Friday, December 28, 2012

Tamparan Terakhir


I think men who have a pierced ear are better prepared for marriage. They've experienced pain and bought jewelry (Rita Rudner). Me ? I act like a tough guy who can control everything, but actually I'm just a piece of shit, I even can't face my own problem I just runaway... far away.
Malam ini aku memang tidak ditampar secara fisik oleh Maya, tapi tamparan secara nurani lebih dalam menghantam ulu hatiku. Aku lebih baik baku pukul dengan sepuluh orang preman sampai babak belur daripada harus menjadi pecundang yang berjalan di tepian trotoar tanpa tahu harus pergi kemana membawa segunung rasa kecewa dalam hati.
-o0o-

Deringan HP membuyarkan konsentrasi Rinjani yang saat itu sedang tenggelam jauh dalam untaian kata demi kata dari sebuah karya Ika Natassa yang sedang dibacanya. Walau sedikit kesal karena gangguan itu, Rin menyempatkan untuk melihat telpon dari siapa tengah malam begini, namun sepertinya nomornya tidak dikenal dan dari telpon rumah bukan dari seluler.
"Hallo..."
"Selamat malam, benar dengan ibu Rinjani ?" terdengar suara laki-laki yang tegas dan berat.
"Benar, saya sendiri... ini dengan siapa ya ?"
"Kami dari Polsek Taman Sari, ingin menyampaikan bahwa ada seorang laki-laki yang terlibat perkelahian di tempat hiburan malam. Sepertinya dia mabuk berat dan babak belur dihajar massa"
"Terus hubungannya dengan saya apa ya pak ?"
"Dari kartu identitasnya dia bernama G***** *****, dan di dompetnya hanya tersisa kartu nama atas nama ibu Rinjani Permata Sari"
"Gee..." desisnya lirih... "Iya pak, saya kenal dengan orang itu, kondisinya bagaimana ya pak ?"
"Dia dalam kondisi tidak sadar, dan mabuk berat, lukanya tidak terlalu parah hanya saja kita perlu orang yang bertanggung jawab agar bisa dijemput ke tempat kami di Polsek Taman Sari"
Rinjani menghela nafas, air mata perlahan mengalir dari pelupuk matanya. Dengan terbata-bata dia menjawab pelan "Iya pak, saya akan segera kesana..."

-o0o-

Entah kenapa malam ini tidak puas mentertawakan kebodohanku, bahkan langitpun ikut menghardikku dengan gelegarnya guntur dan petir yang saling menyambar, angin yang murka meniupkan amarah kesegala arah menyapu semua barang yang rapuh terhempas ditelan badai, butiran hujan menghantam bumi bergelak riang seolah mencibir keadaanku yang saat ini sedang tergolek lemah dikursi depan mobil yang sedang dikendarai oleh Rinjani.

Rinjani yang melihatku sudah mulai tersadar dari mabuk berat, coba membuka pembicaraan walau sebetulnya aku masih belum bisa berfikir dengan jernih. Semua persendianku terasa lepas, pelipisku mati rasa dan ketika aku raba balutan perban menempel sepanjang pipi hingga kening.
"Pelipismu robek, digetok botol..." ujar Rin sambil pandangan tidak lepas dari jalanan yang jarak pandangnya sangat pendek terhalang oleh hujan.
"Aku dimana... ?" tanyaku dengan suara yang lemah.
"Dimobilku, aku antar kamu ke hotel ya..."
"Hotel ?"
"Udah gak usah banyak bergerak dulu bodoh..." ujarnya melarangku saat akan coba bangun dan melihat keadaan sekeliling.
"Maaf, aku tidak ingin melibatkan kamu dalam masalah ini..." kataku sambil menahan rasa ngilu di pelipis.
"Too late mas Gee, you are already involve me in your pathetic life" kini suaranya tidak sehangat Rin yang aku kenal, begitu dingin dan marah. Aku tidak ingin meneruskan perbincanganku dengan dia, karena aku tahu me and my big mouth will causing more huge problem if I say more words.

-o0o-

Seorang karyawan hotel membantu Rin memapahku menuju kamar, setelah membaringkan di tempat tidur kulihat Rin memberinya tips dan membereskan barang-barangku yang berantakan. Lalu perlahan dia duduk disebelahku yang masih terbaring lemah, memandang dengan penuh rasa kecewa.
"Damn it mas Gee... kebodohan apa lagi yang kamu perbuat ? aku kira sepulang dari gathering semuanya akan baik-baik saja. Ternyata malah lebih parah, dasar manusia bodoh..."
"Yes... I ruin everything...I'm very childish"
"Aku gak peduli dengan masalahmu mas, tolong dong berfikir jernih dan sedikit dewasa. Salurkan emosi dan rasa kecewamu pada hal yang positif, makan yang banyak atau nge Gym sampe gak bisa bangun... jangan seperti ini, menyakiti dirimu sendiri membuat kerusakan dimana-mana, menyusahkan orang lain"
"Maafkan aku Rin, aku tidak bermaksud menyusahkanmu..." tanpa terasa tanganku perlahan menggenggam jemari Rin, tapi segera dia tepis dan beranjak pergi dari kamarku.
"Besok pagi aku kesini lagi, sekarang istirahatlah. Tolong jangan lagi bikin keributan atau masalah yang lebih besar mas. Urusan kita belum selesai, kau berhutang banyak padaku..." tegasnya, fiuh rasanya aku telah salah menilai dia. Teman... ya kita hanya teman, itu saja... jangan melewati batas itu... jangan menghancurkan sebuah persahabatan dengan hal seperti itu...

Sayup-sayup aku dengan pintu ditutup dan kini aku benar-benar sendiri dan tidak berdaya. Yang dapat aku lakukan sekarang hanyalah coba memejamkan mata dan beristirahat. Berharap besok aku bisa melakukan perjalanan ke Kediri sesuai dengan janjiku pada Farida dan Lisa.

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan pendapat anda