Monday, December 10, 2012

Maya

Pandanganku masih berkunang-kunang, setelah terkena tamparan kerinduan dari seorang Maya. Ya, Maya adalah seorang wanita dari masa laluku. Yang jalan hidupnya harus berpapasan dengan jalan rumit kehidupanku, kami berdua sempat menikmati kebersamaan yang berakhir dengan kekecewaan. Dan rasanya aku pantas menerima hadiah kerinduannya, walau sebetulnya masih ada pertanyaan besar dalam diriku, yaitu...



"Koq kamu bisa ikut sama si Rudi ?" tanyaku penasaran, sebab Maya sebetulnya bukan karyawan dari PT. CDM dan oleh karena itu aku tidak pernah menyangka dia akan ikut serta menjemputku disini.
"Gee, aku bukan wanita bodoh seperti yang lainnya. Yang bisa kau bohongi layaknya anak kecil..." Aku tertunduk seraya menghela nafas
"ya sudah kita bicarakan sambil jalan ke rumahku yuk..."
"Gee... damned, I miss your style when cooling me down with your tone" Maya berbisik lirih, entah mengapa emosi yang menggunung itu sirna sudah saat Gee menanggapi tamparannya dengan tenang. Walau sebetulnya tidak juga, panasnya telapak tangan masih tetap menusuk hingga ulu hati Gee.
"Kamu tahu Gee, aku sudah berfirasat ketika bossku mengatakan setuju untuk menandatangani kesepakatan kerjasama dari sistem yang kamu buat untuk perbankan, kantormu pasti akan mencari keberadaanmu karena kamulah satu-satunya orang yang bisa mengimplementasikan sistem tersebut"
"Hmm... such a nice analysis you have, then you start looking information where and when they will pick me up ?"
"Yup, it's easy isn't it ?"
"Smart girl... by the way, can I have that kiss once more? and of course without another slap on my face" canda Gee
"In your dream Gee... in your dream..." jawab Maya dengan singkat sambil berlalu meninggalkan Gee yang masih terbengong-bengong memastikan bahwa ini bukan mimpi.

-o0o-

Malam pun datang menggantikan mentari yang telah lelah menghamparkan cahayanya di desa kecil tempat Gee tinggal saat ini. Fallen Chamber kini tidak sepi, jika malam-malam sebelumnya Gee menikmati malam sendiri, kini dia ditemani oleh dua rekan kerjanya dari masa lalu. Mereka bersantai di teras depan sambil menikmati kopi hangat dan ubi rebus yang sudah disiapkan sejak siang tadi oleh si mbok.
Suara binatang malam sama sekali tidak terdengar merdu ditelinga Maya, sungguh tersiksa rasanya dengan kondisi tanpa listrik dan tanpa sinyal telpon.
"Gila, parah ya disini... kalo masalah listrik guwe masih bisa mengantisipasi pake power bank yang udah guwe siapin sebelumnya. Tapi sinyal telpon sama sekali lenyap disini... oh my God, tempat apakah ini Gee ? I can't believe you can live in this place for more than 1 month"
"Welcome to my Fallen Chamber..." jawab Gee dengan santai.
"Kalo saya sih serasa di kampung sendiri mas, tapi setidaknya kampung saya sudah masuk aliran listrik" celetuk Rudi
"Menghina Rud? jangan salahkan guwe dong, sebetulnya listrik udah masuk lageeh... cuma karena nenek guwe gak pengen pake listrik aja jadi semua serba kuno begini"
"Badanku lengket semua Gee, mandinya pake lampu tempel juga? serem banget gak seeh remang-remang begitu..."
"Ya udah gak usah mandi, gak mandi juga kamu tetep cakep May... oya kalo mau mandi kamu penuhin dulu bak nya pake timba"
"Maksudnya aku disuruh menimba aer? jahat banget sih lo... cowok dong bantuin nimba"
"Hahaha, padahal semalem udah saya ingetin mas, serius mo ikut? eh dia tetep maksa"
"Ah elo kali keganjenan Rud, pengen ditemenin cewek cakep... lo gak diapa-apain sama Rudi kan May ?"
"Tenang mas Gee, ibu Maya aman sama guwe, dijamin tidak kurang satu apapun hihihi..."
"Liat aja kalo berani colek guwe, pulang-pulang bijinya ilang satu..." kata Maya, giliran aku yang tertawa terbahak-bahak, sementara Rudi diam seribu bahasa sambil merapatkan kakinya. Kuatir beneran kehilangan satu bijinya hahaha.

-o0o-

Keluhan Maya sedikit berkurang setelah akhirnya dia bisa membersihkan badannya tanpa harus menimba air di sumur. Dia seharusnya berterima kasih sama Rudi yang secara terpaksa menjadi sukarelawan mengisi bak air sampai penuh. Bagaimana tidak kalo dia gak mau menuruti perintahku, ancamanku sederhana, tinggal aku bilang gak mau ikut pulang ke Jakarta... dan itu akan jadi masalah besar buat Rudi ketimbang harus menimba air.

