Saturday, February 2, 2013

Permintaan Terakhir

"Aku tidak pernah bermaksud untuk menipumu mas..." terdengan suara Rin dari arah belakang, aku menoleh kearah suara tersebut. Terlihat Rin dan Lisa berdiri dengan wajah cemas.
"How you can find me?" tanyaku.
"Just my intuition, I think I can find you here"
"hmmm, just lucky guess, I think..."
"Lisa need you mas, she don't want to go back to mbak Farida's house without you"
"Just... Don't say her name in front of me okay... I'm sick of it"
"Mas, mungkin surat ini dapat menjelaskan semuanya..." ujar Rin, seraya mendekatiku dan menyodorkan secarik kertas usang yang masih terlipat rapi.

Perlahan kuraih secarik kertas tersebut, coba menghilangkan ragu dengan memandang dalam-dalam pada sepasang bola mata Rinjani. Kulihat dia mengangguk perlahan dengan sejuta cemas tergurat diwajahnya. Kualihkan pandanganku pada Lisa, gadis kecil itu tersenyum manis namun rasa takut juga terpancar dibalik bola matanya.
Kubuka perlahan lipatan surat tersebut, dan aku mengenali dengan pasti itu adalah tulisan tangan Farida.

-o0o-



Jakarta, 10 Januari 2012
Dear Rinjani, terima kasih sudah berkunjung kerumahku. Akhirnya, kita bisa bertemu kembali meski pertemuan kali ini kamu mendapatiku dalam kondisi yang berbeda.

Aku yang sekarang sudah tidak secantik dulu dan akupun telah kehilangan segalanya. Kehilangan mahligai rumah tangga, kehilangan orang yang aku cintai dan yang pasti seiring berjalannya waktu, aku kini tinggal menghitung hari menjelang kematianku yang sudah pasti. Tak ada yang lebih menyakitkan selain mengetahui kapan maut akan menjemput dan tak ada yang dapat aku lakukan untuk menghindarinya.

Rinjani, dokter memvonisku mengidap kanker serviks stadium 2. Sebuah kenyataan yang sulit aku terima, dan pada saat yang bersamaan belahan jiwaku pergi membawa cinta pada bunga yang lain.
Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini, bagiku dunia seakan telah berakhir sebelum kematian benar-benar datang menjemput. Suamiku terjebak dalam cinta tanpa harmoni hanya rasa tanpa jiwa. Tenggelam dalam hasrat dan kenikmatan sesaat walau aku sadari semua karena aku tidak dapat memberikan itu semua mengingat kondisiku saat ini.

Sahabatku, sudilah kiranya engkau menemani jasad tanpa asa ini hingga waktu berhenti untukku hingga fajar tak lagi tersenyum menyapaku, aku mempunyai satu harapan terakhir yang mungkin akan menjadi beban terakhir bagimu dariku. Aku hanya ingin mati dalam pelukannya dalam dekapan orang yang aku cintai, bantulah aku mengangkat dia yang sedang tenggelam, jatuh kedalam sumur tanpa dasar, semoga Tuhan membalasnya dengan ribuan malaikat mngagungkan namamu dan meninggikan derajatmu disisiNya.

-o0o-

Aku jatuh terduduk, seluruh persendianku lemah tak berdaya. Perlahan surat itu aku lipat kembali, aku menatap nanar pada kedua insan dihadapanku.
"Tolong katakan padaku, sejauh manakah aku tersesat ?" tanyaku dengan suara parau
"Yang sudah berlalu biarlah berlalu, yang dapat mas lakukan sekarang adalah kembali membenahi puing-puing yang sudah hancur. Mas Gee, inilah masa depanmu..." ujar Rin sambil mendekap erat Lisa yang masih terlihat bingung dengan semua ini.
Aku memeluk erat Rin dan Lisa, akhirnya kita beranjak meninggalkan teminal untuk kembali ke rumah Farida. Hal pertama yang ingin aku lakukan adalah, bersimpuh di kaki Farida dan memohon sejuta ampunan dari sang Dewi yang tengah berjuang melawan maut.

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan pendapat anda