Tuesday, January 22, 2013

Konspirasi tingkat Tinggi


Setelah bercengkrama bersama Lisa seharian ini, aku Rin dan Lisa kini beristirahat melepas lelah di kamar hotel. Tak bosannya aku memperhatikan mereka berdua yang sedang tertidur lelap, satu hal yang selalu aku yakini adalah kecantikan wanita yang alami akan terpancar pada saat mereka tertidur. Dan yang aku lihat sekarang adalah dua bidadari yang begitu mempesona, bidadari yang menjadi bagian dari perjalanan hidupku.


Waktu telah menunjukkan pukul 1 dini hari, namun seperti biasa aku tetap saja sulit untuk memejamkan mata. Bayangan Maya kembali menghampiri, seikhlas apapun aku melepasnya. Kini dia mungkin benar-benar pergi untuk selamanya, melupakan aku dan segala kenangan bersamanya. Huft, such a pain that can't be heal... Semakin kuratapi semakin berdarah luka dan sakit ini.

Sekejap mataku tertuju pada handphone Rin yang tercecer ketika aku coba membenahi tas nya yang berantakan diatas meja. Kulihat sepertinya ada beberapa pesan yang belum dibuka di layar notifikasi. Entah mengapa aku yang tidak pernah peduli dengan urusan orang lain kini begitu besar rasa ingin tahuku pada isi pesan di handphone Rin.

Seandainya saja rasa ingin tahuku tidak besar mungkin sekarang aku sudah dapat menikmati istirahat yang total. Namun langkah hidup sudah kubuka seiring terbukanya pesan yang ada di dalam handphone Rinjani, sederetan percakapan yang membuat tubuhku bergetar hebat. Hampir saja handphone itu terlepas dari tanganku saking tak kuasanya aku menahan berat beban dan shock akan isi percakapan Rinjani dengan seseorang yang sangat aku kenal.

-o0o-

Pagi menjelang, aku masih terduduk dipinggir kasur memandangi sosok wajah Rinjani dengan tatapan yang nanar dan kosong. Perlahan mata yang indah itu terbuka dan dia sepertinya kaget melihat aku masih terjaga dan diam tidak bergeming memandangi dirinya.
"Mas, kamu ngapain disitu ?" aku hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaannya. "Kamu gak tidur mas ?" tanya nya lagi, aku hanya menggeleng lemah, coba memandang kearah lain menahan panasnya kelopak mataku yang mulai berkaca-kaca.
"Mas kenapa ?" dan aku terdiam, menahan gemuruh dalam dadaku yang bisa meledak kapan saja, yang mungkin akan menghanguskan semua kenangan indah bersama Rinjani.

