Monday, December 10, 2012

Menunggu

Entah kenapa, keringat dingin tak hentinya mengucur deras dari keningku, padahal udara saat ini tidak terlalu panas seperti kemarin-kemarin. Mungkin karena rencana keberangkatanku kembali ke kota metropolitan kah ? aku sendiri tidak mengerti, degup jantung berdetak lebih kencang dari biasanya.

Kucoba mengatur pernafasan agar sedikit banyak bisa mengontrol degup jantung mendekati normal. Tak pernah bisa aku bayangkan harus kembali ke kota itu, setelah mulai terbiasa menikmati suasana penuh kedamaian disini.
"Tuhan, apa lagi rencanaMu untuk hidupku? Tidak dapat kah Kau biarkan aku menikmati sisa umurku ? atau mungkin Kau ingin aku menyelesaikan semua hal yang masih tertinggal disana?" Kusapu wajahku untuk menghilangkan suntuk yang mendera. Waktu terasa lebih lama, dan aku tidak bersemangat untuk beraktifitas hari ini. Hanya duduk diam menanti sang penjemput tiba mengantarku kembali ke kota yang sangat aku hindari.



-o0o-

Runaway, itulah kata yang tepat untuk keberadaanku disini. Ya... ini bukanlah tempat pengasinganku melainkan tempat persembunyian dari seorang anak kecil yang terlalu banyak membuat kesalahan dan tidak berani untuk memperbaikinya. Tempat bagi seorang yang tidak puas akan takdir yang sudah digariskan kepadanya, dan berharap tempat ini bisa mengobati kekecewaan hidupnya.

Kulihat Buyung baru saja pulang dari kebun, membawa setumpuk kayu bakar yang akan di belah lalu dikeringkan agar kayu tersebut terbakar sempurna ketika digunakan. Aku panggil dia untuk menemaniku, tidak lupa aku suruh membuatkan kopi terlebih dahulu. itulah yang aku sebut multitasking, maklum lah orang IT... analisis pemrogramanku pun diimplementasikan dalam kehidupan sosial saat ini hehehe

-o0o-

Tak lama sebatangan rokok lewat, Buyung datang dengan segelas kopi hitam yang wanginya begitu menggoda.
"Silahkan mas Gee, kita ngopi-ngopi dulu..."
"Hehehe, makasih ya Yung, kayaknya hari-harimu selalu ceria... aku kadang heran liat kamu, seolah persediaan kebahagiaanmu tidak pernah habis"
"Hahahaha, mas Gee ini bisa aja... bahagia dan duka itu saling melengkapi mas. Gak bisa kita menginginkan kebahagiaan terus menerus, sementara kita menolak duka yang menghampiri."
"Tumben lo bijak..." jawabku dengan tatapan yang aneh.
"Owalah, itu kan yang selalu diajarkan sama Ndoro putri semasa hidup dulu mas... wejangannya akan saya ingat selalu"
"Oya, sayang ya aku tidak menyimak setiap kali beliau cerita."
"Mas jadi berangkat hari ini ?"
"Kayaknya sih enggak, kasihan orang yang disuruh pak Aceng kalo dia harus pulang pergi jemput aku. Biar dia istirahat dulu semalam disini baru paginya kita berangkat"

Kami pun menghentikan percakapan sementara, untuk menikmati kopi panas dan sebatang rokok. Dan seperti biasa, Buyung paling senang diajak ngobrol bareng seperti ini, karena dia bisa ikut nebeng rokokku barang sebatang dua batang.
"Mas nya koq kayak gelisah begitu sih, bukannya senang bisa balik ke Jakarta?" aku hanya dpat tersenyum kecut, sekecut aroma ketiak si Buyung yang santer menebar cetar membahana *Lagi-lagi Syahrini.
"Aku sudah mulai betah tinggal disini yung... males pulang ke kota"
"Howalaah, bisa gitu ya. Orang sini malah pengennya cari kerja di Jakarta biar dapet duit banyak. Ini malah pengennya hidup susah, makan cuma sama nasi, garem hehehe"
"Kalo kamu sudah terjebak dalam kehidupan kota besar mungkin pertanyaan kamu itu akan mudah kamu jawab tanpa aku jelaskan dengan kata-kata"
"Maksudnya gimana mas ?"
"Ah sudahlah, kamu gak akan pernah bisa mengerti..."
"Mas ini sama persis kayak ndoro putri, selalu bilang kalo saya tidak akan pernah mengerti. Jadi gimana dong biar saya ngerti"
"Aku gak tahu caranya biar kamu ngerti Yung, tapi aku tahu caranya biar kamu diam..."
"Caranya?"
"Aku sumpel mulut kamu sama rokok satu bungkus terus dinyalain berbarengan..."
"Hahahaha, owalaah mabok aku mas, disumpel rokok" kami pun tertawa terbahak-bahak, dan sejenak aku melupakan kegundahanku. Terima kasih Buyung, engkau memang sahabat yang baik.

