tahap akhir.
Selang beberapa menit, dia kembali mengirim pesan...
"Hatiku hancur pap, aku sudah tidak punya siapa-siapa... bapak ibu sudah meninggal, aku hanya bersandar pada papah seorang. Hatiku hancur pap..." lagi-lagi konsentrasiku buyar, berantakan entah kemana.
"Wanita itu biadab pap, pelacur yang merebut suamiku tanpa perasaan..." pesan terakhir itu sudah tidak bisa aku toleransi lagi. Saat itu juga emosiku meledak sejadi-jadinya. Aku gebrak meja kerjaku alat tulis dan monitor berjatuhan. Belum puas dengan menggebrak meja aku banting laptop yang notabene satu-satunya nyawaku dalam profesi sebagai programmer ini. Tidak ayal lagi laptop itu pun hancur berantakan, dan saat tersadar dengan apa yang aku lakukan aku terdiam lemas... aku baru sadar kerjaku selama bertahun-tahun hilang dalam sekejap.

Emosiku tidak mereda sampai disitu, aku segera mengambil jaket dan bergegas menuju garasi mengambil motor... tujuanku : Rumah...

-o0o-

Bahkan motor tidak sempat aku standard dengan sempurna, aku langsung turun dan menggedor pintu rumah. Gubrak..#$^%! suara motor yang jatuh karena terlalu miring dan tidak distandard dengan baik, tapi aku tidak peduli kau kembali menggedor pintu rumah. Tetangga ? aku tidak peduli, siapa yang ikut campur akan aku sikat tanpa banyak omong.
Pintu terbuka, kulihat wajah dia yang pucat dan sembab karena menangis dari semalem sejak dia mengetahui hubungan perselingkuhanku dengan Maya dari pesan singkat di gadgetku. aku dorong dia dengan kasar, lalu aku banting pintu agar tidak terlihat  oleh tetangga dari luar.
"Mau lo apa sih... guwe udah coba diam dari semalam tapi lo terus memaksa guwe untuk meledak seperti ini ?" bentakku, sementara dia hanya bisa menangis semakin keras.
"Dari awal tahun guwe sudah berkali-kali bilang sama lo, guwe gak bisa lagi hidup sama lo, lebih baik kita pisah selesai sampai disini. Kenapa memaksa terus mempertahankan pernikahan kita ?"
"aku sudah tidak punya siapa-siapa pap..." jawabnya lirih sambil terisak, sementara air matanya terus mengalir deras...
"Guwe udah berbaik hati masih membiarkan lo hidup sama guwe, masih memberi lo sama Lisa makan, guwe cuma minta satu hal lo gak usah ikut campur lagi kehidupan guwe..."
"Aku istrimu yang sah pap..." suaranya hampir tidak terdengar karena tercekat isak tangis yang semakin meledak. Hatinya hancur lebur mendengar aku kembali mengatakan itu...
"Elo tuh cuma numpang, lo harusnya tahu diri... yang namanya numpang itu gak usah banyak cingcong gak usah banyak omong... kalo lo gak suka silahkan pergi dari sini, pulang sana"
"Ini semua gara-gara perempuan itu... terkutuk !!!" dia menjerit histeris tapi kata-kata tersebut hanya semakin membuatku gelap mata. aku tidak terima dia mengatakan Maya sebagai pelacur, terkutuk atau makian lainnya... bagiku Maya lebih bisa mengerti aku dibanding dia.
"Ya sudah sana pergii !!!" teriakku sambil menyeret dia keluar rumah. Aku tidak tahu setan apa yang merasukiku saat itu, dia berusaha mati-matian agar tidak sampai terlempar. Dan aku yang sudah kesetanan menyeret dia tidak hanya tangan, kaki, bahkan rambut jika perlu aku seret agar bisa aku lempar keluar rumah.
10 menit pergumulan itu membuatku terduduk lemas, semua badanku letih, kulihat dia menangis sejadi-jadinya tersedu memegangi pergelangan tangannya yang sepertinya terkilir karena aku menariknya terlampau keras. Sayup-sayup aku dengan suara isak dari sudut ruangan, ternyata anakku Lisa sedang terduduk pucat pasi menahan tangis dan dia menyaksikan "semuanya"...

-=o0o=-

Aku tidak kuat untuk mengingatnya lagi, aku memejamkan mata terasa perih dan sakit. Ulu hatiku terasa panas, keringat dingin mengucur deras dari pelipisku. Aku tidak menyangka bisa sekejam itu pada seorang istri yang dulu aku nikahi. foto itu hampir saja terlepas karena jemari tanganku tidak kuasa aku kendalikan, bergetar sangat hebat. Tapi perlahan aku dapat mengendalikan diri, kusimpan kembali foto itu dan aku tutup laci bawah dengan perlahan.

"Foto istri sama anaknya ya pak, koq gak jadi dipasang ?" Aku menoleh kebelakang, dan entah sudah berapa lama Rin berdiri dibelakangku.
"Bukan urusanmu" jawabku ketus
"Oh maaf, saya tadi gak sengaja lihat... saya mau diskusi tentang alur sistem aplikasi perbankan tadi pak" jawabnya dengan serba salah.
"Ya sudah tunggu saja nanti saya yang ke mejamu..."
"baik pak..."
Aku menghela nafas, terdiam dengan gumpalan mendung diatas kepalaku. Semua sudah dapat aku prediksi, mimpi  buruk itu datang lebih dahsyat karena semua kenangan ini membuka kembali luka lama.
Perceraian kami akhirnya terjadi juga tidak lama setelah peristiwa itu. Dia dan Lisa kini kembali ke kampungnya di Kediri, tinggal bersama kakaknya. Berita terakhir yang aku dengar adalah dia kini sudah menikah lagi dengan mantan pacarnya sewaktu SMA dulu. Semoga akhirnya dia bahagia, tidak tersiksa lagi oleh mahluk biadab seperti aku...

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan pendapat anda