Sekilas Rin melihat handphone nya tergeletak tidak jauh dari tempatku duduk, dan sepertinya dia sudah sangat mengerti, terlihat dari perubahan raut wajahnya dan air mukanya yang mulai memucat seputih mayat.
"So this is all about her..." ujarku pelan, bahkan hampir tidak terdengar karena tercekat oleh gumpalan emosi yang menumpuk diujung tenggorokan.
"Please mas, aku bisa jelaskan semuanya..."
"Yes, you should explain me everything, every single fuckin things" pandanganku sudah mulai buram dengan gumpalan air mata yang perlahan menetes dari sela-sela kelopak mata. Sementara Rinjani yang baru saja terbangun dan harus menghadapi amarahku yang sangat besar menggigil ketakutan, dia sendiri tidak tahu harus memulai dari mana untuk menjelaskannya.
"When the first time you know her ?" nada suaraku tetap tegas dan berat, aku coba sebisa mungkin menahan agar suaraku tidak meledak. Aku tidak ingin membangunkan Lisa yang masih terlelap tidur.
"Mas..." Rinjani mulai menangis dan menggenggam erat tanganku, coba berusaha menenangkanku sebelum dia menjelaskan semuanya.
"Maaf aku tidak mengatakan ini sebelumnya, karena aku sudah berjanji pada mbak Farida. Aku mohon mas mengerti dan mau mendengarkan penjelasanku dahulu..."
"You lie to me Rin... you lie to me... kamu berhasil membodohi aku dengan semua sandiwara ini. Damn I was so close to you, until I realize that you... you... cheat on me, all this time you already know her... you have planned this trip from a long time ago"
"Tidak mas... bukan begitu..."
"Shut up Rin... SHUT UP..." nada suaraku tidak dapat aku tahan, mulai meninggi dan keras, membuat Rinjani semakin menggigil ketakutan, jemarinya menggenggam erat tanganku. "Just listen to me, correct me if I'm wrong..."
"Maaf mas... maaf sayang..." hanya itu yang dapat dikatakan Rin dengan lirih dan penuh rasa takut.
"Kau mengenal dia jauh sebelum bertemu aku, mungkin jauh sebelum aku bercerai... jadi katakan, KAPAN ?!!"
"Mas... sejujurnya, aku mulai berkomunikasi dengan mbak Farida sejak kau menceritakan semua isi hatimu tentang Farida padaku sepuluh tahun yang lalu, keingintahuanku sangat besar terhadap sosok Farida yang begitu mas dambakan, bahkan mas menyebutnya cinta dari seorang belahan jiwa yang dapat mengalahkan semua hasrat, nafsu, dan ego hati" tutur Rinjani dengan tidak hentinya menggigit bibir menahan rasa takut yang sangat, bahkan dia tidak berani menatap mataku hanya tertunduk lemah.
"apa maksud semua ini Rin ?" aku benar-benar tidak mengerti, hanya dapat menunggu untaian penjelasan keluar dari mulutnya Rinjani.
"Semenjak perkenalanku dengan mbak Farida saat itu, aku sedikit banyaknya menyampaikan apa yang mas ungkapkan pada dia. Itu sebabnya kenapa dia bisa hadir dalam hidup mas dan menjadi pendamping mas"
"So did you think you are a hero now ?" aku tidak terima dengan penjelasan dia, seolah-olah dia menjelaskan tentang pembenaran diri dan tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini.
"No, I am nobody... aku cukup bahagia melihat kalian dapat bersatu. Tolong dengarkan aku dulu mas, aku coba menjelaskan semua dari awal agar jelas dan tidak ada salah faham antara kita"
"Lepaskan tanganmu... aku ingin penjelasan sejelas-jelasnya" bentakku sambil menepis tangannya yang berusaha tetap menggenggam tanganku. akhirnya dia benar-benar terdiam, menunduk tanpa dapat berpegangan pada apapun, hanya dapat menggigit bibir dan menggenggam erat selimut kasur mencoba menguatkan diri untuk melanjutkan pembicaraanya.
"Aku tidak pernah berkomunikasi lagi dengan Farida maupun mas setelah aku dapat memastikan bahwa kalian bisa bersatu hingga ke mahligai pernikahan... karena aku rasa aku cukup bahagia melihat kalian dapat bersatu, dengan harapan suatu saat aku akan menemukan juga seseorang yang seperti mas... yang mencintai tanpa berharap apapun tanpa memandang masa lalu, tanpa memandang fisik, benar-benar jujur pada perasaan mas..."