-o0o-

Senja semakin memerah, tapi sepertinya tim penjemput belum tampak. Aku sengaja duduk di pos ronda di tepi jalan besar, agar bisa melihat hingga keujung batas desa untuk memastikan mereka sudah tiba. Hingga akhirnya menjelang maghrib tiba, samar-samar terlihat sebuah mobil minibus melaju dengan perlahan. Aku coba teliti dengan seksama, plat nomornya... ya betul itu mobil dengan plat nomor Jakarta, bergegas aku turun dari pos ronda dan berdiri dipinggir jalan.

Mobil itu berhenti tepat didepanku, perlahan kaca depannya terbuka dan seraut wajah yang tidak asing bagiku muncul dibalik kaca.
"Hallo mas Gee, lama tidak ketemu..."
"Hallo Rud... mimpi apa kamu dapet jatah jemput aku sampe ke pedalaman sini hahaha..." jawabku seraya menjabat tangannya. Ya Rudi adalah sopir kepercayaan pak Aceng yang sudah sangat aku kenal, mungkin bisa dibilang karyawan CDM yang paling lama mengabdi, jauh sebelum aku bergabung dengan perusahaan itu.
"Ayo turun dulu, mobilnya kamu parkir di depan rumah aja. Masuknya lewat gang didepan balai desa" ujarku sambil menunjuk kesebuah bangunan tidak jauh dari tempat mobil tersebut berhenti. Tiba-tiba terdengar pintu tengah mobil dibuka, lalu turun seseorang menghampiriku.
"Hallo Gee, long time no see..." Serasa disambar petir disiang bolong. aku sangat mengenal suara itu, perlahan aku menoleh dan...
"Maya...?!" Seorang wanita muda segera menghampiriku, dan memeluk erat tubuhku tanpa sempat aku berbuat apa-apa hanya terpaku seolah tidak percaya...
"Iya aku lupa mau kasih tahu kamu Gee, ibu Maya memaksa ikut jemput kamu padahal saya bilang perjalanan jauh dan melelahkan... tapi dia tetap memaksa" kata Rudi yang bagiku lebih terdengar sebagai pembelaan diri ketimbang pemberitahuan.
Cukup lama juga Maya memeluk aku dengan erat, dan membenamkan kepalanya di pundakku... dua buah benda empuk pun ikut terbenam menekan dadaku semakin kencang membuat aku sulit untuk bernafas dan lebih sulit lagi untuk berfikir jernih (aku memang bukan seorang pramuka sejati yang suci fikiran, perkataan dan perbuatan fiuh...mimpi apa aku semalam), setelah beberapa lama dia mulai melepas pelukannya dan... yup, dia mencium bibirku sebelum aku siap... tidak lama kemudian dia mendorongku lalu...
"Plakkk...!!!!" Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku tanpa ampun.
"Itu karena kamu tidak pernah mengucapkan selamat tinggal padaku Gee..." ujarnya dengan tatapan sedingin es membuatku tertegun membeku.
"emmhh... kayaknya saya parkirin mobil dulu aja ya..." kata Rudi, yang tidak mau berlama-lama terlibat dalam drama satu babak yang sedang berlangsung didepan matanya. Dan dia sangat menyadari, jika ada sepasang manusia ditempat sepi, maka ketiganya adalah syaitan itu kenapa dia bergegas pergi ketimbang nanti dibilang setan hahaha.

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan pendapat anda