Kini hanya aku dan Maya yang masih duduk memandangi rembulan di teras depan, Rudi sudah sejak tadi menghempaskan dirinya di kasur yang sengaja aku gelar di ruang tamu. Tidak perlu waktu lama buat dia untuk langsung tertidur pulas, mengingat perjalanan yang dia tempuh lebih dari 12 jam tanpa istirahat. Sementara Maya yang ikut di jok tengah bisa dengan santai tidur kapan saja selama perjalanan.

"Masih merokok ?" tanyaku sambil menyodorkan bungkusan rokokku pada Maya. Dia hanya menatapku tajam, dan mengambil rokok yang terselip dibibirku yang baru saja aku nyalakan. Tanpa merasa canggung dia menghisapnya sambil menatap kosong kearah rembulan.
Aku terpaksa mengambil sebatang rokok baru dari bungkusnya, dan aku nyalakan sambil mulai coba membahas tentang masa lalu.
"Maaf..."
"Buat apa meminta maaf ?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya yang masih menatap kosong rembulan.
"Aku pergi tanpa memberitahukanmu, memutuskan komunikasi secara sepihak dan juga..." belum sempat aku meneruskan kata-kataku dia sudah memotongnya.
"gapapa, sudah biasa..." aku menghela nafas, coba mengerti dan fahami perasaannya. Terlebih lagi aku disisi yang salah dalam hal ini.
"Kamu kelihatan lebih kurus, kulitmu lebih gelap, dan tidak terurus..." Maya berkata dengan tatapan masih kosong kearah rembulan.
"Iya, disini aku lebih banyak aktifitas fisik ketimbang duduk depan komputer."
"oooh... terus" sebuah kata yang sangat-sangat familier aku dengar dari mulutnya, yang kadang aku rindukan disela-sela kesendirianku selama berada di pengasingan ini.
"Aku juga banyak berfikir, memahami semua kesalahan dan dosaku..."
"Terus..."
"Bagaimana menebusnya, dan coba menemukan kebahagiaan..."
"Emang kamu gak bahagia selama ini ?" hampir semua pertanyaan ketus itu aku balas dengan senyum tipis, merendahkan serendah mungkin egoku agar aku bisa di"maaf"kan.
"Panjang ceritanya, tidak bisa aku beberkan dalam waktu semalam..."
"It's okay, I've plenty of time until morning arrive"
"Ah nanti sajalah kita bahas lagi, kalo boleh sekarang aku tanya... kenapa kamu bisa sampai kesini ?" Maya berhenti memandangi rembulan, dia balik menatap tajam kearahku. Pandangan itu... selalu saja menghujam jantungku menembus hingga punggung.
"menurutmu ?"
"Heh, lagi-lagi pertanyaan retorik yang sukar aku jawab..." gumamku, sambil menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal.
"Kamu kangen sama aku ?" Sebuah perkataan bodoh yang meluncur begitu saja dari mulutku, yang beresiko pipiku terkena tamparan lagi... tapi untungnya dewi keberuntungan berfihak padaku, Maya sudah tidak berhasrat lagi untuk menampar laki-laki dihadapannya. Dia hanya tersenyum dan senyum itu sama sekali bukan senyuman yang indah... melainkan senyum yang penuh dengan angkara.
"Kamu bukan siapa-siapa lagi bagiku, semenjak kau mencampakkan aku begitu saja..." lagi-lagi aku tertunduk tanpa berani melihat wajahnya.
"Maaf..." hanya itu kata-kata yang keluar dari mulutku... kata-kata seorang pecundang.
"Aku kesini hanya untuk memastikan, apakah orang yang bertanggung jawab atas proyek untuk perusahaan tempat aku bekerja benar-benar ada atau hanya mitos dan isapan jempol belaka" jawabnya dingin. Kini giliranku yang tersenyum, aku lebih bisa menjawab kata-katanya karena memang ini yang aku jalani sekarang...
"Terlepas apapun alasannya, aku berterima kasih kamu sudah meluangkan waktumu datang ketempat ini... bagiku ini sesuatu banget"  *please jangan Syahrini lagi doong. Tapi walaupun sedikit alay setidaknya kata-kata itu memaksa dia tersenyum, dan kini senyumnya lebih bermakna ketimbang yang sebelum-sebelumnya.
"Terus..." oh no, dia lagi-lagi mengeluarkan kata-kata itu, jangan-jangan sebelum jadi project manager di bank ternama di Jakarta profesi dia jadi tukang parkir... tapi tolong jangan pernah katakan itu didepan dia, kalo tidak mau kamu kehilangan salah satu bijimu.
"Terus... karena dah malam, lebih baik kamu istirahat ya. Sebentar aku siapkan kamar buat kamu dulu" jawabku menghindari kata terus yang selalu dia sampaikan yang membuat aku kehabisan kata-kata.
...
...
...
"Karena aku rindu kamu, aku rindu tatapan mata itu, aku rindu pelukanmu, aku rindu celotehan jahilmu... aku rindu semua yang ada pada dirimu Gee..." gumam Maya seraya memalingkan wajahnya menutupi sebutir air mata yang meleleh dari sudut matanya.

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan pendapat anda