"Bull shit... that man already dead" jawabku, yang sedikit demi sedikit dapat menguasai emosi dan mencoba konsentrasi menyimak penjelasan Rin.
Rin sudah mulai berani memandang mataku, aku lihat kedua matanya penuh dengan deraian air mata yang tidak dapat tertahan mengalir begitu saja membuat garis pada wajahnya yang cantik.
"Aku yakin orang itu masih ada mas... buktinya enam bulan lalu tiba-tiba aku dihubungi oleh mbak Farida. Dia meminta untuk bertemu, dan akhirnya aku bertemu dengan dia mas, dia menceritakan semuanya padaku mas... maaf jika aku sudah memasuki kehidupan pribadi kalian, tapi ini permintaan mbak Farida mas... walau aku sudah menolak dia meminta aku untuk menyimak semua ungkapan hatinya"
"Ya kalian memang cocok, sama-sama bara api yang membakar tanganku tapi juga tidak dapat aku lepas..."
"Mas tolong dong dengarkan dulu penjelasanku..."
"Yes I heard enough about your explanation, how could you do this to me Rin... bahkan masuknya kamu ke CDM adalah salah satu konspirasimu ? betapa dahsyat trik yang kamu punya. Hebat, kamu memang hebat mungkin badan intelligen nasional perlu menyewamu sebagai agen..."
"Mas... aku hanya menjalankan amanah dari mbak Farida"
"Bodoh... kamu mau saja mendengarkan dia, bak kerbau dicocok hidung... mana kepintaran otakmu Rin... mana ? kamu kira guwe piala bergilir yang bisa dipindah tangankan untuk mengamankan perekonomian dia selama ini ?"
"Mas Gee... tolong hagai aku, teganya kamu menilai aku seperti itu..."
"SELAMA INI AKU MENGHARGAIMU !!! that's why I'm not fuck with you though I can do that... that's because I RESPECT you !!!" bentakku sambil menunjuk tepat diwajahnya.
Plakk..!!! sekali lagi aku kena tamparan oleh wanita, damn why I always getting slap on my face, did I said something wrong ?
"Puas ? puas kamu menamparku ? kamu tidak lebih baik dari Maya dan wanita lainnya Rin, kamu... kamu... aaarrrghhhh" aku bingung harus berkata apa lagi, aku benar-benar tidak menyangka dan seakan semua mimpi tapi sayangnya ini nyata menimpaku.
"Tidak usah membawa wanita lain mas, jangan kamu samakan aku dengan siapapun. Aku ikhlas menjalani semua ini, aku tidak pamrih sedikitpun akan apa yang telah aku korbankan untuk kamu, karena kamu mengajariku semua ini mas... semua berkat kamu"
"But you lie to me... that's the fact"
"Aku tidak pernah bermaksud begitu mas, suatu saat aku akan mengatakannya padamu, hanya saja waktunya tidak tepat karena kamu masih emosi mas..."
"Cukup Rin... cukup... aku pergi dari sini, tolong katakan sama Lisa papanya pulang karena ada urusan penting..." ujarku sambil pergi tanpa membawa apapun, aku melangkah keluar kamar dengan gontai dan membawa segudang kekecewaan.
Rinjani mengejarku, coba menarikku agar tetap di kamar "Mas tolong dengarkan penjelasanku..." ujarnya sambil terisak menangis. Tapi mataku sudah gelap, aku mendorong dia hingga terjatuh dan pergi dengan membanting pintu hingga Lisa terbangun.
Rinjani yang tidak dapat mengejarku hanya dapat memandangku melangkah menuju lift dan saat itu dia meneriakkan sebaris kata yang akan mengubah hidupku kedepannya.
"Silahkan mas pergi lagi untuk bersembunyi, teruslah melarikan diri seperti itu mas... hanya perlu kamu ketahui saat ini Farida sedang sekarat, dia menderita KANKER SERVIKS STADIUM 2.. !!!! pergilah sesukamu mas tinggalkan semua yang telah kamu bangun... dasar laki-laki bodoh !!!"

Tangisnya semakin menjadi, Lisa yang baru saja bangun hanya bisa berdiri dan memeluk Rin yang terduduk bersimpuh memegang gagang pintu kamar, mencoba menenangkan Rinjani seraya berkata "Papa marah lagi yang tante, sabar ya... sebetulnya papa gak seperti itu koq. aku tahu karena aku sayang papa dan papa sayang aku... papa pasti kembali koq tante" jawabnya lirih tapi hal itu malah membuat tangisan Rin semakin meledak sambil memeluk erat Lisa.

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan pendapat anda